Sembari menikmati sinar matahari pagi, saya mendengar cerita pak Ardi, lelaki umur 50 tahun yang tertahan di Kota Jambi
Seminggu yang lalu, pak Ardi masuk Jakarta untuk mengurus pensiun dan pajak mobilnya. Ia pulang dari jakarta melalui jalur darat, tapi tertahan di Kota Jambi. Ia tidak bisa masuk ke Padang karena semua jalan pintu masuk ke Padang, mulai dari Solok telah diblokade.
Menurut informasi yang ia terima dari keluarga dan teman-temannya di Kota Padang, pemerintah setempat telah melarang warga masuk di kota, terlebih yang plat mobil Jakarta.
Sialnya, mobil yang ia kendarai diawali huruf “B”.
Pak Ardi risau dengan kebijakan “pukul rata” yang diambil pemda di Sumbar. Sebab tidak semua orang dari Jakarta terjangkiti virus. Menurutnya, status Orang Dalam Pengawasan (ODP) dalam operasionalnya di beberapa daerah telah salah makna.
Pak Ardi melanjutkan, jika pun pemda beralasan untuk kewaspadaan, sebaiknya ia diizinkan diri masuk di padang untuk berdiam diri di rumahnya. Pak Ardi paham, ia tidak ingin juga mengorbankan keluarganya.
“Semua orang Jakarta sekarang dianggap pembawa virus oleh pemda dan sebagian warga,” kata pak Ardi, dengan suara cemas.
Ia makin cemas karena larangan masuk ke Kota padang masih diperpanjang, sementara ia di Jambi harus mengeluarkan biaya hidup yang cukup banyak, sewa kamar dan biaya makan tiap hari.
Sudah seminggu lalu saya sering mendengar cerita kesedihan warga yang dari Jakarta. Saudara Istri saya, yang memilih pulang ke Bolmong-Sulut mengalami hal serupa, ia sehat tapi diminta untuk mengisolasi diri di dalam rumah selama 14 hari hanya karena dari Jakarta
Keluarganya yang tidak mendapat informasi memadai pun memberlakukan hal yang sama, ia diberlakukan sebagai tahanan rumah. Makan dan minum diantar di muka pintu.
Hal serupa terjadi di beberapa tempat, di beberapa media online lokal yang saya baca, ada kepala daerah, saking parnonya, memerintahkan ke camat dan kepala desa untuk melakukan sweeping pendatang, khususnya dari Jakarta.
Virus Corona bukan saja membuat kita berdiam di rumah, tapi telah membuat kita saling curiga satu sama lain. Hari ini rantai kemanusiaan makin renggang seiring makin kuatnya rantai virus yang membelenggu.
Penulis: Anton M
Baca juga:
- Cegah COVID-19, Mitra Berlakukan Kebijakan Buka Tutup Akses Masuk Keluar
- Bolmut Berlakukan Buka Tutup Masuk Perbatasan Sulut – Gorontalo
- Gubernur Sulut dan Gorontalo Sepakati Sistem Buka Tutup di Perbatasan
- COVID-19: Sulteng Berlakukan Buka Tutup Jalur Provinsi