Manado – DPRD Sulut melalui Komisi 1, Komisi 2 dan Komisi 3, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pimpinan PT Karunia Kasih Indah (KKI), pemegang HGU kelapa sawit di lahan pertanian desa Bolangat dan Bolangat Timur, kecamatan Sangtombolang, kabupaten Bolaang Mongondow, Senin (14/8/2017).
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Sulut, Wenny Lumentut, dihadiri Kepala Dinas Perkebunan Jefry Ngantung, Kadis Pertanian dan Perikanan Arie Bororing, Kadis PUPR Stiff Kepel, sejumlah pejabat teknis, Direktur Utama (Dirut) PT Kurnia Kasih Indah (KKI), Dwi Tjiptodharmono, dan puluhan masyarakat Bolangat.
Di awal rapat, Direktur Utama (Dirut) PT Kurnia Kasih Indah (KKI), Dwi Tjiptodharmono, menjelaskan sejarah beroperasinya PT KKI di kabupaten Bolmong, pertama kali diajak oleh Bupati Bolmong ketika itu, Marlina Moha Siahaan.
“Ketika itu bupati ibu Marlina Moha Siahaan mencari investor diawali pertemuan di kantor desa Bolangat, kami tertarik mengolah lahan HGU untuk kelapa sawit. Masyarakat belum tahu sehingga kami melakukan sosialisasi, secara keseluruhan dari survei lokasi hingga sosialisasi sejak 2009 hingga 2013,” jelas Dirut PT KKI, Dwi Tjiptodharmono.
Ditambahkan Dwi Tjiptodharmono, PT KKI memegang izin lokasi seluas 9000 ha, potensi garapan lahan seluas 3400 ha dengan sistem kemitraan masyarakat yang setuju lahan mereka dijadikan lahan garapan untuk kelapa sawit.
“Seluas 340 ha HGU PT Wahana Klabat Sakti dibeli oleh PT Kurnia Kasih Indah. Pengambilalihan melalui notaris dan diketahui BPN tertanggal 21 Agustus 2015, HGU 2016. Sistem kemitraan dengan masyarakat kami tidak mengejar persetujuan tapi pengertian, karena kami juga tidak mau bermasalah di kemudian hari karena masa hidup kelapa sawit hingga 28 tahun,” terang Dwi Tjiptodharmono.
Pernyataan menarik disampaikan Kepala Dinas Pertaninan dan Perikanan Sulawesi Utara, Arie Bororing, jika di Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) disebutkan sebagai kawasan lahan basah maka tidak boleh dialihfungsikan menjadi areal garapan perkebunan kelapa sawit.
“Seperti penjelasan bapak kepala dinas PU tadi bahwa kawasan tersebut adalah kawasan lahan basah sesuai RTRW maka secara otomatis tidak bisa dialihfungsikan menjadi areal perkebunan sawit. Sejalan dengan program swasembada beras maka areal persawahan yang memproduksi beras dilarang dialihfungsikan,” tandas Arie Bororing.
Pun dari sisi ekonomi lanjut Arie Bororing, areal persawahan seluas 200 ha yang dikuasai pemegang HGU PT KKI, memberi dampak kurang baik bagi perekonomian masyarakat kecamatan Sangtombolang, khususnya warga desa Bolangat dan Bolangat Timur.
“Jika dihitung secara ekonomis masyarakat kehilangan 13,5 miliar per tahun untuk lahan 200 ha yang tidak bisa digarap menjadi lahan persawahan. Padahal, disitu ada irigasi yang sayangnya sudah rusak,” tukas Arie Bororing.
Anggota DPRD Sulut, Marvel Dicky Makagansa, menyesalkan pihak PT KKI yang tidak menunjukkan dokumen-dokumen perizinan HGU garapan kelapa sawit.
“Saya heran juga mestinya bapak Dirut sudah menyiapkan karena pasti di hearing ini akan diminta untuk ditunjukkan, faktanya tidak ditunjukkan. Bagaimana kami bisa tahu aktivitas HGU legal atau tidak jika dokumen perizinan tidak ditunjukkan,” ujar Dicky Makagansa.
Lanjut politisi PDI-Perjuangan ini, perusakan irigasi diduga dilakukan PT KKI merupakan tindakan melanggar hukum. Disayangkan, lahan persawahan untuk mencetak padi dijadikan beras merupakan kebutuhan paling pokok masyarakat justru dirusak oleh perusahaan.
“Tindakan melanggar hukum ini patut ditindaklanjuti oleh aparat hukum. Pengalihan kawasan basah seperti areal persawahan menjadi areal perkebunan sawit bertentangan dengan program swasembada beras yang digagas Presiden Joko Widodo,” kata Dicky Makagansa.
Anggota DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk, mengungkapkan sesuai perundang-undangan, alih fungsi lahan sawah dapat dilakukan hanya untuk pembangunan fasilitas umum seperti waduk, jalan umum, bendungan, irigasi, saluran air minum, drainase, sanitasi, pelabuhan, bandara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam dan pembangkit jaringan listrik.
“Tidak diatur untuk kelapa sawit. Sebagai anggota legislatif dari tanah Totabuan, agak aneh bagi saya bagaimana jadinya tanah negara yang sebelumnya dikelola oleh PT Wahana Klabat Sakti (WKS) tiba-tiba dijual kepada PT KKI tidak melibatkan pemerintah, ini tidak logis, izin pimpinan saya akan uji masalah ini di PTUN,” tegas Jems Tuuk pada rapat yang juga dihadiri anggota DPRD lainnya, Ferdinand Mewengkang, Edwin Lontoh, Boy Tumiwa, Netty Pantow, Mursan Imban, Dicky Makagansa dan Ferdinand Mangumbahang. (AdvertorialDPRDSulut/JerryPalohoon)