Refleksi iman: Kitab Galatia 2:1-10
Tampil untuk pertama kali sebagai juara “Grand-Slam” US Open 2020. Thiem Dominic asal Austria petenis usia 27 tahun mampu mengalahkan Alexander Zverev pada babak final. Bila ada yang menontonnya Zverev sudah unggul 2 set tinggal membutuhkan satu set lagi namun dengan keuletan dan kerja keras Dominic mampu merebut tiga set terakhir. Sungguh sangat menakjubkan dan ternyata meraih prestasi pertama ini melalui siaran Dokumentaris TV menampilkan persiapan perjalanan Dominic dalam sesi latihan yang cukup ketat dan keras. Dia juga sejak umur 11 tahun sudah mempersiapan diri menjadi petenis muda yang baru dan sejajar dengan Roger Federer, Rafael Nadal dan Novak Djokovic. Sementara siapa juga tidak menduga sutradara film dengan penghargaan yang banyak Steven Splielberg pernah gagal masuk sekolah seni bahkan ditolak tapi dengan kegigihannya tidak menghalangi yang ingin dia raih dan menghasilkan film-film keren seperti “Schinler’s List” dan “Jurassic Park” dan lain lain .
Begitu banyak orang orang sukses dan populer meraih prestasi dan kedudukan dengan sabar dan kerja keras. Sebut saja Abraham Loncoln Menjadi Presiden As tidak begitu gampang, dia harus melewati banyak kegagalan. Pernah sebagai kapten dalam masa perang lalu turun menjadi kopral, lalu mencalonkan diri sebagai anggota senat dan wakil president tapi gagal. Namun dengan keuletan dan usaha yang keras dia meraih cita citanya. Begitu juga Bill Gates bukan tiba saat tiba jadi sebagai orang terkaya didunia. Perusahan Microsoft-nya beberapa kali bangkrut namun dia selalu semangat untuk bangun dan dia berhasil. Banyak orang ingin menjadi populer dan dihormati dengan cara-cara yang instant bahkan yang sangat ironis tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya apalagi meraih kedudukannya bukan karena suatu prestasi. Seharusnya prestasi atau kwalitas pekerjaannya yang menentukan tinggi rendahnya kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan.
Dalam kitab Galatia 2:1-10 : Rasul Paulus memberi kesaksian tentang kwalitas pelayanan bukan kedudukan atau jabatan penghormatan. Hal itu dimulai dari suatu penjelasan tentang pemberitaan “injil” dari Rasul Paulus yang bukan sekedar memenuhi undangan para rasul di Yerusalem “kaum terpandang” melainkan dorongan batiniah yang bersifat Apologetis terhadap pandangan bagi orang Kristen bukan Yahudi. Ay,1-3 Paulus menjelaskan kepergiannya bersama Barnabas dan Titus (Kristen Yunani) berdasarkan suatu “penyataan” atau perintah ilahi (lih psl 2:1) Paulus menegaskan tentang Injil yang dia beritakan kepada orang-orang yang tidak bersunat kepada gereja di Yerusalem untuk memastikan hubungan dan kedudukannya sebagai Rasul dihadapan sidang Gereja di Yerusalem. Paulus memperlihatkan kerasulannya tidak berdasarkan posisinya sebagai Rasul, tetapi berdasarkan kwalitas pelayanannya (band ay 3).
Paulus menyadari bahwa dalam sidang Gereja di Yerusalem pasti hadir penyusup-penyusup yang dibahasakan sebagai “saudara saudara Palsu” (ay 4) Tetapi bagi Paulus posisinya sebagai Rasul bukan hal yang terpenting, melainkan kebenaran injil tetap tinggal dalam hidup orang percaya (ay 5) Paulus menganggap sebuah kehormatan untuk dapat memberitakan Injil bukan soal “kedudukan” baginya pengakuan Kristus terhadap kerasulannya jauh lebih tinggi dari pada pengakuan dari manusia, sebab Allah tidak memandang muka (ay,6) baik Paulus yang memberitakan Injil bagi orang tidak bersunat maupun Rasul Petrus yang melayani bagi orang Yahudi (bersunat) Menurut Paulus kerasulannya memiliki kewibawaan yang sama dimata Kristus (ay 7-8). Paulus menempatkan posisi pemberitaan Injil yang utama dan itu harus berlangsung tanpa sekat sekat kepentingan dan perbedaan (lihat ayt 9) tetapi bagaimana Paulus mengingat pentingnya perhatian Gereja terhadap orang-orang miskin. Pada saat itu memang kunjungan ke Yerusalem untuk mengingatkan nubuatan Agabus (lih Kis 11:27-30) bahwa dengan penuh kuasa Roh dinyatakan akan terjadi bahaya kelaparan menimpah dunia dan itu terjadi pada zaman Claudius. Itu sebabnya Paulus mendorong perhatian Gereja mengumpulkan dana dan terhadap kemiskinan.
“Karena itu pergilah jadikanlah semua bangsa Murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu, dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (matius 28:19-20) Perintah penginjilan ini berdasarkan kesaksian dan perbuatan kita, bukan dengan cara memaksakan orang lain dengan ajaran-ajaran palsu demi merebut anggota organisasi gereja agar kelihatan megah dan berwibawa. Tetapi juga ditengah tengah GMIM memasuki usi 86 Tahun kita terpanggil untuk retrospeksi diri ditengah-tengah menghadapi berbagai tantangan baik secara eksternal maupun internal. Dimana kewibawaan gereja bukan terletak pada kwantitas posisi kita sebagai Gereja dimata dunia, melainkan pada kwalitas pelayanan yang menentukan posisi kita, yakni terhadap implikasi-implikasi sosial politik dan ekonomi. Oleh sebab itu kwalitas pelayanan harus diperlengkapi dengan iman dan pemahaman yang kuat serta proporsional, bukan tiba akal tiba saat dan tiba jadi.
Kwalitas pelayanan tidak diukur dari sebuah pengakuan posisi kita tetapi bagaimana posisi kita menjadi kekuatan dalam kesaksian Kristus dengan demikian ada tanggung jawab moril dan spirituil sekalipun hanya sebagai kostor dan pegawai gereja apalagi memiliki posisi-posisi penting dalam gerejani. GMIM dalam usia 86 memiliki tantangan eksternal yakni menghadapi pandemi covis-19 dimana dalam ayat (10) Paulus lebih menitik beratkan pada soal kemiskinan tetapi juga Gereja menghadapi tahun politik, artinya Gereja bukan terlibat dalam politik tetapi bagaimana politik sebagai instrumen kesaksian Gereja dapat mensejahterakan dunia. Gereja tidak boleh tabu dengan Politik agar bukan “Saudara-saudara Palsu” yang memainkan sistim sosial dan ekonomi kita. Yang dimaksud dengan saudara palsu dalam ayat 4 adalah bentuk bentuk “penyusup” yang me mark-up wajah dan tindakan kelihatan baik padahal sebenarnya mereka hanya mengejar kedudukan bukan bagaimana yang digumuli Rasul Paulus sebagai orang yang memperhatikan kemiskinan rakyat (ay 10).
Saudara palsu juga bisa berubah bentuk menjadi mamon baru dalam strategi palsu yang mempropagandakan berita “Hoax” untuk saling menjejal dan menjatuhkan. Itu sebabnya pertanyaan bagi kita apakah kita mengejar posisi atau kwalitas? Kompetisi melegalkan segala cara dengan predikat palsu menghalalkan dengan suap dan penekanan terjadi dalam struktur sosial kita, padahal posisi bisa saja tumbang kapan saja. Kekuatan-kekuatan pragmatis membungkam kwalitas yang ada sehingga kita sering terpanah dan terbuai. Padahal akhirnya juga kembali kepada kita yang merasakannya dampak atas sistim dan kepemimpinan yang didasari dengan “instan”.
Pemberitaan Injil adalah panggilan setiap orang percaya untuk menjadi saksi melalui tindakan dan kerjanya. Bukan bersifat statis dan temporer atau apalagi hanya sekedar percikan sanitizer demi menjaga penularan covid-19 tetapi bagaimana kita menghayati pekerjaan Roh Kudus dapat dan mampu menggerakan kesadaran beriman dalam tindakan nyata yang lebih menekankan kwalitas pelayanan bukan posisi kita dalam jabatan. GMIM adalah gereja yang Misioner yang bersifat inklusif bukan eksklusif, Selamat ulang tahun ke 86.
Batusaiki, akhir September 2020
Pdt Lucky Rumopa
Baca juga renungan Kristen lainnya:
- Renungan Kristen: “Jangan Pilih Orang Bebal”
- Renungan Kristen: Bukalah Topeng memandang TUHAN
- Renungan Kristen: “Gaya kambing or Domba”
- Renungan Kristen: Ketenangan, Kunci Sukses
- Renungan Kristen: Bantuan Rasa “Ikhlas”
- Renungan Kristen: Bersuka Citalah di Dalam Tuhan
- Refleksi Iman: “Jangan Terbawa Arus” (Kitab Ibrani 2:1-4)