Bitung—Dua perban masih membungkus kedua tangan Hasan Yahya Harun, setelah ia menjadi korban limbah bungkil yang dibuang sembarangan oleh salah satu perusahaan minyak kelapa. Ia hanya bisa bergantung pada istrinya, Lia untuk beraktivitas seperti makan, ganti baju dan aktivitas sehari-hari lainnya.
“Sampai saat ini saya belum bisa melakukan aktivitas apa-apa, jadi semuanya bergantung pada istri,” kata Harun ketika ditemui, Rabu (26/9) di rumahnya di Wangurer Barat.
Harun mengaku tidak menyangka jika dirinya ikut menjadi korban seperti yang dialami salah satu siswanya Dahlan Lahia (8) yang kedua kaki dan tangan kanan hangus terbakar karena terperosok ke limbah bungkil. “Saya hanya bermaksud mengambil dokumentasi lokasi Lahia terjatuh, tapi tanpa saya sadari saya terperosok akibat tanah yang saya pijak amblas karena dibawahnya ada limbah yang menyerupai lumpur,” kata Hasan.
Ia menuturkan, Kamis (20/7) ia didatangi pihak kelurahan meminta konfirmasi soal musibah yang menimpa Lahia Kamis (19/9). Hasan kemudian berinisiatif untuk mendampingi meninjau lokasi bersama seorang security Mandrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kota Bitung, Ridwan Moha.
“Setibanya di lokasi kami melihat ada mobil tangki milik PDAM yang dikemudikan Ale. Saya tidak tahu tujuan mobil tersebut ada disana, tapi kemungkinan untuk melakukan antisipasi seperti penyimaran lokasi limbah bungkil,” katanya.
Mengingat dirinya tidak tahu persis lokasi Lahia terperosok, dirinya bersama Moha mencari-cari. Dan dari kejauahan keduanya melihat ada bangkai anjing yang sudah hangus terbakar persis di tumpukan tanah berwarna hitam.
“Kami curiga itulah lokasi Lahia terjatuh. Saya kemudian mencoba mengambil gambar, namun karena terlalu jauh saya mendekat. Disaat itulah tanah yang saya pijak tiba-tiba amblas dan dengan reflex saya mencoba menjaga keseimbangan dengan bertumpu pada dua tangan yang ikut juga amblas serta hangus,” katanya.
Beruntung kedua kakinya tidak separah dengan kedua tangannya. Mengingat sepatu yang ia gunakan berhasil melindinginya dari panasnya lumpur bungkil, namun kedua telapak tangannya melepuh terbakar dan masih dibungkus perban hingga kini.
“Saya tidak habis pikir kenapa limbah berbahaya itu dibuang sembarangan dan tidak ada pencegahan dari instansi terkait. Padahal dari informasi sudah ada tujuh korban dan saya korban kedelapan limbah tersebut. Kebanyakan adalah anak-anak yang bermain dilokasi tersebut,” katanya.
Lebih lanjut Harun mengatakan, kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian setelah Lahia menjadi korban. Namun anehnya pihak kepolisian tidak memasang police line padahal setelah kejadian sejumlah polisi mendatangi lokasi mencari tahu kejadian tersebut.
“Seandainya lokasi itu langsung dipolice line pasti kedua tangan saya tidak akan diperban seperti ini,” katanya.(enk)
Bitung—Dua perban masih membungkus kedua tangan Hasan Yahya Harun, setelah ia menjadi korban limbah bungkil yang dibuang sembarangan oleh salah satu perusahaan minyak kelapa. Ia hanya bisa bergantung pada istrinya, Lia untuk beraktivitas seperti makan, ganti baju dan aktivitas sehari-hari lainnya.
“Sampai saat ini saya belum bisa melakukan aktivitas apa-apa, jadi semuanya bergantung pada istri,” kata Harun ketika ditemui, Rabu (26/9) di rumahnya di Wangurer Barat.
Harun mengaku tidak menyangka jika dirinya ikut menjadi korban seperti yang dialami salah satu siswanya Dahlan Lahia (8) yang kedua kaki dan tangan kanan hangus terbakar karena terperosok ke limbah bungkil. “Saya hanya bermaksud mengambil dokumentasi lokasi Lahia terjatuh, tapi tanpa saya sadari saya terperosok akibat tanah yang saya pijak amblas karena dibawahnya ada limbah yang menyerupai lumpur,” kata Hasan.
Ia menuturkan, Kamis (20/7) ia didatangi pihak kelurahan meminta konfirmasi soal musibah yang menimpa Lahia Kamis (19/9). Hasan kemudian berinisiatif untuk mendampingi meninjau lokasi bersama seorang security Mandrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kota Bitung, Ridwan Moha.
“Setibanya di lokasi kami melihat ada mobil tangki milik PDAM yang dikemudikan Ale. Saya tidak tahu tujuan mobil tersebut ada disana, tapi kemungkinan untuk melakukan antisipasi seperti penyimaran lokasi limbah bungkil,” katanya.
Mengingat dirinya tidak tahu persis lokasi Lahia terperosok, dirinya bersama Moha mencari-cari. Dan dari kejauahan keduanya melihat ada bangkai anjing yang sudah hangus terbakar persis di tumpukan tanah berwarna hitam.
“Kami curiga itulah lokasi Lahia terjatuh. Saya kemudian mencoba mengambil gambar, namun karena terlalu jauh saya mendekat. Disaat itulah tanah yang saya pijak tiba-tiba amblas dan dengan reflex saya mencoba menjaga keseimbangan dengan bertumpu pada dua tangan yang ikut juga amblas serta hangus,” katanya.
Beruntung kedua kakinya tidak separah dengan kedua tangannya. Mengingat sepatu yang ia gunakan berhasil melindinginya dari panasnya lumpur bungkil, namun kedua telapak tangannya melepuh terbakar dan masih dibungkus perban hingga kini.
“Saya tidak habis pikir kenapa limbah berbahaya itu dibuang sembarangan dan tidak ada pencegahan dari instansi terkait. Padahal dari informasi sudah ada tujuh korban dan saya korban kedelapan limbah tersebut. Kebanyakan adalah anak-anak yang bermain dilokasi tersebut,” katanya.
Lebih lanjut Harun mengatakan, kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian setelah Lahia menjadi korban. Namun anehnya pihak kepolisian tidak memasang police line padahal setelah kejadian sejumlah polisi mendatangi lokasi mencari tahu kejadian tersebut.
“Seandainya lokasi itu langsung dipolice line pasti kedua tangan saya tidak akan diperban seperti ini,” katanya.(enk)