Manado – Dalam diskusi yang bertemakan Lingkungan dan Politik dihadiri sejumlah akademisi, politikus, LSM, legislator Sulut dan mahasiswa yang digelar di ruang Jurusan Arsitek, program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Unsrat, Rabu (5/2/14) sore tadi, melahirkan sejumlah rekomendasi dan gagasan untuk proses penataan lingkungan melalui kebijakan politik dan kesadaran semua pihak, pasca bencana yang melanda Kota Manado pada 15 Januari 2014 lalu.
Sebagai pengantar diskusi, Dr Ferry Liando, dosen ilmu pemerintahan Fakultas Sosial dan Politik (Fisip) Unsrat yang juga selaku moderator menjelaskan tujuan dari diskusi ini adalah untuk menghasilkan solusi atau rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan bencana banjir dan longsor yang menimpa Manado pada tanggal 15 januari lalu.
Sementara itu, Dr Ir Veronica Kumurur M.Si, ketua program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, jurusan Arsitek Fakultas Teknik Unsrat ini menambahkan bahwa dalam diskusi ini diharapkan bisa menghasilkan solusi yang multi disiplin dan jangka panjang, karena pada diskusi yang telah dilakukan sebelumnya hanya menghasilkan solusi yang praktis dan menyangkut penanganaan pasca bencana. Sehingga perlu untuk bisa makin masuk lagi ke ranah politik dalam hal ini yaitu kebijakan. Selain itu tujuan diskusi ini adalah untuk mematahkan paradigma lama “ Solution afer Problem” dengan paradigma baru “Solution Before Problem”
Sebagai pembicara sekaligus peserta dalam diskusi ini yakni, Dr. veronica Kumurur, Dr. Lucky longdong, Dr. Vecky Masinambow, Dr. Wiske Rotinsulu, Dr. caroline Pakasi, Dr. Gerdy Worang, Raymon Mawikere, Jhon Dumais, Dr. Ferry Liando, Fuazijah Stella Pakaya, Juddy Ruturambi, Donald monintja, Hanny Joost Panjouw. (Leriando Kambey)
Berikut adalah point – point rekomendasi yang dihasilkan dalam diskusi ini:
1. Perlu ada review mengenai Ranperda RTRW dengan peninjauan lapangan dengan melihat langsung fakta di lapangan. Selain perlu ada solusi baru seperti pembuatan kanal baru daripada melakukan pembongkaran di daerah pemukiman yang sudah permanen karena pembongkaran tersebut merupakan pemborosan. isi RTRW perlu juga dibahas secara lebih detil karena masing – masing sungai memiliki kasus yang berbeda
2. Kebijakan pemerintah kota terkait lingkungan dalam hal ini yaitu RPJMD belum memiliki dasar hukum yang pasti . RPJMD daerah yang disusun mengacu pada RTRW provinsi namun pada kenyataannya RTRW provinsi belum ditetapkan saat RPJMD ditetapkan sehingga bisa dinyatakan bahwa 5 tahun ini provinsi melakukan pembangunan dengan dasar hukum yang kurang jelas.
Mengenai masalah banjir, untuk pengurangan resioko bencana maka masyarakat harus lebih tanggap bencana, selain itu kerja sama dengan pemerintah kota/kabupaten perlu ditingkatkan mengingat masalah banjir bukan hanya karena pengaruh keadaan lingkungan di satu daerah saja.
3. Implementasi perda yang berkaitan dengan lingkungan perlu dimaksimalkan . salah satunya dengan cara sosialisasi perda sehingga seluruh lapisan masyarakat paham mengenai perda tersebut dan bisa mengimplementasikan bersama perda tersebut. Contoh kasusnya seperti perda mengenai rehabilitasi lahan yang masih belum terealisasi dengan baik. Terkait dengan rehabilitasi lahan ini juga perlu untuk koordinasi dengan daerah/kota lain untuk saling mengetahui keadaan lahan dimasing – masing daerah.
4. Pertanggung jawaban masalah banjir tidak hanya oleh lembaga eksekutif dan legislative namun juga merupakan tanggung jaawab masyrakat. Salah satu factor penyebab terjadinya bencana karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan. Maka masyarakat harus ikut andil dalam menjaga lingkungan dan antisipasi bencana.
5. Pembangunan industry tidak ramah lingkungan harus ditindak dengan suatu aturan / perda dan memiliki sanksi yang jelas sehingga tidak terjadi suatu “dilemma” dalam masyarakat.
6. Daya tampung danau Tondano perlu dinaikkan untuk mengantisispasi banjir kiriman ke daerah lain.
7. Reklamasi pantai yang gencar dilakukan bisa beresiko menenggelamkan Manado pada waktu akan dating, sehinga perlu dipindahkan pusat kota ke daerah yang lebih utara mengingat juga aktivitas perkotaan yang padat .
8. Pemerintah kurang memprioritaskan anggran terkait masalah lingkungan karena benturan kepentingan terkait hal lainnya. Sehingga perlu pemerintaah / pemimpin yang komitmen dan konsisten terhadap masalah lingkungan. Terkait masalah anggaran juga, pencairan anggran yang berupa bantuan pasca bencana perlu diawasi dengan maksimal karena rawan penyelewengan.
9. Pemerintah harus ada action yang jelas pasca banjir yaitu dengan menghasilkan suatu kebijakan yang bisa digunakan untuk penanganan bencana dalam jangka panjang dan dalam kebijakan tersebut mencakup hal seperti : menghentikan pembangunan di daerah resapan , menghentikan reklamasi pantai, pembangunan yang dilakukan harus ramah lingkungan, serta pemilihan jenis tanaman di perkotaan yang harus sesuai dengan kebutuhan daaerah perkotaan , yaitu tanaman yang memiliki daya serap karbondioksida yang tinggi.
10. Pemerintah perlu belajar manajemen penanganan bencana misalnya dari Jepang, serta perlu menghadirkan master plan yang merupakan putra asli daerah sehingga benar – beanr mengetahui keadaan wilayah serta sejarah wilayah.
Manado – Dalam diskusi yang bertemakan Lingkungan dan Politik dihadiri sejumlah akademisi, politikus, LSM, legislator Sulut dan mahasiswa yang digelar di ruang Jurusan Arsitek, program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Unsrat, Rabu (5/2/14) sore tadi, melahirkan sejumlah rekomendasi dan gagasan untuk proses penataan lingkungan melalui kebijakan politik dan kesadaran semua pihak, pasca bencana yang melanda Kota Manado pada 15 Januari 2014 lalu.
Sebagai pengantar diskusi, Dr Ferry Liando, dosen ilmu pemerintahan Fakultas Sosial dan Politik (Fisip) Unsrat yang juga selaku moderator menjelaskan tujuan dari diskusi ini adalah untuk menghasilkan solusi atau rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan bencana banjir dan longsor yang menimpa Manado pada tanggal 15 januari lalu.
Sementara itu, Dr Ir Veronica Kumurur M.Si, ketua program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, jurusan Arsitek Fakultas Teknik Unsrat ini menambahkan bahwa dalam diskusi ini diharapkan bisa menghasilkan solusi yang multi disiplin dan jangka panjang, karena pada diskusi yang telah dilakukan sebelumnya hanya menghasilkan solusi yang praktis dan menyangkut penanganaan pasca bencana. Sehingga perlu untuk bisa makin masuk lagi ke ranah politik dalam hal ini yaitu kebijakan. Selain itu tujuan diskusi ini adalah untuk mematahkan paradigma lama “ Solution afer Problem” dengan paradigma baru “Solution Before Problem”
Sebagai pembicara sekaligus peserta dalam diskusi ini yakni, Dr. veronica Kumurur, Dr. Lucky longdong, Dr. Vecky Masinambow, Dr. Wiske Rotinsulu, Dr. caroline Pakasi, Dr. Gerdy Worang, Raymon Mawikere, Jhon Dumais, Dr. Ferry Liando, Fuazijah Stella Pakaya, Juddy Ruturambi, Donald monintja, Hanny Joost Panjouw. (Leriando Kambey)
Berikut adalah point – point rekomendasi yang dihasilkan dalam diskusi ini:
1. Perlu ada review mengenai Ranperda RTRW dengan peninjauan lapangan dengan melihat langsung fakta di lapangan. Selain perlu ada solusi baru seperti pembuatan kanal baru daripada melakukan pembongkaran di daerah pemukiman yang sudah permanen karena pembongkaran tersebut merupakan pemborosan. isi RTRW perlu juga dibahas secara lebih detil karena masing – masing sungai memiliki kasus yang berbeda
2. Kebijakan pemerintah kota terkait lingkungan dalam hal ini yaitu RPJMD belum memiliki dasar hukum yang pasti . RPJMD daerah yang disusun mengacu pada RTRW provinsi namun pada kenyataannya RTRW provinsi belum ditetapkan saat RPJMD ditetapkan sehingga bisa dinyatakan bahwa 5 tahun ini provinsi melakukan pembangunan dengan dasar hukum yang kurang jelas.
Mengenai masalah banjir, untuk pengurangan resioko bencana maka masyarakat harus lebih tanggap bencana, selain itu kerja sama dengan pemerintah kota/kabupaten perlu ditingkatkan mengingat masalah banjir bukan hanya karena pengaruh keadaan lingkungan di satu daerah saja.
3. Implementasi perda yang berkaitan dengan lingkungan perlu dimaksimalkan . salah satunya dengan cara sosialisasi perda sehingga seluruh lapisan masyarakat paham mengenai perda tersebut dan bisa mengimplementasikan bersama perda tersebut. Contoh kasusnya seperti perda mengenai rehabilitasi lahan yang masih belum terealisasi dengan baik. Terkait dengan rehabilitasi lahan ini juga perlu untuk koordinasi dengan daerah/kota lain untuk saling mengetahui keadaan lahan dimasing – masing daerah.
4. Pertanggung jawaban masalah banjir tidak hanya oleh lembaga eksekutif dan legislative namun juga merupakan tanggung jaawab masyrakat. Salah satu factor penyebab terjadinya bencana karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan. Maka masyarakat harus ikut andil dalam menjaga lingkungan dan antisipasi bencana.
5. Pembangunan industry tidak ramah lingkungan harus ditindak dengan suatu aturan / perda dan memiliki sanksi yang jelas sehingga tidak terjadi suatu “dilemma” dalam masyarakat.
6. Daya tampung danau Tondano perlu dinaikkan untuk mengantisispasi banjir kiriman ke daerah lain.
7. Reklamasi pantai yang gencar dilakukan bisa beresiko menenggelamkan Manado pada waktu akan dating, sehinga perlu dipindahkan pusat kota ke daerah yang lebih utara mengingat juga aktivitas perkotaan yang padat .
8. Pemerintah kurang memprioritaskan anggran terkait masalah lingkungan karena benturan kepentingan terkait hal lainnya. Sehingga perlu pemerintaah / pemimpin yang komitmen dan konsisten terhadap masalah lingkungan. Terkait masalah anggaran juga, pencairan anggran yang berupa bantuan pasca bencana perlu diawasi dengan maksimal karena rawan penyelewengan.
9. Pemerintah harus ada action yang jelas pasca banjir yaitu dengan menghasilkan suatu kebijakan yang bisa digunakan untuk penanganan bencana dalam jangka panjang dan dalam kebijakan tersebut mencakup hal seperti : menghentikan pembangunan di daerah resapan , menghentikan reklamasi pantai, pembangunan yang dilakukan harus ramah lingkungan, serta pemilihan jenis tanaman di perkotaan yang harus sesuai dengan kebutuhan daaerah perkotaan , yaitu tanaman yang memiliki daya serap karbondioksida yang tinggi.
10. Pemerintah perlu belajar manajemen penanganan bencana misalnya dari Jepang, serta perlu menghadirkan master plan yang merupakan putra asli daerah sehingga benar – beanr mengetahui keadaan wilayah serta sejarah wilayah.