Manado – Pemerintah Indonesia mewaspadai penyebaran wabah penyakit hewan African Swine Fever (ASF).
Penyakit yang menyerang babi ini dikabarkan terjadi di beberapa negara, terutama yang memiliki banyak populasi babi.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF.
Hal ini sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada sifat virus hanya menyerang ternak babi, maka sesuai penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Sulut, dr. Debie Kalalo melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), dr. Steaven Dandel, bahwa virus tersebut tidak menyerang manusia.
“Sebelumnya Hog Cholera atau yang dikenal dengan African Clasical Swine Flu (ACSF) sudah ada vaksin, namun yang terakhir ASF atau Virus Demam Babi Afrika itu belum ada vaksin. Namun kedua virus itu tidak menyerang manusia,” jelas Steaven Dandel melalui pesan WA kepada BeritaManado.com, Jumat (11/10/2019) sore.
African Swine Fever Virus Tidak Bersifat Zoonosis Seperti Rabies
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Sangihe, Yatris Tiala, mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan sosialisasi bagi para peternak agar jangan membeli sembarangan makanan babi.
“Kami sudah melakukan sosialisasi kepada peternak babi di Kecamatan Tahuna Barat. Karena disana banyak peternak babi, dalam sosialisasi ini kami menghimbau karena sumber penyebab virus itu dari hasil olahan makanan babi, maka jangan sembarangan memberi makan terhadap babi peliharaan,” ujar Tiala.
Menurut Yatris Tiala, ASFV ini tidak bersifat zoonosis seperti rabies. Dimana virusnya hanya menular dari babi ke babi. Hanya saja kata dia, virus demam babi ini berdampak terhadap nilai ekonomi akibat kematian babi.
“Babi ini tidak bersifat zoonosis hanya berjangkit dari babi ke babi. Hanya saja jika virusnya menyerang dalam radius semua babi akan mati. Karena penularanya sangat cepat. Bahkan berpengaruh terhadap nilai ekonomi,” tandas dia.
(JerryPalohoon)
Baca juga:
- Antisipasi Masuknya ASF ke Sulut, Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado Lakukan Ini
- Soal Demam Babi Afrika di Tomohon, Ini Tanggapan Kadis Pertanian dan Perikanan
- Virus Demam Babi Afrika Tidak Terdeteksi di Minsel
- Soal Virus ASF, ini Pernyataan Ketua Komisi II DPRD Sulut
- Mitra Masih Aman dari African Swine Fever Virus
Manado – Pemerintah Indonesia mewaspadai penyebaran wabah penyakit hewan African Swine Fever (ASF).
Penyakit yang menyerang babi ini dikabarkan terjadi di beberapa negara, terutama yang memiliki banyak populasi babi.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF.
Hal ini sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada sifat virus hanya menyerang ternak babi, maka sesuai penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Sulut, dr. Debie Kalalo melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), dr. Steaven Dandel, bahwa virus tersebut tidak menyerang manusia.
“Sebelumnya Hog Cholera atau yang dikenal dengan African Clasical Swine Flu (ACSF) sudah ada vaksin, namun yang terakhir ASF atau Virus Demam Babi Afrika itu belum ada vaksin. Namun kedua virus itu tidak menyerang manusia,” jelas Steaven Dandel melalui pesan WA kepada BeritaManado.com, Jumat (11/10/2019) sore.
African Swine Fever Virus Tidak Bersifat Zoonosis Seperti Rabies
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Sangihe, Yatris Tiala, mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan sosialisasi bagi para peternak agar jangan membeli sembarangan makanan babi.
“Kami sudah melakukan sosialisasi kepada peternak babi di Kecamatan Tahuna Barat. Karena disana banyak peternak babi, dalam sosialisasi ini kami menghimbau karena sumber penyebab virus itu dari hasil olahan makanan babi, maka jangan sembarangan memberi makan terhadap babi peliharaan,” ujar Tiala.
Menurut Yatris Tiala, ASFV ini tidak bersifat zoonosis seperti rabies. Dimana virusnya hanya menular dari babi ke babi. Hanya saja kata dia, virus demam babi ini berdampak terhadap nilai ekonomi akibat kematian babi.
“Babi ini tidak bersifat zoonosis hanya berjangkit dari babi ke babi. Hanya saja jika virusnya menyerang dalam radius semua babi akan mati. Karena penularanya sangat cepat. Bahkan berpengaruh terhadap nilai ekonomi,” tandas dia.
(JerryPalohoon)
Baca juga:
- Antisipasi Masuknya ASF ke Sulut, Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado Lakukan Ini
- Soal Demam Babi Afrika di Tomohon, Ini Tanggapan Kadis Pertanian dan Perikanan
- Virus Demam Babi Afrika Tidak Terdeteksi di Minsel
- Soal Virus ASF, ini Pernyataan Ketua Komisi II DPRD Sulut
- Mitra Masih Aman dari African Swine Fever Virus