BeritaManado.com — Masyarakat Adat Bantik yang berdomisili di Kelurahan Malalayang 1, Lingkungan VIII, Lorong Tou Bantik (LTB), menggelar aksi penolakan Reklamasi Tahap II di Pantai Malalayang, Sabtu (1/2/2025).
Koordinator Aksi, Hendrik Mamitoho, mengatakan reklamasi berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem laut.
Kata Hendrik, reklamasi mengancam habitat alami biota laut, termasuk terumbu karang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ikan dan organisme laut lainnya.
Tak hanya itu, Hendrik menegaskan, pencemaran lingkungan hingga ancaman banjir menjadi risiko tinggi dari reklamasi.
“Dan itu pasti merugikan warga di kawasan pesisir pantai. Sekali lagi kami menolak reklamasi tahap dua ini. Bagi pemangku kepentingan selamatkan Pantai Malalayang dari reklamasi, karena laut adalah milik bersama bukan milik perseorangan atau kelompok tertentu,” tegas Hendrik, yang juga Ketua Rukun LTB.
Hal senada juga dikatakan Ronnie Lontoh, warga setempat.
Ia menilai reklamasi membawa dampak negatif bagi masyarakat pesisir dan yang tinggal di bantaran sungai.
Apalagi, ujar dia, ada dua sungai yang mengapit pantai Malalayang di LTB, yaitu Sungai Kampung Baru dan Sungai Boki.
Menurutnya, jika pantai sudah direklamasi, potensi banjir semakin tinggi.
“Sedangkan tidak direklamasi sering banjir, apalagi kalau sudah ditimbun,” bebernya.
Ia berharap pemerintah daerah maupun pusat bisa mendengar suara masyarakat yang menolak reklamasi Pantai Malalayang.
Terlebih, tambah Ronnie, kawasan pantai itu satu-satunya pantai yang tersisa di Malalayang sebagai kampung tua.
“Pantai ini juga menjadi tempat mencari nafkah bagi para nelayan. Ini adalah sumber kehidupan masyarakat di Malalayang 1 dan Malalayang 1 Timur (Los),” tandas Ronnie, serayakan menegaskan aksi penolakan reklamasi pasti terus disuarakan.
(***/Alfrits Semen)