Jakarta, BeritaManado.com — Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen mendapat tanggapan positif dari Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda.
Rifqi menegaskan bahwa DPR akan menghormati dan menindaklanjuti keputusan tersebut.
“Kami menghormati dan menghargai putusan MK yang menghapus persentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan UU saat ini,” ujar Rifqinizamy kepada Suara.com jaringan BeritaManado.com, Kamis, 2 Januari 2025.
Rifqi menambahkan, Komisi II DPR siap untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu sebagai langkah selanjutnya.
Ia mengungkapkan bahwa baik DPR maupun pemerintah akan segera merumuskan norma baru terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
“Selanjutnya tentu pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di UU terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden,” ujarnya.
Menurut Rifqinizamy, keputusan MK tersebut akan membuka babak baru bagi demokrasi Indonesia, terutama dalam menyambut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Dengan dihapusnya presidential threshold, peluang untuk banyak calon presiden dan wakil presiden untuk maju dalam kontestasi Pilpres semakin terbuka lebar.
“Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstitusional kita, di mana peluang mencalonkan presiden dan wapres bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ungkap Rifqi.
Ia juga menekankan bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga DPR dan pemerintah berkewajiban untuk menghormati dan melaksanakan putusan tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Apapun itu, MK keputusannya adalah final and binding karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” tambahnya.
Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” katanya.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa ketentuan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi.
“Nyata-nyata bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945, sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya,” ujar Saldi.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka prosentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapa pun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” katanya.
(jenlywenur)