Manado – Salah-satu penyakit yang masih membelenggu pelaksanaan Pilkada di semua daerah di Indonesia adalah adanya praktik politik uang.
Menurut pengamat politik, Dr. Ferry Daud Liando, praktik ini tidak hanya terjadi pada saat masa tenang atau pada hari pencoblosan namun sudah terjadi mulai pra pencalonan, pencalonan ataupun pada saat kampanye.
“Praktik politik uang pada saat pencalonan terjadi manakala para bakal calon menyewa lembaga survei abal-abal dengan maksud memanipulasi data untuk kepentingan popularitas,” jelas Ferry Liando pada diseminasi hasil penelitian Pemilu yang dilaksanakan KPUD Sangihe, Selasa (27/11/2018) kemarin.
Popularitas sangat penting bagi bakal calon karena menjadi cara menyakinkan Parpol untuk mendukungnya. Kemudian kepentingan popularitas itu sebagai upaya menarik dukungan modal dari pengusaha.
“Selain lembaga survei, para bakal calon kerap juga memanfaatkan media abal-abal untuk mendorong popularitasnya,” terang Ferry Liando.
Saat pencalonan, praktik politik uang terjadi pada saat persepakatan dengan Parpol. Banyak dugaan terjadi mahar sehingga Parpol mendukung calon tertentu.
“Bagi calon independen, praktik ini terjadi pada saat menarik dukungan dalam bentuk KTP,” tutur Liando.
Ketika masa kampanye, banyak calon mendekati para tokoh agama dan banyak dugaan mereka bergerak dengan praktik politik uang.
“Praktik ini tak terkendali pada masa tenang atau pada saat sebelum pencoblosan,” tandas Liando.
Ferry Liando mengusulkan pembenahan beberapa hal diantaranya pembenahan regulasi dan memperkuat kelembagaan Parpol.
Selanjutnya, mempersiapkan calon yang lebih berkualitas, rekrutmen penyelenggara ad hoc yang perlu diperketat, serta pendampingan terhadap pemilih.
“Lima instrumen ini jika dibenahi secara bersama-sama maka diyakini akan dapat mencegah terjadinya politik yang satu unsur tidak dibenahi maka politik uang akan sangat sulit dicegah,” papar Liando.
Kegiatan diseminasi hasil penelitian Pemilu juga menghadirkan pembicara komisioner KPU Sulut Meidy Tinangon.
Hadir pula Jeck Seba dari KPU Sangihe, Fanly pangemanan mantan Ketua KPU Minsel, Wisye Wilar mantan komisioner KPU Minahasa, Dr. Welly Waworundeng dan Fanny Sampe.
(JerryPalohoon)
Manado – Salah-satu penyakit yang masih membelenggu pelaksanaan Pilkada di semua daerah di Indonesia adalah adanya praktik politik uang.
Menurut pengamat politik, Dr. Ferry Daud Liando, praktik ini tidak hanya terjadi pada saat masa tenang atau pada hari pencoblosan namun sudah terjadi mulai pra pencalonan, pencalonan ataupun pada saat kampanye.
“Praktik politik uang pada saat pencalonan terjadi manakala para bakal calon menyewa lembaga survei abal-abal dengan maksud memanipulasi data untuk kepentingan popularitas,” jelas Ferry Liando pada diseminasi hasil penelitian Pemilu yang dilaksanakan KPUD Sangihe, Selasa (27/11/2018) kemarin.
Popularitas sangat penting bagi bakal calon karena menjadi cara menyakinkan Parpol untuk mendukungnya. Kemudian kepentingan popularitas itu sebagai upaya menarik dukungan modal dari pengusaha.
“Selain lembaga survei, para bakal calon kerap juga memanfaatkan media abal-abal untuk mendorong popularitasnya,” terang Ferry Liando.
Saat pencalonan, praktik politik uang terjadi pada saat persepakatan dengan Parpol. Banyak dugaan terjadi mahar sehingga Parpol mendukung calon tertentu.
“Bagi calon independen, praktik ini terjadi pada saat menarik dukungan dalam bentuk KTP,” tutur Liando.
Ketika masa kampanye, banyak calon mendekati para tokoh agama dan banyak dugaan mereka bergerak dengan praktik politik uang.
“Praktik ini tak terkendali pada masa tenang atau pada saat sebelum pencoblosan,” tandas Liando.
Ferry Liando mengusulkan pembenahan beberapa hal diantaranya pembenahan regulasi dan memperkuat kelembagaan Parpol.
Selanjutnya, mempersiapkan calon yang lebih berkualitas, rekrutmen penyelenggara ad hoc yang perlu diperketat, serta pendampingan terhadap pemilih.
“Lima instrumen ini jika dibenahi secara bersama-sama maka diyakini akan dapat mencegah terjadinya politik yang satu unsur tidak dibenahi maka politik uang akan sangat sulit dicegah,” papar Liando.
Kegiatan diseminasi hasil penelitian Pemilu juga menghadirkan pembicara komisioner KPU Sulut Meidy Tinangon.
Hadir pula Jeck Seba dari KPU Sangihe, Fanly pangemanan mantan Ketua KPU Minsel, Wisye Wilar mantan komisioner KPU Minahasa, Dr. Welly Waworundeng dan Fanny Sampe.
(JerryPalohoon)