Oleh: Wenshi Sofyan Jimmy Yosadi SH. (Advokat, Dewan Pakar MATAKIN, Pengurus FKUB Sulut)
Manado, BeritaManado.com — Agama Khonghucu / Ru Jiao tersebar di seluruh dunia dan dipeluk oleh mereka yang menyakininya apapun latar belakang etnis, ras dan dari penduduk negara manapun di muka bumi ini.
Mayoritas pemeluk agama Khonghucu berasal dari keturunan Tionghoa, namun agama Khonghucu untuk semua umat manusia.
Kedatangan orang-orang dari Tiongkok ke Nusantara berabad-abad yang lalu telah memperkaya agama dan budaya di Indonesia hingga saat ini.
Terdapat banyak Klenteng/Miào/Bio sebagai rumah ibadat Khonghucu di seluruh Indonesia, diantaranya di pulau Jawa terdapat di Ancol Jakarta, Semarang, Rembang, Lasem, Tuban dan sebagainya.
Di luar pulau Jawa terdapat banyak Klenteng tua ratusan tahun diantaranya di kota Makasar dan Manado.
Pada tahun 1729 di Batavia kini Jakarta telah aktif berdiri Sh?yuàn Taman Pendidikan Khonghucu yang bernama Míng chéng sh?yuàn/Taman belajar menggemilangkan iman.
Pada 17 Maret 1900, di Batavia berdiri sebuah lembaga yang bernama Tiong Hoa Hwee Koan/Zh?nghuá huìgu?n yang dipelopori tokoh-tokoh Khonghucu dengan tujuan memurnikan ajaran agama Khonghucu dan pendikan yang setara.
Pada tahun 1918 berdiri Lembaga keagamaan Khonghucu yang bernama Khong Khauw Hwee/K?ng jiàohuì di kota Solo.
Kemudian menyusul beberapa tempat lainnya yakni di Bandung, Cirebon, Surabaya, Makasar, Malang, Semarang dan lain-lain.
Pada tanggal 12 April tahun 1923 diselenggarakan Kongres pertama kalinya di Jokyakarta dan terbentuklah Khong Khauw Tjong Hwee/K?ng jiào z?ng huì/Majelis Pusat Agama Khonghucu.
Catatan sejarah inj menjadi cikal bakal lembaga MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia/Yìnní k?ng jiào z?ng huì/The Supreme Council for Confucian Religion In Indonesia, lembaga Umat Khonghucu satu-satunya yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.
Eksistensi agama Khonghucu di Nusantara sudah berabad-abad lamanya, jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri dan diproklamasikan pada tahun 1945.
Satu tahun setelah Indonesia Merdeka, tepatnya pada tahun 1946, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah tentang hari raya Nomor 02/OEM-1946.
Khusus bagi kalangan Tionghoa yang mayoritas pemeluk agama Khonghucu ditetapkan empat hari raya yakni Perayaan tahun baru Imlek, Hari Lahir Nabi Khongcu / Kongzi, Cheng Beng/Qing Ming dan Hari Wafat Nabi Khongcu/Kongzi.
Pada tahun 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden No. 1/ Pn.Ps/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa agama-agama yang dipeluk penduduk Indonesia berdasarkan sejarahnya ada 6 (enam) yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu (Confucius).
Pada tahun 1969, berdasarkan UU No. 5 tahun 1969, Penetapan Presiden ini kemudian menjadi Undang-Undang dan disebut UU No. 1/PnPs/1965.
Saat rezim Orde Baru berkuasa, umat Khonghucu mengalami diskriminasi panjang dimulai dari terbitnya Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 yang ditandatangani Presiden Soeharto.
Terbitnya berbagai aturan hukum sangat memojokkan umat Khonghucu dan lembaga MATAKIN, terlebih Keputusan Menteri yang menyebut Indonesia hanya mengakui lima agama tanpa Khonghucu dan mengalahkan Undang-Undang, memberikan bukti noda hitam sejarah yakni betapa hukum dikalahkan oleh kebijakan politik.
Eksistensi MATAKIN sebagai lembaga keagamaan tetap berjalan aktif walau banyak aturan hukum diskrimintif dan umat Khonghucu Indonesia dicabut hak-hak sipilnya.
Berkurangnya jumlah umat Khonghucu saat rezim orde baru sangatlah merugikan, yang bertahan hanya sedikit tapi tetap tekun beribadah seraya berjuang tiada henti.
Tidak bisa dicantumkan agama Khonghucu di Kartu Tanda Penduduk, pernikahan pasangan Khonghucu tidak dicatat negara melalui Catatan Sipil, murid-murid dan Mahasiswa Khonghucu tidak bisa mendapatkan pendidikan agama Khonghucu, tidak dilayani Departemen / Kementrian Agama serta banyaknya aturan diskriminatif ibarat hilangnya satu generasi umat Khonghucu di negara yang kita cintai bersama ini.
Pada tahun 2000, saat KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden, atas usaha pimpinan MATAKIN maka terbitlah Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 tahun 1967.
Hak-hak sipil umat Khonghucu mulai dibuka kembali atas jasa seorang Gus Dur, MATAKIN mulai melaksanakan Perayaan Tahun baru Imlek Nasional (Imleknas) dan dihadiri Presiden Gus Dur hingga Kepala Negara berikutnya.
Presiden Megawati Soekarno Putri saat menghadiri Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional yang diselenggarakan MATAKIN kemudian dalam sambutannya mengatakan memberikan kado bagi umat Khonghucu dengan menerbitkan Keputusan Presiden yang menetapkan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
Hingga kini, perayaan tahun baru Imlek melalui regulasi pemerintah telah ditetapkan sebagai hari libur keagamaan Khonghucu.
Eksistensi umat Khonghucu di kota Manado Sulawesi Utara sudah ada sejak ratusan tahun lalu saat bangsa Eropa (Portugis, Spanyol kemudian bangsa Belanda datang ke tanah Minahasa dengan membawa pekerja orang Tionghoa.
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1655 membuat benteng kayu di Manado dan diberi nama Nederlanche Vasticheijt.
Tahun 1673, benteng dari kayu direnovasi kemudian diganti dengan benteng yang terbuat dari beton dan diberi nama Fort Amsterdam.
Proses renovasi benteng ini selesai pada tahun 1703 yang dipimpin oleh Henry Duchiels.
Kemudian, di belakang benteng tersebut dibangun pemukiman Tionghoa yang disebut Kampung Cina, yaitu pemukiman orang Tionghoa di Manado berawal pada tahun 1607, saat Gubernur Maluku Admiral Mattelief de Jong mengirim sebuah Jung China untuk membeli beras di tanah Minahasa.
Ditengah pemukiman dibangun Klenteng pertama dan tertua yakni Klenteng Ban Hing Kiong/Wan Xing Gong yang dibangun tahun 1700-an dan direnovasi pertama kali dibangun semi permanen pada tahun 1819.
Sejak itu perayaan Tahun Baru Imlek dilaksanakan dengan mariah di Kota Manado, Sulawesi Utara hingga kini.
Kalender dengan penanggalan Imlek atau Yin Yang Li diciptakan oleh Huang Di, yang merupakan nenek moyang Suku Han, suku terbesar di Tiongkok, yang juga salah satu Nabi Purba/Shèng Huáng dan Raja Suci Shèng Wáng dalam Ru Jiao / agama Khonghucu.
Saat Huang Di berkuasa, justru Kalender ini belum digunakan.
Baru pada masa Dinasti pertama Xia (2205-1766 SM) kalender tersebut digunakan, sehingga lazim disebut sebagai Kalender Xia.
Setelah Xia runtuh diganti Dinasti Shang kemudian Dinasti Zhou dan Dinasti Qin kalender Huang Di tidak lagi digunakan dan kalender tersebut berganti setiap Dinasti.
Saat Dinasti Han berkuasa, Kalender Xia baru digunakan kembali saat Kaisar keempat Dinasti Han yang bernama Han Wu Di memerintah.
Pada tahun 104 SM, Kaisar han Wu Di kemudian menetapkan digunakannya kembali Kalender Dinasti Xia, mengikuti anjuran dan sabda Nabi Kongzi yang tersurat pada Kitab Suci Si Shu, bagian Kitab Lun Yu Jilid 11 ayat 2.
Saat itupula Kaisar Han Wu DI menetapkan Ru Jiao / agama Khonghucu sebagai agama Negara / State Religion.
Kemudian Kaisar Han Wu Di menetapkan penghitungan tahun pertama kalendernya dihitung sejak 551 SM, tahun kelahiran Nabi Kongzi.
Jika ditambahkan tahun Masehi 2023 maka tahun baru Imlek tahun ini adalah 2574 dan disebut pula Kongzili artinya penanggalan berdasarkan usia Nabi Kongzi.
Tahun baru Imlek 2574 Kongzili ditahun 2023 jatuh pada hari Minggu, tanggal 22 Januari 2023.
Dalam setiap agama diwilayah mana agama tersebut mula-mula lahir dan berkembang maka budayanya ikut lestari sebagaimana agama Khonghucu yang seiring dengan unsur budaya Tionghoa.
Sejarah agama Khonghucu / Ru Jiao berjalan bersama dalam lintasan sejarah bangsa Tionghoa selama kurun waktu 5000-an tahun hingga kini.
Setiap momen perayaan tahun baru Imlek pasti akan selalu ada pernak-pernik Imlek, angpao, barongsai dan Wushu, ramalam Shio dan quamia, Fengshui, pakaian yang didominasi warna merah/Cheongsam hingga riasan dan kuliner khas Imlek, semuanya adalah kebudayaan yang menyertai makna religi keagamaan Khonghucu.
Bagi umat Khonghucu, tahun baru Imlek adalah hari raya keagamaan.
Bagi masyarakat Tionghoa yang bukan lagi beragama Khonghucu yang turut merayakannya dari sisi budaya Tionghoa, tidak ada yang melarangnya.
“Mari kita bergembira bersama merayakan tahun baru Imlek dengan suka cita tapi etisnya jangan mengaburkan sejarah, makna keagamaannya dengan mengatakan bahwa tahun baru Imlek adalah budaya bukan agama. Kalau hanya unsur budaya tentu tidak ada upacara dan sembahyang yang seharusnya menjadi ranah agama. Jikapun dikatakan bahwa tahun baru Imlek adalah perayaan etnis (dalam hal ini Tionghoa), juga kurang tepat karena dirayakan pula bangsa-bangsa lain di dunia seperti Korea dan Jepang, Vietnam, Singapura dan bangsa lainnya dengan istilah berbeda,” jelas Yosadi.
Ditambahkannya, bahwa regulasi atau aturan hukum berhubungan dengan hari libur nasional di Republik Indonesia berkaitan dengan peristiwa penting nasional serta agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu, bukan hari raya etnis dan budaya semata.
Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional/Imleknas yang diselenggarakan MATAKIN setiap tahun, khusus Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili akan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Januari di Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah Jakarta dan Klenteng Kong Miao TMII Jakarta yang rencananya dihadiri Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek di Manado, Sulawesi Utara, dilaksanakan berbagai kegiatan yakni pembersihan rumah Ibadat Klenteng dan Jinshen arca Para Shen Ming/Sien Beng serta Nabi Kongzi, kegiatan bakti sosial berupa pemberian bantuan ke panti-panti asuhan, donor darah yang dilaksanakan di Klenteng Kongzi Miao Manado.
Selain itu ada juga penanaman pohon untuk penghijauan kota Manado, kebaktian serta upacara persembahyangan malam pergantian tahun, atraksi barongsai dan pemasangan kembang api.
Syukuran bersama masyarakat umum juga menjadi bagian dari perayaan ini, serta rangkaian upacara persembahyangan hingga puncaknya saat Capgomeh, dalam dialek Manado disebut Pasiar Tapikong yang jatuh oada hari Minggu, tanggal 5 Februari 2023.
Semua rangkaian kegiatan diinisiasi Pengurus MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) Provinsi Sulut, MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Manado, PERKHIN (Perempuan Khonghucu Indonesia) Sulut, PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia) Manado.
“Tema perayaan Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili tahun 2023 yang dikeluarkan MATAKIN adalah “Teraturnya Negara sesungguhnya berpangkal pada keberesan dalam Rumah Tangga/Zhi Guo Zai Qi Qi Jia”. Selamat Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili
Gong He Xin Xi, Wan Shi Ru Yi. Salam bahagia di tahun baru, berlaksa perkara sesuai harapan,” ucao Yosadi.
(***/Frangki Wullur)