Manado, BeritaManado.com — Kondisi new normal atau tatanan kehidupan baru di tengah pandemi COVID-19 sedang berlangsung.
Berbagai perubahan terhadap aktifitas masyarakat terjadi secara besar-besaran, termasuk sektor ekonomi yang ‘memaksa’ sebagian orang memikirkan aktifitas baru.
Pengamat Ekonomi Sulut, Dr Frederik Gerard Worang, mengatakan new normal seolah menjadi seleksi alam bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.
Praktis di era ini, warga yang dirumahkan akan memiliki insting hidup dan mencari pekerjaan sesuai dengan keadaan.
“Sendi-sendi ekonomi berubah. Yang tadinya bisa berjualan langsung, kini harus beralih via internet,” contoh Frederik Gerard Worang.
Imbas negatif dari new normal kata Gerard, akan menyasar bisnis makan dan minuman, bidang jasa, dan pedagang kecil.
Ia mencontohkan restoran kini menjual makanan online atau tidak melayani makan di tempat.
Kasus ini tentu akan memangkas jumlah tenaga kerja, karena tidak membutuhkan karyawan melayani tamu.
Belum lagi kata Gerard, jika berbicara bidang jasa yang cakupannya luas.
“Yang tadinya di Manado ramai dengan nyanyian di cafe dan tempat hiburan, sekarang ditiadakan. Ke mana para pemain musik itu. Siapa yang akan menyewa tenda untuk ibadah dan pesta. Para event organizer bakal gulung tikar. Ini baru sebagian kecil,” jelasnya.
Menurut Gerard, new normal pada awalnya akan menciptakan angka pengangguran.
Selain itu, pendapatan hotel dan pemasukan daerah dari sektor pariwisata akan merosot.
Dan sekali lagi, korban adalah pekerjanya.
“Namun seiring berjalannya waktu, para pelaku usaha akan beradaptasi. Selalu ada cara menjalankan bisnis yang disesuaikan konsep baru,” terangnya.
Di pemerintahan, new normal justru menjadi penting.
Para pegawai yang bekerja di rumah akan menjadi solusi terhindar dari penularan virus.
Begitu juga dengan pelajar dan mahasiswa.
“Implementasi sudah kita lihat sekarang. Dan hasilnya cukup baik. Poin plusnya di beberapa kota besar tidak terjadi macet lagi,” katanya.
Sisi positif lainnya lanjut Worang, transaksi fisik di era new normal akan berkurang.
Katanya, uang elektronik menjadi kebutuhan utama manusia pada aktifitas jual-beli.
“Ini bagus karena mengurangi penggunaan uang kertas dan kontak fisik diminimalisir,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penggunaan uang elektronik akan mendukung sistim digitalisasi di dunia perbankan.
Apalagi kata dia, jumlah uang kertas rusak yang dimusnahkan jika ditotal mencapai Rp2 Miliar per pekan.
“Dan itu baru di Sulut, bagaimana se-Indonesia,” tutur Gerard.
Di masa ini, Gerard berharap Bank Indonesia memberikan kebijakan pengurangan tarif transaksi online.
Apalagi kata dia, semua kalangan akan beralih ke pembayaran digital sehingga perlu ada penyesuaian dari pemerintah.
“Untuk transfer dan sebagainya, jangan terlalu mahal biayanya apalagi jika transaksinya kecil. Semoga ini jadi perhatian serius,” tandasnya.
Ia menambahkan, tugas pemerintah sekarang adalah menyesuaikan kebijakan dengan tatanan baru.
Selain itu, perhatian serius kepada mereka yang kehilangan pekerjaan untuk diberikan pembinaan dan pelatihan sesuai keadaan zaman.
(Alfrits Semen)