Bitung – Rencana BKSDA Sulut bersama Pemkot Bitung membangun Sarana dan Prasarana Wisata Alam di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko mendapat kecaman dari warga.
Pasalnya, di kawasan Tangkoko bakal dibangun sejumlah fasilitas pariwisata modern seperti outbound hingga resort dengan kapasitas besar.
“Rencana itu tak lebih dari sebuah stupid project dari pemerintah,” kata salah satu warga Kelurahan Batuputih Atas Kecamatan Ranowulu, Alfons Wodi beberapa waktu lalu.
Ironinya kata Alfons yang juga sebagai salah satu pemandu pariwisata di Tangkoko, rencana itu tak pernah melibatkan masyarakat sekitar kawasan dan digagas sendiri oleh pemerintah.
“Kami baru tahu ketika diundang menghadiri Rapat Koordinasi dan Konsultasi Publik rencana tersebut di Balai Pertemuan Umum Kantor Wali Kota Bitung,” katanya.
Harusnya kata dia, sebelum konsultasi publik dilakukan, BKSDA dan Pemkot membicarakan dulu rencana itu, apakah menerima atau tidak serta perlu kajian mendalam untuk membangun fasilitas pariwisata modern di kawasan.
“Dari sisi lingkungan, apakah pembangunan fasilitas itu tak mengganggu jalur satwa? Bagaimana dengan resort-resort yang ada di luar kawasan? Apakah itu semua sudah dipikirkan dan dikaji?,” katanya.
Belum lagi, kata dia, berapa banyak pohon yang harus dikorbankan untuk membangun fasilitas pariwisata modern itu yang tentu berimbas pada satwa edemik di Tangkoko.
“Kalau alasannya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, apa jaminannya dan tolak ukurannya? Toh dari awal kami masyarakat sudah menikmatinya tanpa embel-embel fasilitas pariwisata modern,” katanya.
(abinenobm)
Bitung – Rencana BKSDA Sulut bersama Pemkot Bitung membangun Sarana dan Prasarana Wisata Alam di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko mendapat kecaman dari warga.
Pasalnya, di kawasan Tangkoko bakal dibangun sejumlah fasilitas pariwisata modern seperti outbound hingga resort dengan kapasitas besar.
“Rencana itu tak lebih dari sebuah stupid project dari pemerintah,” kata salah satu warga Kelurahan Batuputih Atas Kecamatan Ranowulu, Alfons Wodi beberapa waktu lalu.
Ironinya kata Alfons yang juga sebagai salah satu pemandu pariwisata di Tangkoko, rencana itu tak pernah melibatkan masyarakat sekitar kawasan dan digagas sendiri oleh pemerintah.
“Kami baru tahu ketika diundang menghadiri Rapat Koordinasi dan Konsultasi Publik rencana tersebut di Balai Pertemuan Umum Kantor Wali Kota Bitung,” katanya.
Harusnya kata dia, sebelum konsultasi publik dilakukan, BKSDA dan Pemkot membicarakan dulu rencana itu, apakah menerima atau tidak serta perlu kajian mendalam untuk membangun fasilitas pariwisata modern di kawasan.
“Dari sisi lingkungan, apakah pembangunan fasilitas itu tak mengganggu jalur satwa? Bagaimana dengan resort-resort yang ada di luar kawasan? Apakah itu semua sudah dipikirkan dan dikaji?,” katanya.
Belum lagi, kata dia, berapa banyak pohon yang harus dikorbankan untuk membangun fasilitas pariwisata modern itu yang tentu berimbas pada satwa edemik di Tangkoko.
“Kalau alasannya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, apa jaminannya dan tolak ukurannya? Toh dari awal kami masyarakat sudah menikmatinya tanpa embel-embel fasilitas pariwisata modern,” katanya.
(abinenobm)