Manado — Setelah berbulan-bulan berhadapan dengan cabai rawit dan tomat sebagai faktor terbesar penyebab inflasi, kini komoditas angkutan udara justru mengalami peningkatan.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Manado dan Kotamobagu pun tercatat inflasi masing-masing sebesar 0,72 persen (mtm) dan 0,68 persen (mtm) pada bulan Juli 2022.
Realisasi inflasi ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat 0,85 persen (mtm) dan 1,47 persen (mtm).
Selanjutnya secara tahunan, inflasi Kota Manado tercatat sebesar 3,95 persen (yoy), dan Kota Kotamobagu sebesar 4,29 persen (yoy), berada sedikit di atas rentang sasaran inflasi nasional yang sebesar 3±1 persen (yoy).
Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Utara pun mengungkapkan, kelompok inflasi harga yang diatur pemerintah melalui komoditas Angkutan Udara menjadi pendorong utama inflasi di Sulut.
Meski demikian, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan, di sisi lain, melalui seluruh upaya dan sinergi Tim Pengendalian Inflais Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara, inflasi bahan makanan bergejolak seperti cabai rawit atau rica dan tomat dapat terkendali dan menahan tekanan inflasi Sulut lebih tinggi lagi.
“Kelompok transportasi menjadi faktor utama inflasi dengan andil 0,65 persen dari inflasi umum Kota Manado. Diikuti dengan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau serta Kelompok Perumahan, Air Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Lainnya. Komoditas angkutan udara dari Kelompok Transportasi menjadi satu-satunya penyumbang inflasi kelompok ini dengan andil 0,65 persen(mtm),” ungkap Arbonas.
Hal ini sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat pada periode libur sekolah dan penyelenggaraan MICE yang meningkat di Sulut, di tengah peningkatan harga bahan bakar avtur serta frekuensi penerbangan yang relatif stabil.
Sementara dari Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, komoditas bawang merah masih menjadi salah satu kontributor utama inflasi di Manado dengan andil 0,29 persen (mtm).
Permasalahan pasokan masih menjadi faktor meningkatnya harga bawang merah terutama di Manado.
Berdasarkan data dari Badan Pangan Nasional, pasokan bawang merah yang masuk ke Sulut cenderung terus menurun di bulan Juli 2022.
Hal tersebut diperkirakan karena pasokan yang masuk ke Sulut saat ini hanya dari Bima (NTB), sementara pasokan dari Enrekang (Sulsel) cenderung berkurang.
Di sisi lain, tomat dan rica yang pada bulan sebelumnya menjadi pendorong inflasi telah mengalami normalisasi dan tercatat deflasi sebesar -0,16 persen (mtm) dan -0,01 persen (mtm).
Selanjutnya dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Lainnya, penyesuaian tarif listrik per 1 Juli 2022 juga berpengaruh pada meningkatnya tarif listrik dengan andil 0,01 persen (mtm).
Tarif listrik bagi golongan rumah tangga R2 (3.500 VA) dan R3 (6.600 VA ke atas) serta golongan pemerintah P1 (6.600 VA – 200 kVA) mengalami peningkatan sebesar 17,64 persen.
Sementara untuk golongan pemerintah P2 (200 kVA ke atas) meningkat sebesar 36,61 persen.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau di Kotamobagu menjadi pendorong utama inflasi dengan andil 0,60 persen (mtm).
Sama halnya dengan Manado, komoditas bawang merah masih menjadi pendorong inflasi dengan andil 0,65 persen (mtm).
Selain bawang merah, ikan cakalang juga mendorong inflasi dengan andil 0,13 persen (mtm), rokok putih dengan andil 0,10 persen (mtm), dan ikan malalugis dengan andil 0,08 persen (mtm).
Di sisi lain, komoditas tomat dan cabai rawit memberikan andil deflasi masingmasing sebesar -0,17 persen (mtm) dan -0,01 persen (mtm).
Kelompok lain yang memberikan andil inflasi Kotamobagu adalah kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran dari komoditas Rujak dengan andil 0,03 persen (mtm) dan ikan bakar dengan andil 0,02 persen (mtm).
Meningkatnya aktivitas masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan permintaan berbagai olahan makanan di Kotamobagu.
Kemudian dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Lainnya, komoditas tarif listrik juga memberikan tekanan inflasi dengan andil 0,01 persen (mtm) seperti yang terjadi di Kota Manado.
Pada bulan Agustus 2022, inflasi diperkirakan masih akan terjadi di Sulawesi Utara.
Beberapa risiko pendorong inflasi seperti meningkatnya mobilitas masyarakat dan penyelenggaraan MICE di Sulut, potensi kenaikan harga BBM non-subsidi dan gas LPG 12 kg pasca penyesuaian, serta potensi peningkatan biaya pendidikan seiring masuknya tahun ajaran baru menjadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
Meski demikian, membaiknya pasokan komoditas pangan dan perikanan karena faktor cuaca yang sudah kondusif diharapkan dapat menjadi faktor penahan inflasi di Agustus 2022.
Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah Daerah dalam kerangka TPID akan senantiasa bersinergi untuk memonitor risiko peningkatan inflasi sehingga dapat menentukan langkah pengendalian yang tepat agar inflasi tetap berada pada rentang sasarannya.
Mencermati perkembangan harga dan tingkat inflasi terkini, Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi Sulawesi Utara cenderung meningkat meski terjaga pada rentang sasaran inflasi 3±1 persen (yoy).
“Mengacu pada pengalaman sebelumnya, tingginya inflasi volatile food yang pada bulan Juni 2022 yang lalu telah direspon dengan baik oleh TPID baik pada tingkat Provinsi Sulawesi Utara ataupun Kabupaten/Kota melalui serangkaian upaya pengendalian inflasi. Harapannya, sinergi TPID dapat terus diperkuat terutama dalam menghadapi shock yang mempengaruhi harga komoditas,” kata Arbonas.
Selanjutnya menyadari bahwa interkonektivitas wilayah Sulut dengan wilayah sekitar merupakan faktor yang penting dalam pembentukan harga, TPID Provinsi Sulut juga telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-Sulawesi, Maluku, dan Papua (Rakorwil TPID Sulampua) pada 20 Juli 2022 yang dibuka oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara.
Kegiatan tersebut diawali dengan Focus Group Discussion temu pelaku usaha (pedagang besar) se-Sulampua untuk mengurangi asymmetric information serta untuk mengembangkan jejaring antar pedagang.
Melalui pembahasan dalam Rakorwil TPID Sulampua tersebut, penguatan sistem pertukaran informasi dan Kerja sama Antar Daerah (KAD) akan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian inflasi di Sulawesi Utara yang tidak terlepas dari kondisi ekonomi/inflasi di wilayah sekitar Sulut.
“Ke depan, tindak lanjut dari rapat tersebut akan menjadi perhatian bersama di masing-masing wilayah,” pungkas Arbonas.
(***/srisurya)