Manado, BeritaManado.com – Munculnya beberapa nama calon legislatif (caleg) yang didaftarkan partai politik (parpol) memberi signal bahwa parpol belum konsisten dengan apa yang menjadi janjinya pada saat menandatangani pakta integritas yang salah satu materinya tidak mendaftarkan calon yang pernah menjadi narapidana korupsi, bandar narkoba dan kekerasan seksual terhadap anak.
Menurut pakar politik, Dr Ferry Daud Liando, jika saja masih sebagai calon kelakuan parpol sudah seperti ini, lalai bagaimana jadinya jika parpol ini berkuasa.
“Saya menduga terdapat beberapa kendala bagi sebagian parpol sehingga tetap menyalonkan mantan narapidana sebagai caleg,” jelas Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Senin (30/7/2018).
Kendala-kendala tersebut diantaranya, pertama, ketiadaan database anggota yang dimiliki masing-masing parpol sehingga tidak bisa mendokumentasikan mana kader yang bermasalah dan bersih.
Kedua, kesulitan bagi parpol memenuhi jumlah caleg yang harus dipenuhi masing-masing parpol di setiap dapil, sehingga siapa saja yang mendafatar sebagai caleg tidak diverifikasi secara ketat untuk disaring sehingga muncul pendaftaran yakni bakal calo mantan narapidana.
“Akhirnya prinsip parpol menjadi apa yang diwetak maka itu yang diwokok. Apa saja yang disajikan, maka itu saja yang dimanfaatkan,” tukas Ferry Liando.
Ketiga, sistim Pemilu 2019 yang menggunakan metode sainte lague mengaruskan semua parpol berupaya mendapatkan suara terbanyak. Sistem ini menganut the winner take all. Artinya peraih suara terbanyak berhak menguasai semua kursi.
“Munculnya caleg mantan narapidana diduga karea caleg tersebut memiliki peluang elektoral yang cukup kuat, sehingga tetap sebagai vote getter,” tukas Ferry Liando.
Keempat, sebagian parpol diduga sengaja melakukan perlawanan terhadap peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan legislatif dikarenakan aturan tersebut masih diperkarakan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Persepsi ini sangat keliru. Sebab putusan MA tentu akan berlaku pasca putusan, bukan berlaku sebelum putusan. Namun demikian publik sangat berharap agar parpol tetap menunjukkan fatsoen politiknya agar pemilu menjadj lebih bermartabat,” pungkas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)
Manado, BeritaManado.com – Munculnya beberapa nama calon legislatif (caleg) yang didaftarkan partai politik (parpol) memberi signal bahwa parpol belum konsisten dengan apa yang menjadi janjinya pada saat menandatangani pakta integritas yang salah satu materinya tidak mendaftarkan calon yang pernah menjadi narapidana korupsi, bandar narkoba dan kekerasan seksual terhadap anak.
Menurut pakar politik, Dr Ferry Daud Liando, jika saja masih sebagai calon kelakuan parpol sudah seperti ini, lalai bagaimana jadinya jika parpol ini berkuasa.
“Saya menduga terdapat beberapa kendala bagi sebagian parpol sehingga tetap menyalonkan mantan narapidana sebagai caleg,” jelas Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Senin (30/7/2018).
Kendala-kendala tersebut diantaranya, pertama, ketiadaan database anggota yang dimiliki masing-masing parpol sehingga tidak bisa mendokumentasikan mana kader yang bermasalah dan bersih.
Kedua, kesulitan bagi parpol memenuhi jumlah caleg yang harus dipenuhi masing-masing parpol di setiap dapil, sehingga siapa saja yang mendafatar sebagai caleg tidak diverifikasi secara ketat untuk disaring sehingga muncul pendaftaran yakni bakal calo mantan narapidana.
“Akhirnya prinsip parpol menjadi apa yang diwetak maka itu yang diwokok. Apa saja yang disajikan, maka itu saja yang dimanfaatkan,” tukas Ferry Liando.
Ketiga, sistim Pemilu 2019 yang menggunakan metode sainte lague mengaruskan semua parpol berupaya mendapatkan suara terbanyak. Sistem ini menganut the winner take all. Artinya peraih suara terbanyak berhak menguasai semua kursi.
“Munculnya caleg mantan narapidana diduga karea caleg tersebut memiliki peluang elektoral yang cukup kuat, sehingga tetap sebagai vote getter,” tukas Ferry Liando.
Keempat, sebagian parpol diduga sengaja melakukan perlawanan terhadap peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan legislatif dikarenakan aturan tersebut masih diperkarakan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Persepsi ini sangat keliru. Sebab putusan MA tentu akan berlaku pasca putusan, bukan berlaku sebelum putusan. Namun demikian publik sangat berharap agar parpol tetap menunjukkan fatsoen politiknya agar pemilu menjadj lebih bermartabat,” pungkas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)