Bitung, BeritaManado.com – Jika ingin merasakan suasana perang, datanglah ke Kelurahan Pinasungkulan Kecamatan Ranowulu.
Dentuman ledakan dan getaran sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Lingkungan I dan II kelurahan yang hanya berjarak beberapa kilo meter dari empat pit tambang emas PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya (MSM/TTN).
Empat pit itu adalah Alaskar di Lingkungan I, Araren, Kopra dan Balambangan di Lingkungan II.
“Kalau mo rasa bagaimana tu suasana perang, datang jo kemari,” kata salah satu warga Lingkungan I Kelurahan Pinasungkulan, Olvi Kaunang, Sabtu (11/12/2021)
Setiap hari kata perempuan berusia 50 tahun ini, suara ledakan dan getaran dirasakan warga bak di medan pertempuran.
Berbagai upaya telah dilakukan warga dengan menemui perwakilan perusahaan agar suasana tenang seperti dulu bisa kembali lagi, tapi semua hanya sia-sia.
“Tuntutan kami hanya dua, relokasi atau hentikan aktivitas tambang. Sudah cukup kerugian yang kami rasakan akibat aktivitas tambang,” katanya.
Dua tuntutan itu makin kencang disuarakan warga Lingkungan I seiring makin intensnya dua anak perusahaan PT Archi Indonesia Tbk melakukan pengeboman di pit Alaskar yang hanya berjarak dua hingga tiga kilo meter dari pemukiman.
“Jadi bukan hanya warga Lingkungan II yang merasakan dampak pengeboman, tapi semua warga Pinasungkulan. Jadi kalau memang mau direlokasi, tolong itu dipercepat karena kami sudah tidak nyaman,” katanya.
Perempuan bersuara berat ini juga menceritakan disaat aktivitas pengeboman masih intens dilakukan di empat pit setiap hari.
Dentuman dan getaran silih berganti dirasakan dari berbagai penjuru kelurahan mengingat empat pit itu jaraknya tidak jauh dari pemukiman.
Namun belakangan ini kata dia, hanya pit Araren dan Alaskar yang masih aktif melakukan pengeboman setiap hari.
“Perusahaan beberapa kali memberikan ganti rugi rumah yang rusak akibat blasting, tapi nilainya tidak cukup untuk perbaikan. Ada juga biaya bising sebesar Rp400 ribu per bulan mulai bulan Juli lalu tapi dua bulan terakhir ini belum ada,” katanya.
Apa yang disampaikan Olvi tidak ditampik Kepala Lingkungan I Kelurahan Pinasungkulan, Wilsen Tumbel.
Wilsen mengakui jika Kelurahan Pinasungkulan saat ini sudah tidak nyaman lagi untuk ditinggali karena aktivitas pertambangan.
“Sudah tidak terhitung kami melalukan pertemuan dengan pihak perusahaan, tapi tetap saja dampak blasting tetap dirasakan masyarakat,” kata Wilsen.
Upaya memasang papan pengumuman serta pengeras suara untuk mengingatkan masyarakat soal jadwal blasting kata dia, tetap tidak membawa pengaruh apa-apa.
“Makanya saat ada isu relokasi, masyarakat setuju asalkan ganti rugi lahan serta lokasi sesuai dengan harapan,” katanya.
Selain suara blasting, aktivitas alat berat di pit Alaskar setiap malam kata Wilsen, sangat menggangu. Belum lagi lalu-lalang kendaraan besar di pemukiman yang juga sangat mengganggu.
“Semoga Pemkot dan pihak perusahaan segera menemukan titik terang agar kami bisa hidup tenang setiap hari seperti warga lainnya di Kota Bitung tidak terganggu dengan suara ledakan dan alat berat,” katanya.
Sementara itu, Superintendent Public Relation External Relation PT MSM/TTN, Hery Inyo Rumondor menyatakan pihaknya sudah berupaya meminimalisir bunyi dan getaran akibat blasting.
Salah satu upaya kata Hery, adalah lewat papan pengumuman jadwal blasting yang diupdate setiap saat sesuai dengan rencana peledakan.
“Sebelum peledakan, kita sudah informasikan ke masyarakat lewat papan pengumuman yang kita pasang di area strategis agar mudah dilihat masyarakat,” katanya.
(abinenobm)