Bitung, BeritaManado.com – Salah satu aktivis lingkungan Kota Bitung, Alfons Wodi menyatakan kebijakan membuka kran ekspor pasir laut menimbulkan multi efek bagi nelayan.
Apalagi bicara pasir laut, wilayah Kota Bitung kata Alfons, juga memiliki potensi penambangan sehingga tanda awas pagi masyarakat, terutama nelayan dan warga pesisir.
Kebijakan ekspor pasir laut kembali dibuka dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), 15 Mei 2023.
PP No 26/2023 yang ditandatangani Jokowi mencabut Keputusan Presiden Nomor 33/2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Regulasi ini menitikberatkan pada substansi sedimentasi sebagai hal yang dapat dikelola atau dieskspor.
Menurut Alfons, tambang pasir laut dapat memiliki dampak yang signifikan pada nelayan dan komunitas pesisir yang bergantung pada sumber daya laut.
Salah satu pentolan Walhi Sulawesi Utara ini menyampaikan sejumlah dampak akibat aktivitas tambang pasir. Mulai dari ancaman penurunan stok ikan.
Menurutnya, tambang pasir laut biasanya melibatkan penggalian atau penyedotan pasir dari dasar laut. Proses itu, kata dia, dapat mengganggu habitat ikan dan ekosistem terkait di sekitarnya.
‘Ketika habitat ikan terganggu, stok ikan dapat menurun secara signifikan. Ini dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan dan mempengaruhi mata pencaharian mereka,” kata Alfons, Selasa (13/6/2023).
Kerusakan terumbu karang, juga akan terjadi akibat tambang pasir laut sering kali dilakukan di daerah yang memiliki terumbu karang yang rentan. Aktivitas tambang seperti penggalian atau penyedotan dapat menyebabkan kerusakan fisik langsung pada terumbu karang yang penting bagi kehidupan laut.
“Kerusakan terumbu karang dapat mengurangi keragaman hayati dan menghancurkan habitat ikan, yang pada gilirannya berdampak negatif pada penangkapan ikan nelayan,” katanya.
Selain itu, perubahan aliran air dan sedimentasi. Tambang pasir laut dapat mengganggu aliran air dan pola sedimentasi di daerah sekitarnya. Proses penambangan pasir laut dapat menyebabkan perubahan aliran air di laut, yang dapat mempengaruhi migrasi ikan dan pola penangkapan ikan nelayan.
Aktivitas tambang, kata Alfons, dapat menyebabkan penumpukan sedimen yang berlebihan, mengurangi kejernihan air dan merusak substrat dasar laut yang penting bagi kehidupan laut.
“Nelayan yang bergantung pada perikanan di wilayah yang terkena dampak tambang pasir laut mungkin mengalami penurunan hasil tangkapan dan pendapatan yang signifikan. Jika stok ikan menurun atau habitat ikan hancur, nelayan dapat mengalami kesulitan dalam mempertahankan mata pencaharian mereka dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” jelasnya.
Dan dampak lainnya, lanjut dia, proses tambang pasir laut kadang-kadang melibatkan konflik antara operator tambang dan nelayan. Ketika wilayah penangkapan ikan yang biasa digunakan oleh nelayan diganggu oleh aktivitas tambang, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan perselisihan antara kedua pihak.
Nelayan, menurutnya sering kali menghadapi kesulitan dalam melindungi hak-hak mereka dan mempengaruhi keputusan tentang izin tambang.
Alfons pun mengingatkan penting untuk diingat bahwa dampak tambang pasir laut dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk lokasi geografis, skala operasi tambang dan langkah-langkah pengelolaan yang diimplementasikan.
“Upaya yang tepat untuk mengurangi dampak negatif dan melindungi mata pencaharian nelayan perlu dilakukan melalui pengaturan yang ketat, pengawasan dan upaya restorasi ekosistem laut yang terkena dampak,” katanya.
(abinenobm)