Manado, BeritaManado.com — Kalangan millenial menjadi sasaran yang diincar oleh sebagian besar partai politik (parpol) untuk diikusertakan pada pencalonan anggota legislatif (Caleg) tahun 2024 mendatang.
Sebagian dari mereka telah diikutsertakan sebagai pengurus parpol.
Ada yang bergabung dengan sukarela namun ada juga yang berhasil dirayu, diduga dengan cara diberikan imbalan.
Terdapat beberapa sebab mengapa kaum millenial menjadi laku pada hajatan Pemilu 2024.
Pertama, ide dan gagasan parpol untuk meraih simpati pemilih makin tidak laku dan bernilai.
Publik menganggap kampanye parpol hanyalah ilusi dan omong kosong yang tidak perlu dipercaya apalagi menunggu janji-janji akan ditepati kelak jika sudah berkuasa.
Dengan demikian rasanya sulit bagi parpol untuk meraih dukungan jika hanya berbekal kampanye atau janji-janji belaka.
Kedua, jika menghadirkan millenial sebagai caleg maka parpol akan diuntungkan dengan koleksi suara.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado Dr Ferry Liando, mengatakan bahwa semakin banyak suara yang terkumpul maka akan mempengaruhi jumlah kursi di DPR atau DPRD.
Semakin banyak kursi maka akan berpeluang bagi elit-elit parpol untuk bagi-bagi jabatan baik di Legislatif, pemerintahan ataupun BUMN/BUMD.
Millenial terutama dikalangan artis dan influencer biasanya banyak peminat, pengikut dan simpatisan.
Apalagi mayoritas pemilih di Indonesia adalah kelompok anak muda atau millenial.
Tipe pemilih ini adalah pemilih psikologis yaitu pemilih yang cenderung tertarik dengan kondisi fisik dari calon.
Mereka tidak peduli dengan kapasitas calon.
Ketertarikan mereka hanya pada soal ganteng atau cantik.
Ketiga Undang – Undang Pemilu tidak mengatur ketat soal syarat menjadi caleg.
Meski yang bersangkutan bukan anggota atau kader parpol, Undang-Undang memungkinkan untuk bisa diterima sebagai caleg.
“Itulah sebabnya parpol gencar mencari figur artis atau influencer untuk menjadi caleg bagi kepentingan elektoral meski mereka bukanlah kader parpol,” ungkap Liando.
Tidak ada yang keliru jika para millenial, artis atau influencer diikutsertakan sebagai caleg, sepanjang mereka tidak hanya dimanfaatkan oleh parpol untuk sebatas vote getters.
Kedua tidak terkesan seperti boneka pajangan, hanya benda hiburan, menarik dilihat tapi tidak bermanfaat karena tidak memiliki kehidupan.
“Pilihlah mereka yang punya kemampuan standar. Tidak hanya mengandalkan kondisi fisik tapi memiliki kalasitas untuk menjadi wakil rakyat yang didambakan,” kata Liando
Hal ini dimaksudkan kelak kehadiran mereka dalam lembaga-lembaga politik tidak menjadi beban bagi rakyatnya.
(***/Frangki Wullur)