Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya di hadapan Sidang Paripurna MPR-RI, usai dilantik menjadi Presiden periode 2024-2029, di Gedung Nusantara MPR-DPD-DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Minggu 20/10/2024, antara lain mengatakan, dengan memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, termasuk kelapa sawit, singkong, tebu, sagu serta energi geothermal dan batubara, Indonesia bisa mencapai kemandirian energi.
Dengan isu kemandirian energi ini, timbul pertanyaan, apakah Indonesia tidak perlu energi nuklir berupa PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir)?
Pertanyaan ini menarik, dikaitkan dengan sikap Pemerintah pada akhir-akhir ini mulai dari Presiden Jokowi yang menunjuk Menko Marvest Jenderal (Purn.) Luhut Pandjaitan menjadi Ketua Tim Percepatan Pembangunan PLTN dan pembentukan NEPIO – Nuclear Energy Program Implementation Organization (salah satu syarat dari 16 syarat untuk membangun PLTN yang ditetapkan oleh IAEA(International Atom Energy Agency, sebuah lembaga PBB dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya).
Kemudian atas perintah Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengadakan kunjungan ke Rusia pada tgl 10-12 Juni 2024. Pada tgl 10 Juni sore 2024, Menko Airlangka bertemu dengan pimpinan ROSATOM Rusia, sebuah perusahan raksasa yang bergerak dibidang nuklir baik untuk persenjataan maupun untuk tujuan damai.
Pimpinan ROSATOM diwakili oleh First Deputy CEO for Corporate Development and International Business Mr. Kiril Komarov. Pada pertemuan tersebut, kedua pihak melakukan diskusi terkait rencana kerja sama pengembangan energi nuklir untuk ketenagalistrikan serta untuk keperluan non-energi seperti kesehatan dan pertanian.
“Rosatom memiliki pengalaman yang cukup panjang untuk dapat melakukan kerja sama yang baik dan komprehensif dengan Indonesia. Rosatom akan menyiapkan berbagai hal bukan hanya di sisi konstruksi, namun juga analisis detil dari sisi sosial ekonominya,” jelas Deputi Komarov.
Menanggapi hal tersebut, Menko Airlangga menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang fokus beberapa hal terkait isu energi bersih sebagai bagian dari transisi energi, yang sedang diupayakan oleh Pemerintah RI. “Energi nuklir menjadi salah satu opsi bagi ketersediaan listrik bagi masyarakat tanpa harus mengotori lingkungan (Siaran Pers Kemenko Perekonomian, 11 Juni 2024).
Menteri Pertahanan (Menhan) RI sekaligus Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengungkapkan ketertarikannya bekerja sama dengan Rusia di bidang energi nuklir saat bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kepresidenan Kremlin, Moskow, Rusia, Rabu, 31 Juli 2024. Dalam pertemuan yang berlangsung terbuka selama kurang lebih 30 menit, Prabowo menyampaikan ke Putin ketahanan energi merupakan salah satu prioritas kerjanya nanti, terutama setelah dia dilantik dan resmi menjabat sebagai Presiden RI Periode 2024–2029 pada 20 Oktober 2024.
“Di sektor energi nuklir, saya membahas ini dengan beberapa institusi terkait (di Rusia, red.), kemungkinan kita bekerja sama pada bidang (membangun, red.) reaktor modular dan reaktor utama,” kata Menhan Prabowo ke Presiden Putin, sebagaimana disiarkan oleh sejumlah stasiun TV asing yang meliput di Kremlin (Antara, 31 Juli 2024).\
Ada beberapa alasan utama, mengapa Indonesia perlu membangun PLTN sebagai prioritas, yaitu:
- Diversifikasi.
Selama ini, kebutuhan energi Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil (minyak, batubara dan gas), dimana dalam pengalaman selama ini, jika terjadi krisis/kenaikan harga atas bahan bakar fosil tersebut, maka terjadi inflasi yang mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa.
Juga sangat beresiko dan berbahaya bagi nasib bangsa kedepan jika sangat tergantung pada bahan bakar fosil ini karena energi ini masuk dalam kategori eergi tak terbarukan.
Disisi lain dan menjadi isu global saat ini ialah bahan bakar fosil sangat merusak lingkungan antara lai terjadi pemanasan global dan perbahan iklim yang ekstrim. Karena itu kebijakan diversifikasi sumber energi listrik perlu diperluas sebanyak mungkin, baik nergi baru maupun terbarukan termasuk energi nuklir.;
- Pertumbuhan Ekonomi.
Pasokan energi prosentasinya harus melebihi angka pertumbuhan ekonomi. Bila terjadi krisis, maka pasokan energi harus menjamin base load, agar pertumbuhan ekonomi tetap stabil. PLTN dapat menjamin base load tersebut, dibandingkan dengan sumber energi lainnya;
- Pertumbuhan penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia sebesar 278.696.200 menduduki posisi ke-empat di-dunia. Nomor 1 adalah India sebesar 1.437.870.000, Cina nomor 2 dengan jumlah 1.432.860.ooo, AS menduduki posisi ketiga dengan jumlah sebesar 344.219.000, Pakistan nomor 5 dengan jumlah penduduk 235.825.000, Nigeria menduduki posisi ke-6 dengan jumlah penduduk 218.541.000, Brasil pada posisi ke-7 dengan jumlah penduduk 220.890.000, Bangladesh pada posisi ke-8 dengan jumlah penduduk 177.767.000, Rusia pada posisi ke-9 dengan jumlah penduduk 146.877.088, Meksiko para urutan ke-10 dengan jumlah penduduk 126.577.691, dan Jepang pada posisi ke-11 dengan jumlah penduuk 126.420.000 (sumber Wikipedia).
Dari 11 negara dengan jumlah penduduk terbanyak didunia, ts diatas, maka hanya Indonesia dan Nigeria yang tidak memiliki PLTN. Semuanya memiliki PLTN yang sedang beroperasi seperti India 20 unit, Cina 56 unit, AS 94 unit, Pakistan 6 unit, Brasil 2 unit, Rusia 36 unit, Meksiko 2 unit dan Jepang 12 unit. Disisi lain dari Negara tersebut masih ada PLTN yang sedang dibangun yaitu India 7 unit, Cina 29 unit, Brasil 1 unit, Bangladesh 2 unit,Rusia 4 unit, dan Jepang 2 unit. Dari 11 negara tersebut diatas dengan jumlah penduduk terbesar di-dunia, maka hanya Indonesia dan Nigeria yang tidak memiliki PLTN.
Bangladesh yang sedang membangun 2 unit, tenaganya penah belajar di-Indonesia/BATAN selama beberapa tahun tapi telah mendahului Indonesia;
- Ramah Lingkungan.
PLTN adalah energi hijau dan ramah lingkungan Bahan bakar fosil adalah energi yang tidak ramah lingkungan. Menurut Dr. Eko Sugiharto, DEA. dari PSLH UGM, Nuklir memenuhi 6 kriteria green energi yaitu tidak adanya emisi, mempunyai footprint yang kecil, sumber energi tidak merusak ekosistem, harus memperhatikan pengelolaan limbah, berkelanjutan, dan terjangkau. Energi nuklir dianggap lebih efisien dalam menghasilkan energi dibandingkan sumber energi ramah lingkungan yang lain.
Berdasarkan kajian akademik, nuklir merupakan solusi ramah lingkungan yang berkelanjutan untuk mengejar Indonesia sejahtera dan rendah karbon pada tahun 2050. Implementasi nuklir sebagai energi terbarukan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi sekaligus dapat mencapai target penurunan karbon di masa mendatang.
Pada 2 Februari 2022 Komisi Eropa mendeklarasikan energi nuklir dan gas alam sebagai energi hijau. Latar belakang deklarasi itu bahwa nuklir adalah energi hijau karena hasil kajian dari UE(Uni Eropa). Nuklir yang selama ini dianggap tidak ramah lingkungan terbukti tidak benar. Hal tersebut didasarkan pada studi European Commission Joint Research yang hasilnya baru saja dirilis pada Maret 2021; tidak ada bukti berbasis sains bahwa energi nuklir lebih membahayakan kesehatan manusia/lingkungan daripada teknologi produksi listrik lainnya.
Para ahli sepakat mengenai fakta yang tidak terbantahkan bahwa bukan saja nuklir memproduksi emisi CO2 yang rendah, tetapi juga ramah lingkungan. Nuklir merupakan bauran enegi bersih terbesar khususnya bagi negara maju di dunia. Data dari statistical review of world energy menunjukkan bahwa dalam produksi listrik nirkabon di negara maju di dunia hingga 2018, bauran energi nuklir adalah 40% atau mendekati angka 2.000 TwH.
Disamping beberapa alasan tersebut diatas, ada Paris Agreement hasil COP Paris 21 Paris tahun 2015, dimana isi dari Paris Agreement al: Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri, Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih. Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya.
Kemudian ada kesepakatan juga bahwa se-lambat2nya tahun 2060, Net Zero Emission(NZE) sudah tercapai. Kemudian dalam KTT COP 28 di Dubai, UEA yang diselenggaran pd tgl 30/11-12/12 2023, ada kesepakatan dari hamper 200 negara termasuk Indonesia bahwa pegurangan bahan bakar fosil untuk mengurangi dan mencegah dampak perubahan iklim sudah harus dilaksanakan. Terkait dengan keputusan COP 28, tersebut, Presiden COP 28 Sultan al-Jaber al mengatakan “Kita adalah apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita katakana. Kita harus mengambil langkah2 yang diperlukan untuk mengubah perjanjian ini menjadi tindakan nyata(CNN Indonesia, 13/12/2023). Presiden Joko Widodo, yang turut hadir dalam COP28, menegaskan tekad Indonesia dalam mewujudkan kemakmuran dan keberkelanjutan dengan ekonomi inklusif. Dalam penyampaian komitmennya, Presiden menyuarakan upaya Indonesia dalam meningkatkan pengelolaan forest and other land use (FOLU) serta mempercepat transisi energi menuju sumber daya energi baru terbarukan.
Kemudian dalam Undang-undang No.59 tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045, dalam RPJM(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Masional ke-II tahun 2030-2034, PLTN pertama sudah beroperasi.
Bertolak dari kebijakan, tindakan, alasan/pertimbangan, komitmen(nasional dan internasional), ketaatan, dan aturan sebagaimana yang diutarakan diatas, maka Penulis yakin dengan program Kemandirian Energi tersebut, Presiden Prabowo dengan pertimbangan yang rasional dan obektif, demi untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa, akan membangun PLTN dalam waktu singkat dengan langkah awal pernyataan Indonesia GO Nuclear.
Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai target dati RPJM Nasional ke-II tahun 2030-2034 dimana pada tahun tersebut (antara 2030-2034) PLTN pertama sudah beroperasi., karena untuk membangun PLTN skala besar dibutuhkan minimal 5tahun dan maksimal 10 tahun, tergantung pada berbagai hal.
Disamping itu Indonesia sudah memenuhi syarat sesuai dengan penilaian IAEA(International Atom Energy Agency) dan sudah lama siap untuk membangunan PLTN. Sebagai bukti al Indonesia memiliki 3 reaktor nuklir yaitu Reaktor Triga Mark di Bandung (beroperasi sejak tahun 1965), Reaktor Kartini di Yogyakarta(beroperasi sejak tahun 1979), Reaktor Siwabessy di Serpong (beroperasi sejak tahun 1987), dimana ketiga reaktor tersebut tetap beroperasi sampai saat ini.
Sejak beroperasi sampai saat ini, tidak ada operator dari Negara asing, semuanya dioperasikan 100% oleh putra2 terbaik bangsa dengan penuh disilin dan pengabdian.
Perlu dipahami juga oleh semua pihak bahwa kehadiran PLTN di-Indonesia bukan menjadi pesaing bagi pembangkit listrik lainnya baik energi baru maupun terbarukan, sebagaimana dipropaganda selama ini, tapi yang benar adalah menjadi simbiosis mutualis, yaitu saling mendukung satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan energi bangsa yang terus meningkat karena pertumbuhan eknomi dan kemajuan bangsa serta memperkuat ketahanan energi bangsa.
Jakarta, 29 Oktober 2024.
Drs. Markus Wauran
Wakil Ketua Dewa Pendiri HIMNI.