Amurang—Soal pembuatan sertifikat Prona melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Minahasa Selatan melalui Desa dan Kelurahan se-Minsel. Ternyata, indikasi besar dipungut biaya sebesar Rp 800 hingga Rp 1 juta rupiah. Dengan demikian, merasa bahwa semuanya telah menyalahi aturan. Maka, tokoh masyarakat Minsel meminta DPRD Minsel memanggil Hukum Tua/Lurah dan Kepala BPN Minsel untuk dilaksanakan hearing.
Alexander Dailapasa, pemerhati pemerintah dan pembangunan Minsel membenarkan, bahwa pembuatan sertifikat prona tetap saja diminta bayar. ‘’Bahkan, besar pembayarannya diseting langsung oleh Hukum Tua ataupun Lurah. Dengan alasan, bahwa akan diberikan kepada pengukur tanah. Juga makan minum dan lain sebagainya,’’ ujar Dailapasa.
Lanjut Dailapasa, aturannya bahwa pembuatan sertifikat prona tidak dibayar satu sen pun. Namun ternyata, hal diatas tetap saja berlaku. Bahkan, hukum tua dan lurah melakukan seting dengan berbagai alasan agar supaya pemohon (warga, red) yang akan membuat sertifikat tetap harus membayar.
‘’Oleh sebab itu, kami tergaskan supaya pihak DPRD Minsel dapat memanggil hukum tua maupun lurah se-Minsel untuk diminta keterangan melalui hearing. Selain itu, kepala Kantor BPN Minsel Alexander Jush Pioh, SPd juga dan perangkatnya untuk hadir. Harus dipanggil, sebab banyak warga masih bingung, sementara banyak diantara pemohon sudah mengeluarkan uangnya untuk sertifikat tersebut,’’ kata Dailapasa.
Sementara itu, Dolly Frans, warga Kelurahan Kawangkoan Bawah Kecamatan Amurang Barat mendukung pemanggilan hukum tua maupun lurah. ‘’Artinya, setelah dipanggil pihak DPRD harus menjelaskan dengan benar soal bentuk dan aturan yang berlaku soal sertifikat prona. Karena memang, masih banyak warga dibodohi dengan alasan harus membayar tukang ukur dan lain sebagainya,’’ ungkap Frans. (and)
Amurang—Soal pembuatan sertifikat Prona melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Minahasa Selatan melalui Desa dan Kelurahan se-Minsel. Ternyata, indikasi besar dipungut biaya sebesar Rp 800 hingga Rp 1 juta rupiah. Dengan demikian, merasa bahwa semuanya telah menyalahi aturan. Maka, tokoh masyarakat Minsel meminta DPRD Minsel memanggil Hukum Tua/Lurah dan Kepala BPN Minsel untuk dilaksanakan hearing.
Alexander Dailapasa, pemerhati pemerintah dan pembangunan Minsel membenarkan, bahwa pembuatan sertifikat prona tetap saja diminta bayar. ‘’Bahkan, besar pembayarannya diseting langsung oleh Hukum Tua ataupun Lurah. Dengan alasan, bahwa akan diberikan kepada pengukur tanah. Juga makan minum dan lain sebagainya,’’ ujar Dailapasa.
Lanjut Dailapasa, aturannya bahwa pembuatan sertifikat prona tidak dibayar satu sen pun. Namun ternyata, hal diatas tetap saja berlaku. Bahkan, hukum tua dan lurah melakukan seting dengan berbagai alasan agar supaya pemohon (warga, red) yang akan membuat sertifikat tetap harus membayar.
‘’Oleh sebab itu, kami tergaskan supaya pihak DPRD Minsel dapat memanggil hukum tua maupun lurah se-Minsel untuk diminta keterangan melalui hearing. Selain itu, kepala Kantor BPN Minsel Alexander Jush Pioh, SPd juga dan perangkatnya untuk hadir. Harus dipanggil, sebab banyak warga masih bingung, sementara banyak diantara pemohon sudah mengeluarkan uangnya untuk sertifikat tersebut,’’ kata Dailapasa.
Sementara itu, Dolly Frans, warga Kelurahan Kawangkoan Bawah Kecamatan Amurang Barat mendukung pemanggilan hukum tua maupun lurah. ‘’Artinya, setelah dipanggil pihak DPRD harus menjelaskan dengan benar soal bentuk dan aturan yang berlaku soal sertifikat prona. Karena memang, masih banyak warga dibodohi dengan alasan harus membayar tukang ukur dan lain sebagainya,’’ ungkap Frans. (and)