Manado – Pergerakan buruh di Sulut agak berbeda seperti di kota-kota besar di Indonesia. Jika di Jakarta misalnya, tuntutan buruh harus dieksekusi dengan demo besar-besaran, di Sulut tidak harus seperti itu. “Kondisi daerah kita yang kondusif tidak perlu dengan demo berujung anarki. Kecuali itu solusi terakhis jika negosiasi serikat buruh dan pengusaha menemui jalan buntu,” terang Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulut, Jack Andalangi dalam diskusi dan nonton bareng film Work Class Heroes yang digelar AJI Manado, Sabtu (7/12/2013) lalu di Hotel Gran Central Manado.
Dia pun meminta kepada pengusaha jangan takut dengan aktivitas buruh termasuk dalam berserikat membentuk organisasi buruh perusahan. “Karena intinya mereka juga ingin membangun perusahan menjadi baik dan sehat,” ungkapnya.
Cara serikat buruh menuntut hak-hak mereka termasuk upah layak, paling baik dengan jalan dialogis atau negosiasi. Dan jika hubungan baik yang terjalin antara pengusaha dan buruh bagus, tentu perusahan akan berkembang. “Sekali lagi pengusaha jangan takut dengan buruh,” tambah Andalangi.
Lain halnya disampaikan Ronny Buol dari kompas.com. Menurutnya, buruh harus punya nilai tawar. Artinya, buruh harus meningkatkan kualitas dan kemampuan kerja. “Sehingga perusahan berpikir dua kali memecat buruh yang punya kualitas. Saya kira kembali ke individu buruh itu sendiri, bukan hanya sekedar demo menuntut hak-hak mereka,” kata Buol yang diamini Lynvia Gunde dari Harian Metro.
Bahkan Lynvia menambahkan tenaga kerja lokal Sulut terlalu gengsi, sehingga peluang kerja direbut pekerja luar daerah. “Lihat saja mall dan sejumlah rumah makan yang pekerjanya berasal dari Jawa,” ujarnya. (Agust Hari)