oleh: Markus WAURAN
PA-GMNI (PERSATUAN ALUMNI GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA), pada tanggal 10 Oktober 2024 menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) dengan tema “KEDAULATAN DAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL: PERCEPATAN IMPLEMENTASI PLTN MENUJU INDONESIA EMAS 2045”, bertempat di-gedung RRI (Radio Republik Indonesia), Jakarta.
PA-GMNI adalah organisasi kemasyarakatan yang berdiri pada tahun 2003. PA-GMNI adalah organisasi independen, tidak berafiliasi pada partai politik tertentu dan karena itu para anggotanya terdiri dari anggota/tokoh berbagai partai politik, non partai politik/indepenen, para intelektual dan ilmuwan dengan bermacam latar belakang ilmu, pengusaha (dari konglomerat sampai UMKM), pensiunan, penganggur (yang berdasi maupun tidak), dan lain-lain yang semuanya berasal dan tercatat sebagai anggota GMNI yang berdomisili diseluruh pelosok tanah air bahkan Manca Negara.
Acara FGD ini dibuka oleh Ketua Umum PA-GMNI Prof.Dr. Arief Hidayat S.H.,M.S. (Ketua Mahkamah Konstitusi 2015-2018 dan saat ini anggota Mahkamah Konstitusi).
Dalam sambutannya antara lain mengatakan: Visi mengenai pengunaan nuklir bagi keselamatan dan kesejahteraan rakyat telah disuarakan dan ditunjukkan dengan jelas oleh para Pemimpin Bangsa.
Presiden Soekanrno menegaskan sekurangnya dua hal, yakni agar penguasaan nuklir dan ruang angkasa untuk kesejahteraan rakyat, perdamaian dunia dan persahabatan serta pengembangan reaktor nuklir diarahkan agar mampu membawa bangsa ke taraf yang lebih tinggi.
Presiden Soeharto mulai merintis membangun instalasi reaktor nuklir di Yogyakarta dan Serpong.
Presiden SBY menetapkan RPJMN yang didalamnya merencanakan operasi PLTN pada tahun 2019.
Pada 2016, Pemerintah mengesahkan Undang No.16 thn 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. Bahkan pada 2024, Nuclear Energy Program Implementation Organization atau NEPIO dibentuk. Pak Luhut Pandjaitan ditunjuk menjadi Ketua.
Ini sekali lagi menunjukkan kesinambungan dan keseriusan Pemerintah berkenaan dengan visi terkait pemanfaatan dan pengembangan energi nuklir.
Kemudian Sambutan dari Dr. Theo Sambuaga, mewakili Ketua Dewan Ideologi PA-GMNI Guntur Soekarnopputra, antara lain mengemukakan pesan Presiden Soekarno pada saat peletakan batu pertama pembangunan Reaktor Atom tanggal 9 April 1961 di Bandung bahwa pembangunan reaktor atom ini diarahkan untuk membangun masyarakat adil dan makmur serta menunjang perdamaian dunia dan bukan untuk tujuan destruktif.
“Dengan dibangunnya reaktor atom ini, perlu dilanjutkan dengan pembangunan reaktor lainnya yang semua diarahkan untuk meningkatkan pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur”.
Dari catatan sejarah, GMNI dan PA-GMNI memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan dan mewujudkan pesan-pesan strategis dari Presiden Soekarno, (yang popular disapa Bung Karno), yang tetap aktual sesuai dengan tuntutan bangsa kini dan nanti yang semuanya bermuara pada tujuan mewujudkan masyarakat yang adil-makmur berdasarkan Pancasila.
Pada tahun 2015, berlangsung konferensi COP 21 Paris di Perancis. COP 21 Paris ini menghasilkan Paris Agreement yang ditanda-tangani 195 negara, termasuk Indonesia.
Salah satu isi/keputusan dari Paris Agreement tersebut ialah: “Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target Net Zero Emission(NZE).
Kemudian ada kesepakatan bersama juga bahwa se-lambat2-lambatnya tahun 2060, Net Zero Emission sudah tercapai.
Penyebab utama dari emisi gas rumah kaca dan kerusakan lingkungan karena pencemaran udara dari pembangkit listrik yang bahan bakarnya dari sumber daya alam terutama batubara, disamping kerusakan hutan.
Dalam upaya Indonesia memberi kontribusi pada pencapaian NZE pada tahun 2060, Menko Marvest L.B. Pandjaitan dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa Pemerintah akan menutup PLTU berbahan bakar batu bara dengan mengganti dengan energi baru dan terbarukan.
Juga instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang usulan PLTU batu bara dalam Rencana Usulan Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Salah satu energi baru yang merupakan energi hijau dan ramah lingkungan adalah PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir).
Dari catatan sejarah Republik ini, sejak pengoperasian Reaktor Nuklir Triga Mark di Bandung thn 1965 karya Bung Karno, pesan Bung Karno untuk memperbanyak reaktor nuklir di-Indonesia khusus pembangunan PLTN belum terwujud sampai saat ini karena terjadi pro dan kontra berkepanjangan.
Dengan Paris Agreement dan pernyataan L.B. Pandjaitan tersebut diatas, timbul pertanyaan: apakah saat ini Indonesia siap untuk kehadiran PLTN.
Untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting tersebut, maka para nara sumber ini akan memberikan jawaban sesuai data dan fakta. Dalam rangka membahas tema tersebut diatas, maka FGD menampilkan 3 nara sumber masing-masing:
- Tulis Jojok Surjono, ST,M.P.Eng,PhD, yang materinya berjudul “Teknologi Nuklir Untuk Kedaulatan Energi: Perjalanan Indonesia menuju Implementasi PLTN”.
- Dr. Suparman, dengan materi yang berjudul: “Keekonomian dan Daya Tarik Investasi PLTN”.
- Prof.Dr.Ir. Anhar R. Antariksawan, dengan judul materi: Kesiapan SDM Indonesia Dalam Implementasi PLTN”.
Pemaparan Tulis Jojok Surjono ST,M.P.Eng,PhD, menyampaikan infrastruktur pendukung yang telah dilakukan untuk persiapan pembangunan PLTN, yaitu:
- Hasil Integrated Nuclear Infrastructure Review(INIR) Mission dari IAEA pada 2009: 16 dari 19 infrastruktur PLTN untuk fase pertama sudah siap. Yang belum yaitu Posisi Nasional, Manajemen dan Keterlibatan Pemangku Kepentingan;
- SDM: Tersedia lulusan STTN dan Tehnik Nuklir UGM, ITB, dan Perguruan Tinggi lain.;
- Regulasi telah tersedia berbagai peraturan dan SDM Regulator;
- Pengalaman membangun dan mengoperasikan 3(tiga) reaktor riset, serta fasilitas nuklir lain;
- Telah dilakukan survey tapak PLTN di-beberapa lokasi;
- Penguasaan teknologi melalui litbangjirap diberbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi.
Bertolak dari infrastruktur pendukug tersebut, maka disimpulkan sbb.: 1. Teknologi nuklir dapat menjadi solusi utama bagi kedaulatan energi Indonesia; 2. Dengan dukungan infrastruktur, regulasi yang kuat serta kolaborasi nasional dan internasional, Indonesia berpotensi untuk mempercepat implementasi PLTN demi memenuhi kebutuhan energi nasional dimasa depan. 3. Kebijakan Presiden, DPR –Go Nuclear.
Dr. Suparman dalam pemaparannya al mengatakan bahwa selama ini terjadi pro dan kontra PLTN, dimana yang pro mengatakan biaya operasi rendah, energi bersih, andal, skabilitas, sedangkan yang kontra mengatakan biaya investasi tinggi, limbah RA (radio aktif), risiko kecelakaan, penerimaan masyarakat.
Kemudian dijelaskan skema pendanaan PLTN terdiri dari:
- POLA PENDANAAN KONVENSIONAL yaitu: a. Didasarkan pada kontrak turnkey antara Pemerintah Indonesia sebagai pemilik perusahan pembagkit listrik(power utility) dengan kontraktor EPC; b. Sebagian besar pendanaan berasal dari kredit ekspor dari Negara pengekspor teknologi dan sebagian lagi berupa modal/ekuiti dari Pemerintah atau utility; c. Jika jumlah pinjaman ekspor kredit tidak mencukupi, maka bank komersial asing juga akan dibutuhkan untuk melengkapi porsi pinjaman luar negeri yang dibutuhkan. Pola Pendanaan Konvensional ini contohnya seperti: UEA membangun 4 unit PLTN kerjasama dengan Korea Selatan yang semuanya sudah beroperasi. Kemudian Bangladesh sedang membangun 2 unit PLTN oleh ROSATOM. Ada juga Mesir yang sedang membangun 4 unit PLTN oleh ROSATOM.
- PENDANAAN ALTERNATIF: BOO(BULID, OWN OPERATE = Bangun, Miliki dan Operasikan): Pihak swasta membiajai, membangun, mengoperasikan, memelihara dan menjual listrik; Contoh: Turki. Pihak Rusia membangun dan mengoperasikan PLTN, listrik dijual 12,5 cent/kWh selama 15 tahun ke PLNnya Turki.
Prof.Dr.Ir. Anhar R. Antariksawan dalam penyajiannya menjelaskan SDM yang disiapkan meliputi 3 kelompok yaitu:
- Skilled Trades, terdiri dari Carpenters, Electricians, Operators of Heavy Equipment, Masons, Pipefitters, Sheet Metal Workers, Welders, Mechanics, Project Managers;
- PROFESSIONS, yaitu: Accountants, Cybersecurity Specialists, Communicators, Health Physicists, Lawyers, Subject Matter Experts, Policy Analysts, Entrepreneurs, Financial Managers;
- ENGINEERING, TECHNICIANS & RADIOLOGISTS, yaitu: Chemists, Chemical Engineers, Radiation Protection specialists, Reactor Operators, Scientists, Nuclear Engineers, Safety and Environmental Impact Specialists, Civil Engineers, Mechanical Engineers.
Kemudian, kebijakan pengembangan SDM diarahkan pada upaya:
- Mendukung kecukupan jumlah SDM ketenaganukliran dan ketenagalistrikan yang kompeten;
- Mendukung ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan;
- Mendukung peningkatan lembaga kompetensi/sertifikasi; 4. Meningkatkan kerjasama dibidang SDM PLTN nasional maupun internasional.
Dalam upaya kesiapan SDM, maka hal-hal yang perlu dipertimbangkanialah:
- Rekruitment SDM untuk proyek pembangunan PLTN mulai sejak keputusan proyek khususnya yang akan terlibat dalam fase konstruksi dan operasi PLTN;
- Tidak dapat dihindari bahwa untuk pembangunan PLTN pertama, termasuk penyiapan SDM, harus didukung melalui kerja sama dengan Negara yang telah memiliki pengalaman baik bilateral maupun multilateral, khususnya Negara Vendor;
- Penyusunan standar kompetensi untuk pekerja di proyek nuklir perlu dilakukan, termasuk tata kelola sertifikasinya, segera setelah keputusan proyek diambil pemerintah. Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi profesi ketenaganukliran(mis. BKTN PII) dan beberapa lembaga pelatihan dan sertifikasi personal ketenaganukliran yang ada (profesi petugas proteksi radiasi keamanan zat radioaktif).
Bertolak pada penyampaian tersebut diatas, maka Prof.Dr.Ir. Anhar R. Antariksawan berkesimpulan bahwa:
- Pembangunan PLTN memerlukan sumber daya dalam jumlah besar, disiplin ilmu bervariasi, kualifikasi sesuai tugas dan tanggung-jawab(nuklir dan non-nuklir);
- Indonesia telaf memiliki infrastruktur pendidikan dan sebagaian pelatihan dasar dalam ketenaganukliran. Untuk pelatihan tingkat lanjut, terutama kebutuhan OJT, perlu melakukan kerja sama dengan Negara yang memiliki PLTN;
- Selain itu standar kompetensi bidang ketenaganukliran untuk kualifikasi perlu disusun;
- Pengembangan SM ketenaganukliran perlu disiapkan secara tepat waktu.
Setelah pemaparan dari 3 nara sumber tersebut, dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi yang dibagi dalam 4 kelompok, terdiri dari:
- Kelompok Kebijakan dan Regulasi;
- Kelompok Teknologi, Standar Keselamatan dan Lingkungan;
- Kelompok Ekonomi dan Investasi;
- Kelompok Masyarakat dan Pendidikan. Dari hasil Tanya jawab dan diskusi kelompok, maka tidak ada satupun yang anti/menolak kehadiran PLTN di-Indonesia saat ini.
Pada umumnya mendukung kehaditan PLTN pertama secepatnya, dengan memperhatikan berbagai masukan dalam berbagai bidang tersebut, baik yang dikemukakan oleh nara sumber maupun peserta lainnya.
FGD ini disamping dihadiri oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah PA-GMNI, juga hadir para ahli nuklir dan bidang terkait dari berbagai Universitas seperti UGM, UI, ITB, Undip, Unair, Univ. Brawidyaya, dan perguruan tinggi yang lain serta lembaga-lembaga pemerintah yaitu Kementerian ESDM, PLN, BRIN, BAPETEN, dan lain-lain serta organisasi professional/Ormas seperti PII, LKN(Lembaga Kajian Nawacita), HIMNI(Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia).
Dari catatan sejarah sejak Orde Baru sampai saat ini, mungkin ada ratusan kali Seminar, Diskusi, FGD dan forum-forum yang lain dengan tema utama tentang KEHADIRAN PLTN di-Indonesia, namun sampai saat ini pembangunan PLTN pertama tidak terwujud.
Semoga FGD yang dilaksanakan oleh PA-GMNI ini dengan terinspirasi pesan strategis Bung Karno sebagaimana diutarakan diatas, disertai tuntutan obyektif baik global maupun nasional, PLTN pertama di-Indonesia, akan segera menjadi kenyataan.
Bila ini terjadi maka PA-GMNI mengukir sejarah penting bagi kehadiran PLTN di-Indonesia.
Artinya dengan PA-GMNI melaksanakan FGD dengan tema tersebut diatas, Presiden Prabowo Subianto pada akhir tahun 2024 ini akan mendeklarasikan “Indonesia Go Nuclear” dan pembangunannya dimulai tahun 2025 memenuhi roadmap yang digariskan oleh Undang-undang No. 59 tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045, dimana dalam RPJM Nasional ke-II tahun 2030-2034, PLTN pertama sudah beroperasi.
Pembangunan PLTN pertama perlu dimulai pada tahun 2025, karena untuk membangun PLTN yang komersial dan telah teruji dengan kapasitas 1000MW keatas, perlu waktu 5-10 tahun, tergantung berbagai hal.
Kecuali untuk pembangunan reaktor nuklir jenis MSR (Modular Small Reactor) yang berkapasitas kecil dapat dibangun dalam jangka waktu pendek(dibawah 3 tahun).
Dalam mengakhiri tulisan ini, Penulis ingin menyetir sambutan dari Prof.Dr. Arief Hidayat pada alinea penutup, yang mengatakan sebagai berikut:
“Dalam pandangan saya, pertarungan kedua wacana (PRO dan KONTRA PLTN) diruang-ruang public itulah kiranya yang turut berkontribusi, bahkan menentukan jalan serta langkah progresif realisasi visi dan kebijakan Negara perihal pemanfaatan energi nuklir untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan energi masa depan.
Setiap orang, siapapun kita, masyarakat pada umumnya, tidak akan dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkaran wacana yang membentuk cara memahami segala sesuatu yang dilihat. Pandangan seseorang akan sesuatu dipengaruhi oleh wacana yang memperkenalkan sesuatu tersebut.
Dalam kerangka pikir itulah, saya melihat FGD yang diselenggarakan ini menjadi sangat urgen dan strategis ditengah konstentasi kedua wacana tersebut.
Mengingat judul FGD, maka posisinya menjadi sangat jelas dalam kontestasi kedua wacana tersebut.
Harapannya, sebagaimana tujuan diselenggarakan FGD ini, yaitu merumuskan langkah konkrit untuk mengatasi hambatan percepatan implementasi energi nuklir dan titik awal terbangunnya konsensus diantara pemangku kepentingan tentang roadmap pengembangan energi nuklir.
FGD ini akan mengakhiri konstetasi wacana dengan memberikan argumentasi yang kokoh, obyektif, komprehensif dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan demikian seluruh pihak memahami dan dapat diyakinkan bahwa kedaulatan dan ketahanan energi nasional, yang sejalan pula dengan visi para Pemimpin Bangsa, dapat diwujudkan melalui pengembangan energi nuklir, dengan pembangunan PLTN yang berstandar keselamatan tinggi dan berkelanjutan”.
Jakarta, 14 Oktober 2024.
Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI
Drs. Markus Wauran.