Jakarta, BeritaManado.com — Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andre Vincent Wenas memberikan tantangan kepada pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk buka-bukaan soal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal itu menyusul Aliansi Masyarakat untuk Transparansi Indonesia yang baru saja memberikan penghargaan simboleik berupa sebuah sisir jumbo satire (sindiran) kepada Anggota Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana.
Sindiran tersebut ditujukan kepada Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta yang menjatuhkan keputusan bersalah kepada William Aditya Sarana.
Andre Wenas mengatakan bahwa yang namanya keterbukaan soal APBD sebenarnya apa yang harus ditakutkan?
“Nampaknya budaya hipokrit yang penuh kepalsuan sudah endemic di Indonesia. Tampilan dan ucapan-ucapan religious dengan bumbu ayat-ayat Cuma sekedar aksesoris. Rajin beribadah bukanlah refleksi sifat kejujuran dan ketulusan,” kata Andre Wenas.
Menurutnya, budaya korupsi adalah suatu bentuk kejahatan yang bersifat structural, dimana hal itu bisa diciptakan, dilanggengkan dan diubah oleh pelaku-pelaku sosial.
Politisi, pejabat, para cendekiawan dan setiap individu dalam tatan masyarakat adalah pelaku sosial, yang walaupun bebas, juga dikondisikan oleh struktur-strruktur tersebut.
Hanya orang yang berrani mengambil jarak, member makna atau nilai terhadap tindakan dan kritis terhadap apa yang biasa dilalukan, maka semakin terbuka kemungkinan perubahan structural.
Artinya, semakin besar kemungkinan terjadinya perubahan sosial dengan membongkar kejahatan struktural dan menekan ketidakadilan.
Struktur-struktur sosial itu adalah buah dari aktivitas kolektif manusia, yang pada saatnya bisa jadi mandiri terhadapnya dan menjadi struktur di luar diri.
Kemudian dalam lintasan waktu struktur sosial ini juga bisa jadi semacam paradigma yang mempengaruhi (bahkan menentukan) keputusan-keputusan (politik) dari mereka yang hidup di dalam tatanan struktur itu.
Transparansi dalam pengelolaan dana publik masih sekedar jargon politik dan masih jauh panggang dari api.
Dari 34 Pemprov dan 514 Pemda tingkat kabupaten/kota, jadi total ada 548 pemerintah daerah yang seharusnya membuka APBD untuk dikritisi publik.
Hal itu menyangkut seberapa banyak pemda yang sudah mengunggah R/APBD sampai harga satuan/komponennya ke laman (website) resmi pemda masing-masing?
“Kita sebetulnya punya lembaga yang namanya KIP (Komisi Informasi Pusat) dengan alamat website: komisiinformasi.go.id, yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi,” jelas Wenas.
Sampai dimana fungsi KIP untuk ‘memaksa’ seluruh pemda di Indonesia untuk mengunggah informasi rinci tentang R/APBDnya, itulah tugas penting yang perlu terus ditagih oleh masyarakat sipil yang peduli pada transparansi.
Gerak penolakan dan pembangkangan baik secara terbuka maupun secara gerilya akan dan sedang terjadi.
Dengan berbagai alasan bahwa prosedurnya telah diikuti dengan baik (mulai dari reses, murenbang dan seterusnya) sampai terang-terangan memasukkan pos program dan anggaran yang aneh bin janggal secara terbuka tanpa rasa malu.
“Namun toh kita sama-sama tahu bahwa pada akhirnya dana pembangunan yang tersisa (lantaran sebagian besar APBD itu dipakai untuk pos gaji pengawai) tidak juga bisa mendorong gerak pembangunan yang signifikan dan tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat di daerahnya,” ungkapnya.
Transparansi pengelolaan anggaran adalah kunci penting dalam pendekatan sistem untuk mengeliminir kemungkinan penyelewengan anggaran sejak dari proses perencanaan awal dan selain itu tentunya faktor akhlak dari setiap pelaku sosial.
Saatnya masyarakat sipil untuk terus aktif melakukan tekanan (social pressures) agar transparansi ini bisa terealisasi.
“Fungsikan juga secara optimal lembaga KIP yang sudah ada. Sehingga visi dan misi Komisi Informasi Pusat yang mengangankan “Terwujudnya Masyarakat Informasi yang Maju, Partisipatif, dan Berkepribadian Bangsa melalui Komisi Informasi yang Mandiri dan Berkeadilan menuju Indonesia Cerdas dan Sejahtera,” tuturnya.
KIP sendiri punya lima tekad yang terangkum dalam pernyataan misinya, yaitu meningkatkan kesadaran kritis masyarakat agar mampu mengakses dan menggunakan informasi secara bertanggungjawab dan aktif berpartisipasi dalam proses pembuatan serta pelaksanaan kebijakan publik dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi.
Selain itu, untuk menguatkan kelembagaan Komisi Infomasi melalui konsolidasi, publikasi dan pendalaman wawasan, kompetensi serta distribusi tanggungjawab sesuai prinsip kesetaraan dan keadilan.
Kemudian ada juga upaya untuk mengoptimalkan kualitas kebijakan dan penyelesaian sengketa informasi publik dengan mengedepankan prinsip cepat, tepat waktu, biaya ringan dan sederhana.
Disamping itu, membangun kemitraan dengan stakeholders demi mengakselerasi masyarakat informasi menuju Indonesia cerdas dan sejahtera juga perlu dilakukan dan meningkatkan kapasitas dan peran badan public agar lebih proaktif dalam memberikan pelayanan informasi public.
Sehingga apa yang sudah diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) bisa terealisasi.
“Ini jadi langkah penting, yang artinya relevan dan urgen saat ini adalah membuka APBD di Semua Pemda di Seluruh Indonesia,” harapnya.
(***/Frangki Wullur)
Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
X-NONE
MicrosoftInternetExplorer4
/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:”Table Normal”; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:””; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:”Calibri”,”sans-serif”; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
Jakarta, BeritaManado.com — Politisi
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andre Vincent Wenas memberikan tantangan
kepada pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk buka-bukaan soal Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal itu menyusul
Aliansi Masyarakat untuk Transparansi Indonesia yang baru saja memberikan
penghargaan simboleik berupa sebuah sisir jumbo satire (sindiran) kepada
Anggota Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana.
Sindiran tersebut
ditujukan kepada Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta yang menjatuhkan keputusan
bersalah kepada William Aditya Sarana.
Andre Wenas mengatakan
bahwa yang namanya keterbukaan soal APBD sebenarnya apa yang harus ditakutkan?
“Nampaknya budaya
hipokrit yang penuh kepalsuan sudah endemic di Indonesia. Tampilan dan
ucapan-ucapan religious dengan bumbu
ayat-ayat Cuma sekedar aksesoris. Rajin beribadah bukanlah refleksi
sifat kejujuran dan ketulusan,” kata Andre Wenas.
Menurutnya,
budaya korupsi adalah suatu bentuk kejahatan yang bersifat structural, dimana
hal itu bisa diciptakan, dilanggengkan dan diubah oleh pelaku-pelaku sosial.
Politisi,
pejabat, para cendekiawan dan setiap individu dalam tatan masyarakat adalah
pelaku sosial, yang walaupun bebas, juga
dikondisikan oleh struktur-strruktur tersebut.
Hanya orang yang
berrani mengambil jarak, member makna atau
nilai terhadap tindakan dan kritis
terhadap apa yang biasa dilalukan, maka semakin terbuka kemungkinan perubahan structural.
Artinya,
semakin besar kemungkinan terjadinya perubahan sosial dengan membongkar
kejahatan struktural dan menekan ketidakadilan.
Struktur-struktur
sosial itu adalah buah dari aktivitas kolektif manusia, yang pada saatnya bisa
jadi mandiri terhadapnya dan menjadi struktur di luar diri.
Kemudian
dalam lintasan waktu struktur sosial ini juga bisa jadi semacam paradigma yang
mempengaruhi (bahkan menentukan) keputusan-keputusan (politik) dari mereka yang
hidup di dalam tatanan struktur itu.
Transparansi
dalam pengelolaan dana publik masih sekedar jargon politik dan masih jauh
panggang dari api.
Dari 34 Pemprov
dan 514 Pemda tingkat kabupaten/kota, jadi total ada 548 pemerintah daerah yang
seharusnya membuka APBD untuk dikritisi publik.
Hal itu
menyangkut seberapa banyak pemda yang sudah mengunggah R/APBD sampai harga
satuan/komponennya ke laman (website) resmi pemda masing-masing?
“Kita
sebetulnya punya lembaga yang namanya KIP (Komisi Informasi Pusat) dengan
alamat website: komisiinformasi.go.id, yang berfungsi menjalankan Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk
teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi
Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi,” jelas Wenas.
Sampai dimana
fungsi KIP untuk ‘memaksa’ seluruh pemda di Indonesia untuk mengunggah informasi
rinci tentang R/APBDnya, itulah tugas penting yang perlu terus ditagih oleh
masyarakat sipil yang peduli pada transparansi.
Gerak
penolakan dan pembangkangan baik secara terbuka maupun secara gerilya akan dan
sedang terjadi.
Dengan
berbagai alasan bahwa prosedurnya telah diikuti dengan baik (mulai dari reses,
murenbang dan seterusnya) sampai terang-terangan memasukkan pos program dan
anggaran yang aneh bin janggal secara terbuka tanpa rasa malu.
“Namun toh
kita sama-sama tahu bahwa pada akhirnya dana pembangunan yang tersisa (lantaran
sebagian besar APBD itu dipakai untuk pos gaji pengawai) tidak juga bisa
mendorong gerak pembangunan yang signifikan dan tidak membawa kesejahteraan
bagi masyarakat di daerahnya,” ungkapnya.
Transparansi
pengelolaan anggaran adalah kunci penting dalam pendekatan sistem untuk mengeliminir
kemungkinan penyelewengan anggaran sejak dari proses perencanaan awal dan selain
itu tentunya faktor akhlak dari setiap pelaku sosial.
Saatnya
masyarakat sipil untuk terus aktif melakukan tekanan (social pressures) agar
transparansi ini bisa terealisasi.
“Fungsikan
juga secara optimal lembaga KIP yang sudah ada. Sehingga visi dan misi Komisi
Informasi Pusat yang mengangankan “Terwujudnya Masyarakat Informasi yang Maju,
Partisipatif, dan Berkepribadian Bangsa melalui Komisi Informasi yang Mandiri
dan Berkeadilan menuju Indonesia Cerdas dan Sejahtera,” tuturnya.
KIP sendiri
punya lima tekad yang terangkum dalam pernyataan misinya, yaitu meningkatkan
kesadaran kritis masyarakat agar mampu mengakses dan menggunakan informasi
secara bertanggungjawab dan aktif berpartisipasi dalam proses pembuatan serta
pelaksanaan kebijakan publik dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi
informasi.
Selain itu,
untuk menguatkan kelembagaan Komisi Infomasi melalui konsolidasi, publikasi dan
pendalaman wawasan, kompetensi serta distribusi tanggungjawab sesuai prinsip
kesetaraan dan keadilan.
Kemudian ada
juga upaya untuk mengoptimalkan kualitas kebijakan dan penyelesaian sengketa
informasi publik dengan mengedepankan prinsip cepat, tepat waktu, biaya ringan
dan sederhana.
Disamping
itu, membangun kemitraan dengan stakeholders demi mengakselerasi masyarakat
informasi menuju Indonesia cerdas dan sejahtera juga perlu dilakukan dan
meningkatkan kapasitas dan peran badan public agar lebih proaktif dalam
memberikan pelayanan informasi public.
Sehingga apa
yang sudah diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) bisa terealisasi.
“Ini jadi
langkah penting, yang artinya relevan dan urgen saat ini adalah membuka APBD di
Semua Pemda di Seluruh Indonesia,” harapnya.
(***/Frangki Wullur)