Refleksi Iman: Mazmur 46:1-12
Membalikan norma sosial dari yang lasim pernah mempengaruhi manusia dalam sejarah festival “venesia” yang populer yakni pesta dengan menggunakan “masker” (topeng) dan bisa melakukan apa saja walau melanggar hukum.
Mula-mula adalah sebuah bentuk respons terhadap tekanan “hirearki” atas kaum elite eropa pada abad 13, untuk menghilangkan batas-batas kelas antara kaum bangsawan dan rakyat jelata, yang kemudian dijadikan sebuah pesta (karnaval) dengan berbagai kebebasan sekalipun melanggar aturan, mereka dapat bersenang senang termasuk melakukan cinta terlarang tanpa harus takut diketahui siapapun, alih-alih wajah mereka ditutup dengan masker.
Legenda Giacomo Casanova bermula dari sebuah petualang cinta yang termasyur di abad 18 pada pengaruh Festival masker.
Penulis Marianne Mehling dalam buku “venice and the Veneto” mengungkapkan kalau karnaval tersebut dipengaruhi tradisi “Saturnalia” di era sejarah Romawi Kuno (500 SM) untuk menghormati dewa Saturnus peserta festival melakukan kebebasan tanpa dihukum.
Dan dengan menggunakan masker para budak dapat duduk dengan bangsawan makan minum dan berpesta.
Simbol kebebasan Saturnalia yakni “jiwa dalam keabadian” yang kemudian mempengaruhi beradaban dunia dan berbagai tradisi keagamaan termasuk perayaan umat Kristen yang disalahartikan, antara lain “Lord of Mirsule” (inggris), “Abbas of Unreason” (Skotland) dan “prince des sots” (Pancis); yakni pesta “liar” menjijikan dan mabuk-mabukan.
Masker atau TOPENG dijadikan sarana untuk “membalikan norma sosial”
Memandang Tuhan dengan mata iman
Mazmur 46 adalah bentuk nyanyian bani Korah bin Yizhar, bin Kehat, bin Lewi.
Sebagian besar mereka bertugas di kemah suci yang secara khusus sebagai kelompok paduan suara wanita “alamot” (ay 1).
Dimana mereka pernah mengalahkan bangsa Moab dan Amon dengan nyanyian nyaring (2 Tawarihk 20:19).
Kemudian nyanyian mazmur 46 ini di pakai untuk memberi semangat raja Hizkia (Yehuda) menghadapi Raja Asyur “Sanherib” dan pengaruhnya.
Bangsa Asyur selain kuat secara militer tetapi pengaruh “sihir” sangat kuat karena bentuk-bentuk persundalan menjadi lambang Asyur (band Neh 3:14).
Herodotus (sejarawan abad 5 SM) melalui “prisma-taylor” (prasasti tanah liat) mencatat sejarah pengepungan Raja Asyur (Sanherib) terhadap kota Yerusalem, bahkan Raja Hizkia dicatat sempat tunduk dan membawa upeti kepadanya 30 talenta emas, 800 talenta perak dan berbagai harta.
Tapi dalam catatan 1 Taw 31, Raja Hizkiah melawan dengan nyanyian dan korban-korban bakaran.
“yang menyertai dia adalah tangan manusia tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan” (2 Taw 32:8). Mereka memandang Tuhan dengan mata iman.
Kekayaan dan kekuatan dunia ini hanya sementara
Nyanyian Mazmur dalam psl 46:1-12 menytakan bahwa Allah adalah tempat perlindungan dan kekuatan.
Tidak ada rasa takut termasuk bencana alam dan bencana manusia (ay2-4) : bandingkan 2 raj 18-19, 2 Taw 32 dan Yesaya 36-37.
Dengan Doa dan nyanyian syukur Asyur dikalahkan. Allah kota benteng kita adalah bentuk perlindungan keamanan yang kuat (ay 5-7).
Bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan dunia ribut dan goncang dengan perdebatan/perbedaan dan kekuasaan, yang menghadirkan tangan tangan manusia yang kuat, tapi “nyanyian” suara-Nya diperdengarkan maka hancurlah semua hegimoni dan kesombongan.
Oleh karena Tuhan Allah pemilik segala yang ada di kolong langit ini! Tidak ada yang dapat memegahkan diri dengan kuda dan kereta.
Kekayaan dan kekuatan dunia ini hanya sementara (ay 7-9) tetapi mereka yang selalu memandang “pekerjaan Tuhan” yang tunduk dan setia kepada Allah mendapat perlindungan dalam kota Allah tempat kediaman kita, sebab disanalah mengalir aliran-aliran sungai, yakni berkat berkat hidup sekalipun harus berhadapan dengan berbagai tantangan karena Allah menyertai kita (ay 12).
Pandemi covid-19 bagaikan “Festival-masker”
Kita seperti terhukum untuk “membalikan norma sosial” akibat social-distancing.
Padahal wajah kita ditutup untuk menghindari bahaya penyebaran.
Tetapi jauh lebih berbahaya wajah yang tanpa masker tapi mempraktekan “sihir Asyur” yang menyebarkan “kebencian,hoax,ancaman,pengrusakan,suka ribut bahkan tergoncang lemah” kita seperti menutup muka (masker) terhadap mereka yang berteriak minta tolong, kesusahan,kesulitan.
Kita sama-sama mengklaim berada di kota “Benteng” milik Allah, milik Sang-Pencipta tapi kita tidak hidup damai dan sukacita.
Ingat sebuah syair lagu “tapi buka dulu topengmu,..buka dulu topengmu, biar kulihat warnamu” (penggalan syair TOPENG by Peterpan).
Topeng (masker) sekarang dipakai siapa saja tak pandang kaya miskin tapi dia bisa menjadi simbol kerakusan dan telah lasim.
Topeng menjadi “trend”tapi dia bisa jadi senjata meraih kepuasan dan kesenangan.
Pada ayat 9 “pergilah pandanglah pekerjaan Tuhan” dengan iman kita bukan dengan “topeng” (masker) hipokrit kita.
Batusaiki,
Juli Minggu III 2020
Pdt Lucky Rumopa MTh
Baca juga:
- Renungan Kristen: “Gaya kambing or Domba”
- Renungan Kristen: Ketenangan, Kunci Sukses
- Renungan Kristen: Bantuan Rasa “Ikhlas”
- Renungan Kristen: Bersuka Citalah di Dalam Tuhan
- Refleksi Iman: “Jangan Terbawa Arus” (Kitab Ibrani 2:1-4)