Manado – Kegiatan kunjungan kerja maupun studi banding yang dilakukan para legislator di Sulut, tampaknya menjadi sorotan bagi sejumlah pihak.
Salah satunya akadimisi Unsrat, Dr Ferry Daud Liando SIp, MSi. Ia pun berpendapat bahwa, sebaiknya lembaga publik tidak lagi dijadikan tempat untuk belajar dari para pejabat, karena dinilai merupakan pemborosan uang negara.
“Kedepan perlu di upayakan agar lembaga-lembaga publik bukan lagi merupakan tempat belajar bagi pejabat-pejabat publik. Kalau orang atau pejabat nanti belajar pada saat menjabat maka uang negara ini tentu akan terkuras hanya sekedar membiayai pejabat publik untuk belajar,” kata Liando.
Ketua Program Studi Pengelola Sumber Daya Pembangunan (PSP) Pasca Sarjana ini memiliki sebuah solusi, guna penghematan uang negara yang nantinya dipakai oleh pejabat publik seperti para anggota DPRD.
Menurutnya, peran partai politik (Parpol) dan pemilih juga ikut mempengaruhi penghematan anggaran tersebut.
“Makanya proses rekrutmen oleh parpol sangat penting. Paling tidak mempromosikan orang yang memiliki kecakapan baik dari aspek kepemimpinan, keterampilan maupun aspek integritas. Tentunya dengan begitu negara tidak akan rugi. Sebab figur-figur seperti itu dianggap mapan dan tidak perlu diajari bagaimana menguasai Tupoksi. Pemilih juga harus waspada. Jika menginginkan anggaran negara tidak terkuras hanya untuk melatih/mengajari anggota DPRD maka pilihlah mereka yang kita kenal cakap dan terlatih. Jangan memilih calon hanya karena uang. Tapi entah sampai kapan?,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa, anggaran hibah untuk Parpol yang bersumber APBN atau APBD dimanfaatkan untuk pelatihan kader. “Baik APBN maupun APBD disediakan dana hibah untuk Parpol. 60 persen dari anggaran tersebut dimaksudkan untuk melatih kader kader Parpol agar memiliki kecakapan,” imbaunya.
Ia pun kembali mengigatkan akan peran anggota legislatif (Aleg) terkait kinerja dalam pemerintahan. “DPRD harus sadar bahwa posisinya hanya sebagai legislatif. Tugas utamanya adalah aspirator dan pengawasan. Baik dalam penyusunan anggaran maupun perumusan regulasi dan pelaksanaannya. DPRD bukanlah eksekuti yang harus dipaksa menguasai hal-hal yang bersifat teknis. SIfat teknis itu adalah kinerja eksekutif. Kalau Bimtek dan Kunker yang kerap dilakukan DPRD dalam rangka belajar hal-hal teknis itu bukan bagiannya. Kedepan perlu di evaluasi apakah Kunker dan Bimtek DPRD itu memberi dampak pada kepentingan publik atau tidak. Kalau memberi dampak, maka publik harus realistis untuk memberikan dukungan. Kalau tidak bermanfaat, maka perlu diutamakan bagi Aleg yang baru,” tegasnya. (leriandokambey)
Manado – Kegiatan kunjungan kerja maupun studi banding yang dilakukan para legislator di Sulut, tampaknya menjadi sorotan bagi sejumlah pihak.
Salah satunya akadimisi Unsrat, Dr Ferry Daud Liando SIp, MSi. Ia pun berpendapat bahwa, sebaiknya lembaga publik tidak lagi dijadikan tempat untuk belajar dari para pejabat, karena dinilai merupakan pemborosan uang negara.
“Kedepan perlu di upayakan agar lembaga-lembaga publik bukan lagi merupakan tempat belajar bagi pejabat-pejabat publik. Kalau orang atau pejabat nanti belajar pada saat menjabat maka uang negara ini tentu akan terkuras hanya sekedar membiayai pejabat publik untuk belajar,” kata Liando.
Ketua Program Studi Pengelola Sumber Daya Pembangunan (PSP) Pasca Sarjana ini memiliki sebuah solusi, guna penghematan uang negara yang nantinya dipakai oleh pejabat publik seperti para anggota DPRD.
Menurutnya, peran partai politik (Parpol) dan pemilih juga ikut mempengaruhi penghematan anggaran tersebut.
“Makanya proses rekrutmen oleh parpol sangat penting. Paling tidak mempromosikan orang yang memiliki kecakapan baik dari aspek kepemimpinan, keterampilan maupun aspek integritas. Tentunya dengan begitu negara tidak akan rugi. Sebab figur-figur seperti itu dianggap mapan dan tidak perlu diajari bagaimana menguasai Tupoksi. Pemilih juga harus waspada. Jika menginginkan anggaran negara tidak terkuras hanya untuk melatih/mengajari anggota DPRD maka pilihlah mereka yang kita kenal cakap dan terlatih. Jangan memilih calon hanya karena uang. Tapi entah sampai kapan?,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa, anggaran hibah untuk Parpol yang bersumber APBN atau APBD dimanfaatkan untuk pelatihan kader. “Baik APBN maupun APBD disediakan dana hibah untuk Parpol. 60 persen dari anggaran tersebut dimaksudkan untuk melatih kader kader Parpol agar memiliki kecakapan,” imbaunya.
Ia pun kembali mengigatkan akan peran anggota legislatif (Aleg) terkait kinerja dalam pemerintahan. “DPRD harus sadar bahwa posisinya hanya sebagai legislatif. Tugas utamanya adalah aspirator dan pengawasan. Baik dalam penyusunan anggaran maupun perumusan regulasi dan pelaksanaannya. DPRD bukanlah eksekuti yang harus dipaksa menguasai hal-hal yang bersifat teknis. SIfat teknis itu adalah kinerja eksekutif. Kalau Bimtek dan Kunker yang kerap dilakukan DPRD dalam rangka belajar hal-hal teknis itu bukan bagiannya. Kedepan perlu di evaluasi apakah Kunker dan Bimtek DPRD itu memberi dampak pada kepentingan publik atau tidak. Kalau memberi dampak, maka publik harus realistis untuk memberikan dukungan. Kalau tidak bermanfaat, maka perlu diutamakan bagi Aleg yang baru,” tegasnya. (leriandokambey)