Amurang, BeritaManado — Penyelenggaraan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019, saat ini akan masuk dalam kampanye metode rapat umum. Diketahui bahwa kampanye model ini menjadi puncak kampanye para kontestan Pemilu menuju hari pencoblosan pada tanggal 17 April 2019.
Kepada BeritaManado.com, Fanley Pangemanan yang adalah pengamat politik di Sulawesi Utara (Sulut) menyampaikan pasti para peserta Pemilu, baik Partai Politik maupun pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden akan berupaya maksimal untuk menarik dan menaikan elektabikitasnya lewat kampanye ini.
“Melihat dinamika yang ada, ini adalah klimaksnya kampanye, dari berbagai masalah yang sudah terjadi seperti berbagai perbedaan, perpecahan. Saya khawatir pada momen itu akan jadi puncak. Saya mengira berbagai akumulasi masalah tererupsi dalam kampanye rapat umum ini,” kata Fanley Pangemanan, yang juga adalah Dosen di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat).
Dirinya menjelaskan, wajib diantisipasi bahwa potensi pelanggaran pertama bisa terjadi di daerah yang diklaim menjadi basis dukungan para caleg dan Capres.
“Bila daerah itu diklaim sebagai tempat pendukung salah satu caleg atau paslon, kemudian caleg dan paslon lainnya masuk akan dianggap sebagai ancaman. Ujungnya, ada saja intimidasi-intimidasi tertentu yang dilakukan terhadap salah satu caleg atau paslon jika memasuki daerah lawan,” terang Fanley Pangemanan.
Dosen di Program Magister Tata Kelola Kepemiluan Pascasarjana Unsrat ini menyampaikan hal ini beralasan karena sudah mulai terjadi sebelum rapat umum. Oleh karena itu, daerah yang diklaim menjadi basis lawan harus mendapat perhatian khusus dari penyelenggara Pemilu.
“Perlu diingatkan bahwa KPU dan Bawslu hendaknya tegas dengan jadwal dan zonasi kampanyenya. Bagi saya bisa saja ada pelanggaran-pelanggaran lain yang diprediksi juga akan terjadi dalam kampanye rapat umum nanti. Misal saja salah satunya mengenai politik uang,” tukas Fanley Pangemanan.
Dijelaskannya, karena pada rapat umum nantikan akan menghadirkan lebih banyak orang. Bagaimana pengerahan terhadap pendukung untuk bisa hadir kan selalu menjadi isu. Apakah mereka hadir betul-betul keinginan sendiri atau dimobilisasi.
“Jika dimobilisasi, biasanya berkaitan erat dengan politik uang. Sebab regulasi jelas mengatur batasan pemberian bahan kampanye seperti kaos. Namun yang selalu menjadi alasan yakni pemberian uang makan dan transportasi. Dan itu belum diatur jelas. Bisa saja hal ini dijadikan modus,” ujar Fanley Pangemanan.
Fanley Pangemanan yang juga adalah mantan Ketua KPU Minsel ini mengatakan potensi kedua, mengenai keterlibatan ASN.
“Ketiga, potensi pelanggaran lainnya adalah penggunaan fasilitas yang dilarang untuk kampanye. Misalnya seperti lembaga pendidikan, tempat ibadah, dan gedung pemerintah,” tambah Fanley Pangemanan.
Dirinya mengingatkan, pelanggaran lain seperti perusakan alat peraga kampanye, silang dukungan, hingga pengaturan lokasi kampanye juga perlu diantisipasi oleh KPU dan Bawaslu.
“Diharapkan kepada elite politik, tokoh masyarakat, tokoh agama dan stakeholder pemilu lainnya agar kiranya secara bergandengan memberikan edukasi politik yang benar kepada masyarakat,” pungkas Fanley Pangemanan.
(TamuraWatung)