Manado – Kabar adanya pabrikan yang mampu menjadi solusi atas keterpurukan harga cengkih di tanah nyiur melambai seakan menjadi angin segar bagi petani ‘emas coklat’ ini.
Namun mendasari itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut melalui Komisi 2 mempertanyakan konsistensi terkait harga tersebut.
Di hadapan Kepala Dinas Pekebunan Sulut, Ketua Komisi 2 Cindy Wurangian mempertanyakan sejumlah hal.
“Yang pertama, akses bagi petani dijamin atau tidak. Jangan hanya pengepul besar yang nantinya diterima. Kedua, terkait kuotanya seperti apa, apakah sebanyak yang dibawa dibeli dengan harga Rp.85 ribu, atau punya batasan misalnya harga itu batas 10 kilogram untuk jumlah berikutnya menyesuaikan harga pabrikan,” tanya Wurangian.
Lanjut Cindy Wurangian, tentang kadar air yang harus konsisten.
“Kita berharap harga tersebut konsisten, jangan hanya manis di mulut saja atau kata lain surga telinga untuk petani. Ini langkah baik, kami DPRD sangat mendukung,” tuturnya.
Sedangkan untuk kelanjutannya, Wurangian berharap harus ada kajian tentang pabrikan yang sudah ada lahan di Sulut.
“Bukan tidak mungkin, beberapa tahun ke depan harga akan ditekan karena pabrikan sudah ada stok. Seperti apa sikap pemerintah itu yang jadi bahan masukan kami,” ungkapnya.
Menjamin itu, Kadis Perkebunan Sulut Refly Ngantung mengatakan pihak pabrikan konsisten dalam memberikan harga.
“Saya jamin harga yang ditetapkan pabrikan. Asal syarat yang diberikan yakni kadar air 13% dan kadar kotor 3%. Mulai detik ini kalau ada yang mau langsung silakan ke gudang PT Djarum di Ranomuut atau Winangun,” jelas Ngantung seraya berujar untuk kuota selagi kemampuan gudang pabrikan masih tersedia, akan menerima hasil dari petani.
(Anggawirya)