Kakas, BeritaManado.com — Sartje Tetengean (67), warga Desa Pahaleten Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa, mencuri perhatian publik beberapa waktu ini.
Perempuan lanjut usia ini menolak menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah, dengan alasan masih kuat bekerja.
Yang dikatakan Oma Sartje bukan isapan jempol.
Sejak muda sampai usia lanjut sekarang ia giat bekerja, mengelolah sebuah warung kecil.
Sungguh tidak ada yang menyangka dan bisa dibilang hampir tidak masuk akal sehat, dari sebuah usaha warung kecil itu, oma Sartje bisa membangun rumah untuk ditinggali bersama saudara kandung lainnya.
Kepada BeritaManado.com, Minggu (7/6/2020) siang, Oma Sartje sapaan akrabnya berkenan menuturkan bahwa perjalanan hidupnya sejak kecil hingga saat ini merupakan sebuah proses yang panjang dan penuh dengan pergumulan.
“Saya awalnya ditawari oleh keluarga muslim pemilik warung di Langowan untuk belajar berdagang kecil-kecilan. Namun saya katakan bahwa tidak ada uang untuk membeli bahan jualan. Akan tetapi saya didesak untuk mengambil apa saja barang-barang yang bisa dijual. Akhirnya saya bersedia menerima tawaran itu. Saya mengambil barang dagangan seharga Rp. 100.000, dengan kemudahan untuk melakukan pembayaran denan cara dicicil sesuai kemampuan,” ungkap Oma Sartje.
Lebih lanjut ditambahkan perempuan yang hidup seorang diri ini bahwa dari hasil jualan di warung kecil, Oma Sartje bisa mendapatkan berkat untuk membeli sebidang tanah yang digunakan untuk berkebun.
Dari hasil kebun yang ditanami cengkih ditambah dengan sedikit penghasilan jualan di warung, Oma Sartje berhasil mengumpulkan uang untuk membangun rumah sang saat ini ditinggali bersama keluarganya, hanya saja ia mendapat bagian sendiri dari orangtua.
“Rumah kami dari dahulu memang sudah ada di lokasi ini, hanya saja kondisinya masih terbuat dari kayu dengan atap daun ilalang atau untuk sebutan orang Minahasa kusu-kusu. Dari kecil, saya mendapat didikan dari orangtua untuk tidak menyerah pada keadaan, namun harus tetap bekerja keras meski seorang perempuan,” ungkapnya.
Terkait dengan penolakan Oma Sartje untuk menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa dari pemerintah setempat, dirinya mengatakan bahwa hal tersebut ada prosesnya bukan langsung terjadi pada beberapa hari lalu.
Diceritakan oma Sartje bahwa hal itu berawal saat kepala jaga (Pala) yang akan melakukan pendataan keluarga-keluarga yang akan mendapatkan bantuan hingga saat pemasangan stiker keluarga kurang mampu.
Sejak saat itu Oma Sartje sudah mengatakan kepada pemerintah setempat bahwa dirinya tidak bersedia menerima BLT tersebut dengan alasan bahwa pekerjaan yang dilakoni setiap hari sudah cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
“Hal ini saya lakukan dari hati nurani dan bukan karena ada pengaruh ataupun desakan dari orang lain. Hanya saja memang pembuatan surat pernyataan, dibantu salah satu perangkat desa dan saya tinggal membubuhkan tanda tangan saja. Jadi intinya, saya mengembalikan bantuan tersebut kepada pemerintah untuk bisa diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Kalau untuk urusan hidup, asalkan sudah bisa beli beras satu atau dua liter saja, itu sudah cukup untuk makan selama satu minggu,” tutur Oma Sartje.
Oma Sartje pun tak lupa mengatakan bahwa dari perjuangannya saat berjualan setiap hari, hal utama yang ia lakukan adalah mencari uang untuk persembahan atau derma di setiap hari Minggu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) GMIM Eben Haezar Pahaleten Pdt. Djefry Mandolang mengatakan bahwa Oma Sartje adalah anggota jemaat GMIM Eben Haezar Pahaleten, bahkan ia pernah menjadi salah satu pimpinan dalam Komisi Pelayanan Pemuda tingkat jemaat.
“Dari yang saya tanyakan langsung kepada beliau, Oma Sartje ternyata pernah menjabat sebagai Bendahara Komisi Pemuda GMIM Pahaleten tahun 1991 – 1995 saat pelayanan dipegang oleh Pdt. Wuntukuhon. Dari saya pribadi maupun sebagai Pendeta di Jemaat GMIM Eben Haezar ini menganggap bahwa apa yang dilakukan Oma Sartje ini adalah sebuah inspirasi. Bukan semata-mata karena ia menolak menerima bantuan pemerintah, akan tetapi perjuangan dan teladan hidup sebagai orang Kristen,” ungkap Pdt. Djefry Mandolang.
(Frangki Wullur)