Manado — Perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) Triwulan III (Tw III)-2019 tercatat tumbuh sebesar 5,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 5,49% (yoy).
Berdasarkan pola historis pertumbuhan ekonomi Triwulan III pada periode sebelumnya, maka angka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara Tw III 2019 tersebut menjadi angka pertumbuhan perekonomian di Tw III yang terendah dalam 5 tahun terakhir.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, maka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 5,02% (yoy).
Ditinjau dari sisi lapangan usaha (LU) dalam perekonomian Sulawesi Utara, perlambatan Pertumbuhan Sulut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan LU pertanian, kehutanan dan perikanan (pertanian) serta kontraksi yang terjadi pada LU administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (administrasi).
Sementara itu, menguatnya dua LU utama, yaitu transportasi dan Pergudangan (transportasi) serta Konstruksi, belum mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara.
LU Pertanian pada Triwulan III 2019 mencatatkan angka pertumbuhan sebesar 2,85% (yoy), melambat cukup dalam dibandingkan pertumbuhan LU tersebut pada Triwulan II 2019 yang tercatat sebesar 7,40% (yoy).
Melihat dari kinerja LU pertanian, melambatnya kinerja sub lapangan usaha (sub-LU) perikanan, pertanian tanaman bahan makanan dan perkebunan tahunan diperkirakan menjadi faktor penyebab melambatnya LU tersebut.
Melambatnya sub-LU perikanan tersebut sebagaimana tercermin dari volume
ekspor perikanan (SITC Code:03) yang mencatat angka pertumbuhan sebesar 11,17% (yoy) melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Triwulan sebelumnya sebesar 43,76% (yoy).
Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat, Rabu (6/11/2019).
“Penurunan harga komoditas perikanan ditengarai menjadi penyebab berkurangnya insentif nelayan untuk meningkatkan produksi perikanan,” ujar Arbonas.
Selain itu, perlambatan pada sub-LU pertanian tanaman bahan makanan diperkirakan sebagai dampak kekeringan sehingga menurunkan panen padi di sentra-sentra produksi beras Sulawesi
Utara.
Sementara itu, harga kopra yang masih belum membaik berdampak pada melambatnya pertumbuhan produksi kelapa di tengah panen raya cengkeh.
Adapun lapangan usaha lain yang ikut
berperan dalam perlambatan ekonomi Sulawesi Utara Triwulan III 2019 adalah LU administrasi.
LU administrasi pada triwulan III 2019 tercatat kontraksi sebesar 1,72% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 11,75% (yoy).
Kontraksi pertumbuhan LU administrasi tersebut terutama tercermin dari belum optimalnya penyerapan anggaran Pemerintah Daerah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN, khususnya pada pos-pos belanja operasional.
“Hal ini sejalan dengan secara nasional dimana pertumauhan konsumsi pemerintah mengalami perlambatan yang cukup dalam di triwulan III 2019,” kata Arbonas.
Selanjutnya, LU utama lainnya yaitu LU perdagangan pada Triwulan III 2019 masih tumbuh relatif kuat meski tidak sekuat triwulan sebelumnya.
LU perdagangan pada triwulan III 2019 tumbuh sebesar 8,06% (yoy), relatif kuat namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 9,24% (yoy).
Pertumbuhan perdagangan tersebut sejalan dengan menguatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang Triwulan III 2019.
Selain itu, pertumbuhan LU perdagangan yang cukup tinggi juga tercermin dari indeks keyakinan konsumen Bank Indonesia yang juga tercatat tumbuh relatif kuat sebesar 10,21% (yoy) pada triwulan III 2019.
Berbeda dengan LU Perdagangan, pada Triwulan III 2019 LU pertumbuhan industri pengolahan masih mengalami kontraksi.
LU industri pada Triwulan III 2019 mengalami kontraksi sebesar 1,04% (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi pada Triwulan II 2019 yang tercatat sebesar 4,04% (yoy).
Kontraksi LU Industri yang lebih rendah terutama ditopang oleh menguatnya
pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil.
Di sisi lain, menguatnya pertumbuhan transportasi dan konstruksi menjadi salah LU yang menahan pertumbuhan Sulut melambat lebih dalam.
LU transportasi pada triwulan III tercatat tumbuh sebesar 6,62% (yoy) menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,35% (yoy).
Menguatnya kinerja transportasi terutama disebabkan oleh menguatnya sub LU transportasi darat dan sub LU transportasi udara yang lebih rendah.
Adapun LU kontruksi tumbuh sebesar
5,59% (yoy) menguat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,41% (yoy).
Menguatnya pertumbuhan LU konstruksi sejalan dengan menguatnya pertumbuhan PMTB dari sisi pengeluaran, yang antara lain didorong oleh percepatan pembangunan proyek strategis nasional di Sulawesi Utara.
Selain ditopang pertumbuhan LU transportasi dan konstruksi, pertumbuhan TW III 2019 juga ditopang oleh LU-LU tersier seperti LU jasa lainnya dan jasa kesehatan yang menjadi dua LU dengan pertumbuhan tertinggi di triwulan III 2019.
Pada triwulan III LU jasa lainnya dan LU jasa kesehatan masing-masing tumbuh sebesar 20,66% (yoy) dan 18,22% (yoy).
Pertumbuhan jasa lainnya yang tinggi sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan, baik mancanegara dan nusantara ke Sulawesi Utara seiring diadakannya berbagai festival parwisata di triwulan III seperti Manado Fiesta, Tomohon International Flower Festival, pemecahan rekor penyelam terbanyak dan lain-lain.
Sementara itu, pertumbuhan jasa kesehatan yang cukup tinggi ditopang dengan kenaikan harga jasa kesehatan yang pada triwulan III 2019 rata-rata tumbuh sebesar 11,06% (yoy).
Dari sisi Pengeluaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulut pada Triwulan III 2019 terutama disebabkan oleh kontraksi konsumsi pemerintah dan menguatnya pertumbuhan impor barang dan jasa Sulawesi Utara.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan III tercatat terkontraksi
sebesar 1,66% (yoy) setelahpada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh sebesar 9,78% (yoy).
Kontraksi konsumsi pemerintah sejalan dengan kontraksi LU administrasi.
Belum optimalnya realisasi anggaran belanja pada pos-pos belanja operasional yang juga terjadi secara nasional diperkirakan menjadi faktor penarik pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi pada triwulan IIISementara itu, impor barang dan jasa Sulawesi Utara tercatat tumbuh menguat dan menjadi faktor pengurang yang cukup besar pada pertumbuhan ekonomi Sulut triwulan III 2019.
Sebagai provinsi yang masih membutuhkan pasokan barang termasuk dari luar negeri, impor akan menjadi faktor pengurang pada pertumbuhan ekonomi.
Impor barang dan jasa tercatat tumbuh sebesar 1,07% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat terkontraksi sebesar 2,19% (yoy).
Naiknya impor barang dan jasa Sulawesi Utara tercermin pada kenaikan impor luar negeri batu bara Sulawesi Utara dengan jenis bituminous demi menunjang industri semen.
Sementara itu, impor antar daerah Sulut juga diperkirakan meningkat seiring pertumbuhan volume bongkar yang lebih tinggi pada triwulan III 2019 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dari sisi ekspor barang dan jasa, pertumbuhan ekspor Sulawesi Utara pada triwulan III 2019 masih berada dalam periode kontraktif. Ekspor luar negeri Sulawesi Utara pada triwulan III 2019 tercatat terkontraksi sebesar 1,12 % (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi pada periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 4,67% (yoy).
Harga CNO yang pada periode Juli-September yang sudah mulai menanjak setelah mencapai titik terendahnya di bulan triwulan II 2019 diperkirakan menjadi salah satu faktor kontraksi ekspor barang dan jasa lebih kecil.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, menguatnya pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi faktor penopang penting bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Sulawesi Utara pada Triwulan III 2019 menunjukkan penguatan dengan mencatat pertumbuhan sebesar 7,27% (yoy), menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,07% (yoy).
Konsumsi rumah tangga menguat seiring pelaksanaan Pengucapan Syukur di 5 Kab/Kota di Sulawesi Utara serta meningkatnya konsumsi pendidikan menyambut tahun ajaran baru.
Menguatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga sejalan dengan menguatnya indeks tendensi konsumen (ITK) BPS yang pada triwulan III 2019 tumbuh sebesar 4,37%(yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ITK Triwulan II 2019 yang tercatat tumbuh sebesar 2,88% (yoy).
Sementara itu, PMTB pada Triwulan III 2019 tercatat tumbuh sebesar 7,01% (yoy) menguat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,41% (yoy).
Menguatnya pertumbuhan PMTB tersebut sejalan dengan percepatan realisasi belanja modal buhanintah, percepatan pembangunan proyek strategis nasional di Sulut serta meningkatnya impor
mesin.
Memperhatikan perkembangan hingga Triwulan III 2019, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kedepan akan cenderung membaik namun relatif terbatas.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif kuat dan menguatnya pertumbuhan PMTB di Sulut diperkirakan masih menjadi faktor penopang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di tengah kinerja ekspor belum membaik.
Bank Indonesia dalam hal ini melakukan monitoring dan mencermati perkembangan
serta risiko eksternal serta domestik yang berpotensi mempengaruhi perekonomian Sulawesi Utara.
Berbagai risiko, baik risiko eksternal terkait perang dagang antara Tiongkok dan USA, risiko berlanjutnya tren negatif harga komoditas unggulan, serta risiko geopolitik dapat mempengaruhi pertumbuhan perdagangan dan harga minyak dunia, sehingga perlu diwaspadai bersama.
“Selain itu, juga masih perlu diperhatikan beberapa risiko yang bersumber dari permasalahan yang dihadapi emperkuatbangunan infrastruktur, percepatan investasi dan percepatan realisasi anggaran,” ungkap Arbonas.
Menyikapi berbagai tantangan dan risiko ke depan tersebut, Bank Indonesia akan senantiasa meningkatkan dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif dan berkelanjutan dengan mempertahankan stabilitas ekonomi dan mendorong berkembangnya sumber pertumbuhan ekonomi baru Sulawesi Utara.
“Upaya yang dilakukan antara lain melalui pengembangan sektor Pariwisata yang lebih melibatkan partisipasi masyarakat dan swasta, serta peningkatan diversifikasi produk industri pengolahan yang berorientasi ekspor dan bernilai tambah tinggi,” pungkas Arbonas.
(***/srisurya)