Manado – Mahyudin Damis kembali memberikan statemen pedasnya terkait proses seleksi KPU Sulut yang kali ini telah memasuki tahap 10 besar. Apa komentar staf pengajar di Fisip Unsrat ini?
Menurutnya, sebagai akademisi tentu tidak berpuas diri dengan tidak masuknya nama-nama anggota KPU Sulut yang lama ke dalam 10 nama yang sudah diumumkan Timsel itu.
“Kinerja timsel sangat tampak mengabaikan “pendekatan proses” dalam proses rekrutmen ini. Timsel sangat “mengutamakan pendekatan hasil”, padahal semuanya berlatarbelakang akademisi. Mestinya mereka mengedepankan pendekatan proses, sehingga publik ikut pula tercerahkan. Tidak sekedar menghilangkan nama-nama anggota KPUD lama, makanya proses rekrutmen ini disebut seleksi,” ujar Mahyudin.
Artinya, lanjut dia dalam proses ini ada pendidikan politik yang sesungguh di dalamnya. Bahwa mereka (timsel) lupa orang-orang yang mereka pilih itu nantinya adalah pejabat publik.
“Sementara kita tahu bersama, lembaga ini tingkat kepercayaannya sangat rendah di mata masyarakat. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap anggota KPU tentu terkait hasil kerja mereka selama ini. Buktinya, anggota KPU/D yang minta maaf ke masyarakat sudah ada, dan yang dipecat oleh DKPP pun sudah jamak. Belum lagi ratusan hasil pemilukada dan pileg yang berakhir di Mahkamah Konstitusi.
“Timsel tetap jalan dengan mengumumkan 10 nama itu, mungkin karena ada lampu hijau dari KPU,” paparnya.
Terkait soal Timsel belakangan ini, bukan berarti “surat Ketua Bawaslu ke KPU yang sifatnya segera itu, untuk mengklarifikasi kinerja timsel anggota KPU Sulut selama ini tak ada “taring”nya atau tak ada manfaatnya.
“Bawaslu dibentuk dengan segala kewenangannya tentu ada gunanya dalam sistem politik dan pemerintahan yang kita anut,” ujar Mahyudin lagi.
Demikian pula halnya dengan Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP), Badan Publik ini berfungsi untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu.
Kedua lembaga ini dibentuk jelas menitikberatkan pelaksanaan praktis asas-asas penyelenggara pemilu sebagaimana dimaktub dalam UU No 15 Thn 2011, meliputi asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akutanbilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Asas inilah yang menjadi pedoman atau pengarah kinerja Timsel, KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam rangka menciptakan pemilu yang berkualitas. Nilai-nilai (values) itulah yang wajib kita junjung tinggi bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara. (aha)
Manado – Mahyudin Damis kembali memberikan statemen pedasnya terkait proses seleksi KPU Sulut yang kali ini telah memasuki tahap 10 besar. Apa komentar staf pengajar di Fisip Unsrat ini?
Menurutnya, sebagai akademisi tentu tidak berpuas diri dengan tidak masuknya nama-nama anggota KPU Sulut yang lama ke dalam 10 nama yang sudah diumumkan Timsel itu.
“Kinerja timsel sangat tampak mengabaikan “pendekatan proses” dalam proses rekrutmen ini. Timsel sangat “mengutamakan pendekatan hasil”, padahal semuanya berlatarbelakang akademisi. Mestinya mereka mengedepankan pendekatan proses, sehingga publik ikut pula tercerahkan. Tidak sekedar menghilangkan nama-nama anggota KPUD lama, makanya proses rekrutmen ini disebut seleksi,” ujar Mahyudin.
Artinya, lanjut dia dalam proses ini ada pendidikan politik yang sesungguh di dalamnya. Bahwa mereka (timsel) lupa orang-orang yang mereka pilih itu nantinya adalah pejabat publik.
“Sementara kita tahu bersama, lembaga ini tingkat kepercayaannya sangat rendah di mata masyarakat. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap anggota KPU tentu terkait hasil kerja mereka selama ini. Buktinya, anggota KPU/D yang minta maaf ke masyarakat sudah ada, dan yang dipecat oleh DKPP pun sudah jamak. Belum lagi ratusan hasil pemilukada dan pileg yang berakhir di Mahkamah Konstitusi.
“Timsel tetap jalan dengan mengumumkan 10 nama itu, mungkin karena ada lampu hijau dari KPU,” paparnya.
Terkait soal Timsel belakangan ini, bukan berarti “surat Ketua Bawaslu ke KPU yang sifatnya segera itu, untuk mengklarifikasi kinerja timsel anggota KPU Sulut selama ini tak ada “taring”nya atau tak ada manfaatnya.
“Bawaslu dibentuk dengan segala kewenangannya tentu ada gunanya dalam sistem politik dan pemerintahan yang kita anut,” ujar Mahyudin lagi.
Demikian pula halnya dengan Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP), Badan Publik ini berfungsi untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu.
Kedua lembaga ini dibentuk jelas menitikberatkan pelaksanaan praktis asas-asas penyelenggara pemilu sebagaimana dimaktub dalam UU No 15 Thn 2011, meliputi asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akutanbilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Asas inilah yang menjadi pedoman atau pengarah kinerja Timsel, KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam rangka menciptakan pemilu yang berkualitas. Nilai-nilai (values) itulah yang wajib kita junjung tinggi bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara. (aha)