Pada Kamis, 9 September 2021, bertempat di Hotel Aston, jalan Simatupang, Jakarta, PT Thorcon Power Indonesia, secara resmi diumumkan yang ditandai dengan pemotongan nasi tumpeng, kemudian dilanjutkan dengan paparan yang dihadiri oleh sekitar 30 orang sesepuh, senior nuklir dan mantan pejabat BATAN dan beberapa pejabat BATAN antara lain, Iyos Subki, mantan Kepala BATAN periode 1996-2202; Dr Bakri Arbie, mantan Deputi BATAN; Dr Hendri Windarto, staf ahli bidang teknologi Dewan Ketahanan Nasional; Dr Susilo Widodo, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia termasuk penulis sendiri.
Acara dipimpin langsung oleh Bob S. Effendi sebagai Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia (disingkat TPI) yang dihadiri oleh Komisaris PT TPI, Dr Surat Indrijarso yang pernah menjabat sebagai Deputi PMK Sekretaris Kabinet, serta 13 orang karyawan Thorcon lainnya.
Awalnya Thorcon telah beroperasi sejak 2015 sebagai Kantor Perwakilan dengan Kepala Perwakilannya Bob S. Effendy.
Kiprah Thorcon di Indonesia dimulai dengan kerjasama antara PT PLN, PT INUKI (PT Industri Nuklir Indonesia), PT Pertamina dan Martingale Inc. dalam sebuah MOU yang di tandatangan pada tanggal 13 November 2015 di Washington DC, Amerika Serikat. Nicke Widyawati antara lain yang hadir saat itu mewakili PT PLN dalam jabatannya sebagai Direktur Perencanaan Bisnis PLN dan sekarang Direktur Utama PT Pertamina.
Keempat perusahaan sepakat untuk membentuk KONSORSIUM Indonesia Thorium(KIT) yang bertujuan nuntuk mengembangkan dan membangun Thorium Molten Salt Reactor 500 MW dengan melakukan Studi Pra-kelayakan dan di lanjuti oleh Studi Kelayakan yang mencakup: Lokasi,Teknologi, Pasokan Bahan Bakar, Galangan Kapal, Produk Tambahan Dari Pembangkit, Keekonomian, Mitigasi Risiko, Dampak Lingkungan, Pengelolaan Limbah, Studi Jaringan Listrik, Regulasi dan Peraturan Perundangan.
Sebelum rampung hasil studi pra-kelayakan tersebut, Konsorsium kehilangan semangat karena Kementerian ESDM membatalkan rencana“Go-Nuklir,” sedangkan hasil kajiannya telah diterbitkan dalam “Buku Putih PLTN 5000 MW” yang sempat di rilis media. Menurut beberapa sumber, kajian tersebut batal diberikan kepada Presiden, bahkan Menteri ESDM saat itu Sudirman Said mengatakan PLTN masih berstatus pilihan terakhir.
Walaupun berbagai kajian termasuk yang di lakukan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan yang ada dalam buku Putih tersebut mengatakan bahwa target 25% EBT pada 2025 tidak mungkin tercapai tanpa masuknya 5000 MW PLTN. Kajian ini yang menjadi dasar dari terbitnya Buku Putih tersebut.
Tetapi hal tersebut tidak mengurangi semangat Bob S. Effendi yang saat itu seorang diri sebagai Kepala Perwakilan Thorcon di Indonesia. Komunikasi secara intens dengan Pemerintah baik secara tertulis, diskusi langsung bahkan melalui media sosial termasuk YouTube untuk mempromosikan proposal Thorcon yang sejak awal sampai sekarang tidak pernah berubah yaitu, membangun Thorium Molten Salt Reactor 500 MW yang akhirnya popular disebut PLTT (Pembangkit Listrik Tenaga Thorium), dengan investasi swasta tanpa APBN melalui skema Independent Power Producer (IPP) dengan target harga jual listrik di kisaran US$6 sen per kwh.
Momentum Thorcon terlihat mulai berubah ketika figure ini bergabung dengan Pokja ESDM Komite Ekonomi dan Industri Nasional, dengan Ketua Pokja di pimpin oleh Zulnahar Usman yang menjadikan nuklir sebagai salah satu agenda prioritas pokja ESDM KEIN. Pada tahun 2018 Kantor Perwakilan Thorcon International mulai berkantor di kompleks perkantoran elit kawasan Sudirman, World Trade Canter dan merekrut 2 karyawan pertama, Ir Heddy Khrishyana MSc, mantan karyawan BATAN dan BAPETEN serta seorang sekretaris Dhita Ashari yang akhirnya menjadi Government Relation PT Thorcon Power Indonesia.
Walaupun Kantor perwakilan saat itu hanya diawaki oleh 3 orang, namun gaungnya Thorcon mulai menyebar kemana-mana dengan berbagai kegiatan dan aksi yang selalu ter-expose keluar melalui berbagai media. Dalam upaya mengsosialisasi dan mencari mitra di-Indonesia, mengalami berbagai hambatan dan tantangan yang mengecewakan. Namun hambatan dan tantangan ini tidak membuat Bob Effendi patah semangat dan kehilangan arah, tapi malah di-jawabnya dengan berbagai upaya dan terobosan ke-berbagai pihak dengan sikap arif, bijaksana dan telaten dengan terus meyakinkan semua pihak, bahwa PLTT layak dibangun di Indonesia. Dari pengamatan Penulis, sebagai orang yang telah mengamati sektor nuklir selama 30 tahun, dapat mengatakan bahwa belum ada orang yang berjuang untuk nuklir sekeras Bob.
Sebagaimana diketahui, Molten Salt Reactor(MSR), dikembangkan awal oleh ORNL(Oak Ridge National Laboratory) di-AS, dipimpin oleh Alvin Weinberg. Reaktor daya dengan bahan bakar Thorium ini berhasil di-uji coba dari 1965 s/d 1969 atau lebih dari 13.000 jam tanpa ada masaalah apapun juga. Salah satu keunggulan MSR adalah karena memakai bahan bakar garam cair yang memilki titik didih pada 1700 derajat Celsius, reaktor ini tidak bertekanan, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti Fukushima tidak mungkin, sehingga membuat biaya pembuatannya menjadi murah.
Saat ini di China, melalui Shanghai Institute of Applied Physic (SINAP) setelah melakukan penelitian MSR sejak 2013 telah siap mengoperasikan MSR skala pilot project 2 MW di Propinsi Wuwei. Kini sedang bersiap-siap menguji reaktor nuklir bertenaga thorium September ini. Pengembangan ini dilakukan karena teknologi garam cair ada sisi kelebihan dari reaktor uranium biasa, sehingga China dapat memenuhi target terkait iklimnya. Dilansir dari France24, pada akhir Agustus kemarin, China telah menyelesaikan pembangunan reaktor nuklir garam cair berbahan bakar thorium pertama di tengah Gurun Gobi, di utara China.
Rencananya mereka akan memulai tes pertama teknologi alternatif untuk reaktor nuklir dalam dua minggu ke depan. Menurut jurnal ilmiah Nature, prototipe bertenaga rendah ini hanya dapat menghasilkan energi untuk sekitar 1.000 rumah. Namun jika tes berhasil, China akan memulai program untuk membangun reaktor lain yang mampu menghasilkan listrik untuk lebih dari 100.000 rumah. Menurut rencana, SINAP men-targetkan TMSR komersial 100 MW, akan beroperasi pada tahun 2035. Salah satu ahli MSR SINAP yang terlibat sejak awal dan menjadi Direktur Perijinan program TMSR Cina, Professor Dr. Kun Chen saat ini bergabung dengan Thorcon sebagai Chief Nuclear Officer.
IAEA dalam sebuah webminar pada 20 Agustus 2020 bahkan mengatakan bahwa MSR adalah game changer dalam sektor industri nuklir karena bukan saja memiliki tingkat keselamatan tinggi, tetapi juga ke-eknomisannya jauh lebih murah di banding reaktor lainnya di dunia. Bila nuklir ingin diposisikan sebagai solusi praktis climate change, haruslah dapat menggantikan PLT Batubara secara keekonomian dan yang terexpose luas serta memiliki peluang tersebut mungkin baru Molten Salt Reactor.
Sebagaimana diketahui, PLT Batubara, sangat dominan di-Indonesia, meliputi 57,22% dari semua pembangkit listrik dan disisi lain menyumbang polusi CO2 sangat besar, yang saat ini menjadi musuh semua Negara sebagaimana pernyataan Menko Marves Luhut B. Pandjaitan beberapa hari yl. Penegasan ini juga untuk memenuhi komitmen bersama pada Paris Agreement 2015, dimana Indonesia telah menanda-tangani. Karena itu kehadiran dan Peran PLTT MSR sangat tepat, disamping ke-ekonomiannya lebih murah dari PLT Batubara, juga tidak menghasilkan polusi CO2.
Setelah lebih dari 10 Bulan berbagai upaya persiapan dilaksanakan, maka pada bulan September 2019 Thorcon berhasil menyelesaikan kajian pra-kelayakan terhadap Program Implementasi TMSR500 melalui kerjasama dengan BLU P3Tek (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kelistrikan) Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM yang melibatkan BATAN dan BAPETEN. Adapun hasilnya memuaskan bahkan di katakan “memenuhi harapan Pemerintah”, yaitu : 1) di bangun tanpa APBN 2) harga jual di bawah BPP Nasional 3) tingkat keselamatan tinggi dan 4) komponen termasuk reaktor dapat di buat di Indonesia. Kajian dalam rekomendasinya menyarankan untuk di-pertimbangkan sebagai solusi energi rendah karbon untuk masuk bauran 2027-2028.
.Namun kerjasama dengan Kementerian ESDM cq Balitbangnya tidak cukup, karena ada badan Pemerintah yang lebih tinggi yang memegang kewenangan soal energi. Atas dasar pemahaman tersebut, maka pendekatan, konsultasi dan kajian bersama staf inti (Deputy) Menko Marvest dilakukan. Setelah melalui berbagai pertemuan intensif selama 7 bulan, maka keluar rekomendasi untuk melakukan persiapan implementasi dengan melakukan berbagai kajian dan kegiatan yang di harapkan nantinya dapat di jadikan pertimbangan pemerintah untuk menjadikan program PLTT ini sebagai proyek prioritas nasional.
Sebagai tindak lanjut rekomendasi tersebut, Thorcon(PT TPI) akan melakukan implementasi melalui 4 tahapan dimana pada setiap tahapan Pemerintah dapat mengevaluasi melanjutkan atau tidak, yaitu: Tahapan I: Melakukan berbagai kajian yang di minta oleh Pemerintah yang saat ini sedang di laksanakan.
Tahapan II: Bila seluruh Kajian selesai pada kuartal II 2022, di harapkan setelah mempertimbangkan kajian-kajian tersebut, Pemerintah dapat memberikan payung hukum terhadap proyek yang bernilai Rp 17 triliun ini, dalam bentuk Perpres. Bila Perpres keluar maka tahap II di-mulai yaitu membangun fasilitas uji non-fisi dimana seluruh sistim keselamatan pasif dan thermohidrolik dapat di test oleh Bapeten yang di awasi oleh seluruh pakar nuklir, sehingga meyakinkan Pemerintah dan meningkatkan kepercayaan terhadap desain Thorcon.
Tahapan III: Bila uji non-fisi sukses yang di perkirakan pada tahun 2024, maka tahap III di mulai yaitu pembangunan prototipe PLTT di galangan kapal Korea Selatan dimana di harapkan pada tahun 2025 unit prototipe sudah berada di lokasi di Bangka-Belitung untuk memulai uji fisi dari zero-power sampai full-power secara bertahap dan berbagai uji lainnya yang dapat membuktikan sistim keselamatan Thorcon, sehingga di harapkan pada tahun 2027sudah mendapatkan ijin operasi sebagai reaktor prototype. Tahap IV: Setelah tahap III tersebut dilewati, maka masuk ke-tahap IV yaitu melalui proses perijinan, reaktor prototipe berubah fungsi menjadi reaktor komersial sehingga pada tahun 2028 dapat beroperasi sebagai reaktor komersial alias PLTT yang sudah teruji.
Pendekatan Thorcon yang bertahap dan sistimatis dalam mengimplementasikan sebuah Reaktor Molten Salt(MSR) pertama di-Indonesia, merupakan langkah yang tepat yang bukan saja membuat Pemerintah tidak ragu tetapi bagi regulator nuklir, Bapeten mendapat pengalaman pertama yang sangat berharga, karena walaupun sudah memiliki aturan perijinan PP No 2 tahun 2014, tetapi adalah aturan yang di dasari oleh reaktor air ringan yang jelas berbeda dengan reaktor garam cair yang akan di bangun oleh Thorcon, di tambah Bepeten juga belum memiliki pengalaman memproses ijin PLTN jenis apapun sehingga baik Thorcon maupun Bapeten dalam posisi sama-sama belajar.
Salah satu kajian yang di minta Pemerintah adalah kajian keselamatan dari IAEA(International Atomic Energy Agency), lembaga PBB yang bermarkas di-Wina, Austria. Kajian IAEA memang diperlukan karena salah satu tugasnya adalah melakukan pengawasan atas pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah melalui surat dari Kementrian Maritim dan Investasi secara resmi memohon kepada IAEA melalui Deputy Director Nuclear Safety untuk melakukan high-level safety assessment terhadap dokumen keselamatan Thorcon dan mereka menyanggupi untuk melakukan kajian tersebut.
Ini merupakan sebuah tonggak penting dalam sejarah nuklir Indonesia karena ini adalah pertama kali sebuah Kementerian, meminta IAEA untuk mengkaji sebuah design reaktor daya pembangkit listrik/PLTT pertama di Indonesia dan juga merupakan sebuah sejarah bagi IAEA, karena ini adalah design SMR pertama yang di minta oleh Negara anggota untuk di kaji. Walaupun mungkin ada pihak yang meragukan, tetapi Berhubung Bapeten belum memiliki pengalaman dalam pengkajian keselamatan nuklir, maka Bapeten sebagai lembaga yang berwenang terhadap keselamatan nuklir membagi diri bersama Thorcon mengikuti berbagai pelatihan yang diberikan Thorcon dengan Prof Kun Chen sebagai trainer secara online di-ikuti sebagian besar staf Bapeten dengan serius.
Thorcon berkali-kali menegaskan kepada Pemerintah, baik yang telah di sampaikan secara tertulis maupun lisan, serta penyampaian kepada masyarakat luas melalui berbagai media sosial, tentang Komitmen Thorcon dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium(PLTT), yaitu dirumuskan dalam 6 butir sbb.:
- Mengembangkan dan membangun Thorcon 500 MW TMSR(FOAK – first of a kind) dengan investasi swasta sebesar Rp. 17 Triliun tanpa APBN melalui skema IPP dengan harga jual listrik di kisaran USD0.06 per kwh dengan target operasi komersial 2028.
- Menjamin bahwa kejadian Fukushima atau Chernobyl tidak akan terjadi dengan disain Thorcon.
- Akan melakukan implementasi bertahap melalui 4 tahap untuk mengurangi resiko dan meningkatkan kepastian.
- Dapat meningkatkan kapasitas (Nth of Kind/NOAK) tambahan pada 2028-2030 maksimal 6 unit atau setara 3000MW diberbagai lokasi di-Indonesia.
- Akan memberikan transfer knowledge, teknologi dan meningkatkan kapasitas kemampuan BUMN sehingga dapat membangun komponen TMSR500 termasuk reaktor serta membuat bahan bakar nuklir yang akan menjadi embrio industri nuklir nasional.
- Paska 2040 akan membangun pabrik TMSR500 di-Indonesia dengan kapasitas produksi 20 unit atau setara 10.000MW per tahun yang akan serap 5000-10.000 tenaga kerja.
Komitmen tersebut diatas dirumuskan dalam beberapa kata yaitu TANPA APBN, MURAH, AMAN, BERTAHAP, SCALE-UP CEPAT, TKDN & TRANSFER TECHNOLOGY DAN BANGUN PABRIK. Komitmen ini sesungguhnya bagi sektor nuklir Indonesia merupakan suatu kemajuan yang tak terduga, too good to be true, sehingga ada kebanggan tersendiri. Prestasi dan nilainya akan sangat menguntungkan sektor nuklir Indonesia, karena bila terealisasi, Indonesia akan setara dengan negara lain seperti Korea Selatan dan China yang mampu membangun industri nuklir.
Disamping perjuangan intensif di Pemerintah Pusat, maka Thorcon juga melakukan pendekatan dengan beberapa Pemerintah Daerah untuk mencari lokasi bagi prototipe PLTTnya yang sangat tepat dan sangat memenuhi syarat. Setelah berdiskusi dengan Pemerintah Pusat, Thorcon sepakat untuk penempatan pada sebuah pulau tidak berpenghuni untuk menghindari berbagai isu yang mungkin muncul.
Salah satu Propinsi yang dengan cepat merespon adalah Pemerintah Propinsi Bangka-Belitung, sehingga pada tanggal 31 Juli 2020, MOU antara Kantor Perwakilan Thorcon International dengan Pemerintah Propinsi Bangka Belitung di tanda-tangani. Gubernur Erzaldi Rosman melihat peluang bahwa dengan hadirnya PLTT di Bangka-Belitung/Babel akan merubah perekonomian daerahnya yang selama ratusan tahun menggantungkan kepada sumber daya alam khususnya Timah. Dengan kehadiran PLTT ini, Babel kedepan akan berkembang menjadi sebuah propinsi yang berbasis teknologi tinggi, sehingga dapat mengangkat kesejahteraan masyarakatnya. Sebagaimana diketahui, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Bangka-Belitung merosot dari peringkat 28 di 2011 menjadi 29 dari 33 propinsi pada tahun 2020.
Dari berbagai pendekatan tersebut, maka Thorcon telah mengambil keputusan untuk membangun PLTT didaerah Bangka Belitung. Disamping secara tehnis dan ekonomis memenuhi syarat tersebut diatas, juga karena Gubernur Provinsi Bangka Belitung sangat mendukung proyek PLTT ini dengan ikut berjuang ke Pemerintah Pusat baik melalui tatap muka dengan pejabat pusat maupun menulis surat pada instansi pusat terkait seperti Presiden RI, Menko Marves, Menteri ESDM, Menteri Ristek, Kepala BAPETEN, dan Dirut PLN. Dipilihnya Bangka Belitung juga karena hasil survey/studi tapak BATAN bahwa Bangka Belitung memenuhi syarat untuk dibangun PLTN (tentu termasuk PLTT)serta tidak terletak di Ring Fire.
Kegiatan Thorcon 2021-2022 antara lain meliputi Survey Penerimaan Masyarakat (kerjasama dengan Universitas Sebelas Maret), Kajian singkat dokumen Keselamatan(dengan IAEA dan BAPETEN), Feasibility Study, Grid Study, Site Study(dengan PLN Enjineering), Kajian TKDN dan local content(yang rencanannya dengan Surveyor Indonesia), Pembangunan dan Penelitian Lab. Molten Salt Fuel(dengan ITB-Institut Teknologi Bandung/UCB/VT), Advance Training untuk BAPETEN & Konsultasi Persiapan Tahapan Proses Perijinan (BAPETEN, UGM-Universitas Gajah Mada), Kajian Ekologi&Lingkungan Pulau Kelasa(dengan ITB/UBB/CoralVita). Kajian2 ini perlu dilakukan memenuhi peraturan yang ada serta permintaan Pemerintah sebagai bahan pertimbangan.
Menurut perhitungan, budget 12 bulan kedepan PT TPI cukup memadai. Upaya Thorcon untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar ini dengan membuka perusahaan PMA di Indonesia yang bergerak dalam bidang PLTN dengan karyawan 13 orang perlu di apresiasi sebagai upaya yang serius mengingat perusahaan swasta milik anak bangsa Indonesia yang bergerak dibidang energi nuklir belum ada, sedangkan bidang ini kedepan, sangat menjanjikan.
Keberadaan, prestasi, popularitas dan perkembangan signifikan yang dicapai oleh Thorcon dalam menghadirkan PLTT di-Indonesia sampai saat ini, perlu diperhitungkan berbagai pihak. Diakui semua pihak bahwa prestasi yang diraih Thorcon selama ini untuk persiapan pembangunan PLTT di-Indonesia, tidak terlepas dari figure Bob Effendi. Dalam catatan jejak perjuangannya, sudah tercatat dalam sejarah nuklir Indonesia dalam membuka pintu PLTN serta menghadirkan PLTT di-Indonesia melalui Thorcon.
Penulis mengenal Beliau secara Pribadi sejak 2015, seorang pekerja dan pemikir yang memiliki semangat juang paripurna, ulet, gigih, luwes dalam komunikasi, mampu memberi argumentasi yang meyakinkan, serta dedikasinya all-out tanpa mengenal lelah dan kata menyerah, apapun hambatan dan tantangan yang dihadapinya. Bob S. Effendy adalah Putra Indonesia dari Jawa Barat, putra sulung dari Rahayu Effendy sebagai ibu kandungnya, , seorang artis terkenal di-era 1970’an dan kakak dari Dede Yusuf Effendi , Wakil Ketua Komisi X DPR-RI saat ini(2019-2024) dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2008-2013. Tokoh ini adalah lulusan computer engineer dari AS di tahun 80’an.
Putra Sulung ini meniti karir awalnya sebagai engineer di perusahaan minyak, gas dan tambang batubara selama kurang lebih 25 tahun. Sejak thn 2013 menjadi Konsultan dibidang energi bersih dan pendukung energi nuklir. Sejak 2015, menjadi Thorcon Chief Representative di-Indonesia, dan mulai September 2021 menjadi Direktur Operasi P.T. Thorcon Power Indonesia Cabang Indonesia. Pada tahun 2017 menjadi Anggota Kelompok Kerja Komite Ekonomi dan Industri Nasional(KEIN) yang agendanya antara lain mendesak Pemerintah untuk menjadikan energi nuklir sebagai agenda prioritas. Dalam perkembangannya telah beralih kepada program pembangunan PLTT dengan mempersiapkan TMSR sebagai Prioritas Nasional thn 2022.
Setelah semua tahap persiapan yang dicapai sampai saat ini, lalu di-ikuti dengan proses selanjutnya sampai tahap akhir yang diharapkan berjalan lancar, maka di-perhitungkan PLTT rancangan Thorcon akan beroperasi di-Indonesia pada tahun 2028 untuk tujuan komersial. Jika ini terjadi, maka Thorcon adalah pihak pertama yang membangun PLTT Pertama di-Indonesia.
Itu berarti Thorcon berhasil menghentikan wacana pembangunan PLTN yang telah berlangsung puluhan tahun, menjadi kenyataan. Karena itu perlu diacung jempol untuk Thorcon.
Penulis: Markus Wauran
Wakil Ketua Pendiri PP-HIMNI.