Jakarta, BeritaManado.com — Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan menolak gugatan pengujian Pasal 222 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu).
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, pasal 222 dalam UU 7/2017 ini mengatur soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.
Gugatan pengujian ini diajukan oleh Partai Buruh bersama dua individu, Mahardhikka Prakasha Shatya dan Wiratno Hadi, melalui perkara nomor 80/PUU-XXI/2023.
“Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2023).
Dalam sidang pembacaan putusannya, Ketua MK menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima karena Mahkamah Konstitusi menilai bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang memadai untuk mengajukan permohonan a quo.
Dengan kata lain, pokok permohonan mereka tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh MK.
“Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para pemohon tidak memiki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” ucap Hakim Konstitusi dalam pertimbangan hukum.
Sebelumnya, melalui Kuasa Hukum Feri Amsari, Partai Buruh menyatakan dirugikan dengan adanya aturan presidential threshold 20 persen.
Dalam pandangan Partai Buruh, partai politik atau gabungan partai politik (koalisi) peserta pemilu yang memenuhi ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 pada pemilu lalu, tak mencerminkan, memperjuangkan, atau memiliki tujuan yang sejalan dengan perjuangan dan gagasannya.
Di satu sisi Partai Buruh mengklaim, memiliki fokus pada isu perburuhan, pertanian, agraria, lingkungan hidup, dan masyarakat adat.
Sementara cita-cita Partai Buruh adalah mewujudkan negara sejahtera yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat, lapangan kerja, pemberantasan korupsi, dan jaminan sosial.
Pemohon dalam petitumnya meminta agar MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Persyaratan pengusulan pasangan calon tidak diberlakukan bagi partai politik peserta pemilu yang belum pernah mengikuti pemilu anggota DPR sebelumnya’.
(jenlywenur)