Manado, BeritaManado.com – Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di depan mata.
Dinamika politik terasa meningkat, manuver sejumlah elit untuk mendapatkam koalisi semakin intensif.
Terkait hal ini, Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulawesi Utara (Sulut), Taufik M Tumbelaka, menganggap sesuatu yang lumrah untuk mengejar elektabilitas kemenangan.
“Semakin instens komunikasi politik sejumlah elit politik lintas partai guna mendapatkan titik temu kompromi politik untuk Pilkada sesuatu yang wajar.
Memang, selalu jelang Pilkada terjadi dinamika yang lebih hangat,” kata Tumbelaka kepada wartawan di Manado, Senin (20/5/2024).
Hal ini, tambah dia, dikarenakan masing-masing pihak mengejar probabilitas kemenangan.
Namun tentunya hal itu tidak mudah dikarenakan masing-masing pihak punya kalkulasi terkait kepentingan politik.
“Apalagi di Sulut nanti akan dilaksanakan 16 Pilkada, satu tingkat provinsi, serta 15 di kabupaten dan kota,” tukas Tumbelaka.
Menariknya, Tumbelaka juga mengangkat sejumlah potensi negatif terkait upaya koalisi yang marak menjelang Pilkada.
Beberapa potensi hal negatif akan timbul jika tidak diantisipasi dari sekarang, disebutnya ‘penyakit’ usai Pilkada.
Pertama, terjadi pecah kongsi saat roda pemerintahan berputar karena perbedaan pandangan politik.
Kedua, terjadi persaingan politik antar kepala daerah dan wakilnya karena menyangkut kepentingan politik Pilkada berikutnya.
Ketiga, ‘perang dingin’ atau bahkan ‘perang terbuka’ antar tim dari kepala daerah dan wakil kepala daerah karena masing-masing merasa punya andil dalam kemenangan Pilkada.
Jadi, minimal tiga hal itu harus diantisipasi. Jika tidak, maka potensi negatifnya merembat ke pemerintahan.
“Hal utama yang jadi penyebab adalah ‘kawin paksa’ antar dua figur hanya karena mengejar elektabilitas dan bahkan syarat maju melalui usungan parpol,” pungkas jebolan Fisipol UGM ini. (Jrp)
Manado, BeritaManado.com – Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di depan mata.
Dinamika politik terasa meningkat, manuver sejumlah elit untuk mendapatkam koalisi semakin intensif.
Terkait hal ini, Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulawesi Utara (Sulut), Taufik M Tumbelaka, menganggap sesuatu yang lumrah untuk mengejar elektabilitas kemenangan.
“Semakin instens komunikasi politik sejumlah elit politik lintas partai guna mendapatkan titik temu kompromi politik untuk Pilkada sesuatu yang wajar.
Memang, selalu jelang Pilkada terjadi dinamika yang lebih hangat,” kata Tumbelaka kepada wartawan di Manado, Senin (20/5/2024).
Hal ini, tambah dia, dikarenakan masing-masing pihak mengejar probabilitas kemenangan.
Namun tentunya hal itu tidak mudah dikarenakan masing-masing pihak punya kalkulasi terkait kepentingan politik.
“Apalagi di Sulut nanti akan dilaksanakan 16 Pilkada, satu tingkat provinsi, serta 15 di kabupaten dan kota,” tukas Tumbelaka.
Menariknya, Tumbelaka juga mengangkat sejumlah potensi negatif terkait upaya koalisi yang marak menjelang Pilkada.
Beberapa potensi hal negatif akan timbul jika tidak diantisipasi dari sekarang, disebutnya ‘penyakit’ usai Pilkada.
Pertama, terjadi pecah kongsi saat roda pemerintahan berputar karena perbedaan pandangan politik.
Kedua, terjadi persaingan politik antar kepala daerah dan wakilnya karena menyangkut kepentingan politik Pilkada berikutnya.
Ketiga, ‘perang dingin’ atau bahkan ‘perang terbuka’ antar tim dari kepala daerah dan wakil kepala daerah karena masing-masing merasa punya andil dalam kemenangan Pilkada.
Jadi, minimal tiga hal itu harus diantisipasi. Jika tidak, maka potensi negatifnya merembat ke pemerintahan.
“Hal utama yang jadi penyebab adalah ‘kawin paksa’ antar dua figur hanya karena mengejar elektabilitas dan bahkan syarat maju melalui usungan parpol,” pungkas jebolan Fisipol UGM ini. (Jrp)