Manado, BeritaManado.com — Penanganan kasus emas viral di Manado menjadi atensi berbagai kalangan.
Tidak terkecuali pada akademisi di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado.
Penahanan kembali 18,7 kilogram emas milik Lilis Suryani oleh Ditreskrimsus Polda Sulut, dipertanyakan oleh Pengamat Hukum sekaligus Dosen Antropologi Unsrat, Drs Mahyudin Damis, M.Hum.
Mahyudin Damis mengaku terkejut karena Ditreskrimsus menggunakan Pasal 161 Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 yang telah diubah menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Padahal, kata Mahyudin, pasal serupa sudah ‘ditolak’ dalam putusan praperadilan yang memenangkan Lilis Suryani cs sebagai pemohon.
Menurut Mahyudin, pada 15 Juli 2024, hakim praperadilan memutuskan penangkapan kepada Lilis Suryani cs adalah cacat hukum.
Hakim juga memerintahkan Ditreskrimsus mengembalikan semua barang bukti, serta merehabilitasi nama baik Lilis Suryani cs.
Atas dasar ini, Mahyudin menilai ganjil dengan penggunaan Pasal 161 UU Minerba itu.
Apalagi, disangkakan kepada Lilis Suryani yang notabene merupakan pemilik toko emas.
“Lantas, pemain-pemain tambang ilegalnya mana? Kok tidak dipersoalkan oleh Reskrimsus,” tegas Mahyudin.
Mahyudin mengaku heran, karena justru pemilik toko emas dengan izin dagang resmi yang dikejar.
Terlebih, lanjut dia, Lilis Suryani sebagai pemilik toko emas adalah wajib pajak yang taat.
Dan emas yang ditahan, kata Mahyudin, juga memiliki pajak yang aktif dibayarkan.
Mahyudin mempertanyakan upaya Polda Sulut dalam melakukan penertiban tambang ilegal di berbagai wilayah Sulut.
“Karena para penambang ilegal tetap marak sampai sekarang,” ujar Mahyudin yang juga merupakan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Wilayah Muhammadiyah di Sulut.
Selain itu, Mahyudin heran dengan bahan-bahan penunjang pembuatan emas yang bisa didapatkan dengan mudah oleh para penambang, seperti sianida, arang tempurung, air raksa, dan sebagainya.
“Itu semua senyap tak terdengar. Sementara bahan-bahan ini butuh izin khusus. Apakah Polda Sulut juga telah menertibkannya? Kapan? Di mana? dan jumlahnya berapa?,” tanya Mahyudin.
Perihal persoalan pidana yang dituduhkan kepada Lilis Suryani cs, Mahyudin juga memberikan pendapatnya.
Mahyudin bilang, emas itu benda bergerak.
Artinya, setiap saat bisa berpindah tangan.
Dikatakan, siapa pembeli dengan harga lebih tinggi, maka emas itu bisa menjadi miliknya secara sah, apalagi ketika telah terjadi transaksi jual beli.
Mahyudin bilang, jika Pasal 161 UU Minerba diibaratkan sebuah pakaian, maka itu cocoknya dipakaikan Reskrimsus kepada para pelaku pertambangan emas tanpa izin (Peti).
Sementara Lilis Suryani sebagai pemilik toko emas justru dipakaikan secara paksa.
“Itu namanya semena-mena dan bertentangan dgn tagline polri yang harusnya Presisi dengan melayani, mengayomi, melindungi serta penegakkan hukum profesional,” kritiknya.
Ia berharap masalah menjadi perhatian khusus Kapolri.
“Oknum-oknum yang merusak citra Polri, yang menempati posisi atau jabatan strategis harus disanksi bahkan dicopot dari jabatannya,” tandas Mahyudin.
(Alfrits Semen)