Manado, BeritaManado.com — Kelompok aktivis tergabung dalam Koalisi Kawal Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu menyesalkan tim seleksi yang tak memperhatikan keterwakilan perempuan di Bawaslu Provinsi.
Pasalnya dari hasil seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi menunjukkan dari total 150 orang peserta yang lolos seleksi tahapan tes kesehatan dan tes wawancara di 25 provinsi, hanya terdapat 28 orang peserta perempuan atau sekitar 18,7 persen.
Dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, Anggota Koalisi Kawal Keterwakilan Perempuan yang juga peneliti Puskapol UI Beni Telaumbanua mengatakan, bahwa hal tersebut menujukkan kondisi darurat keterwakilan perempuan di Bawaslu Provinsi.
“Jumlah ini bukan hanya sekedar mengkhawatirkan tetapi sudah menunjukan kondisi darurat keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi,” ujar Beni dikutip, Selasa (9/8/2022).
Seleksi yang dipaksakan 2 Agustus 2022 lalu, Tim Seleksi telah mengumumkan daftar peserta yang lolos seleksi tes kesehatan dan wawancara untuk calon anggota Bawaslu di 25 provinsi.
Berdasarkan penelusuran terhadap data hasil seleksi, Beni menegaskan terdapat tujuh provinsi yang sama sekali tidak memiliki keterwakilan perempuan.
Yakni Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, dan Sumatera Barat.
Padahal secara jelas Pasal 29 Ayat 11 UU No. 7 Tahun 2017 dan Pasal 6 dan 3 Perbawaslu No. 8 Tahun 2019 mengatur minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam keanggotaan pemilu.
Bukan hanya itu saja, terdapat 12 provinsi yang hanya meloloskan satu orang perempuan (16,679) dari total enam peserta yang lolos pada tahap seleksi kesehatan dan wawancara.
“Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh provinsi yang dipastikan tidak memiliki keterwakilan perempuan dan 12 provinsi yang berpotensi tidak memiliki keterwakilan perempuan apabila Bawaslu RI tidak menerapkan kebijakan afirmasi pada tahapan uji kelayakan dan kepatutan,” jelas Beni.
Beni juga menjelaskan, dari 25 provinsi yang melaksanakan proses seleksi, hanya enam provinsi yang meloloskan perempuan lebih dari 30 persen.
Yaitu Kepulauan Riau (50 persen), Kalimantan Tengah (50 persen, Jawa Timur (50 persen), Jawa Tengah (50 persen), DKI Jakarta (33,3 persen), dan Sulawesi Barat (33,3 persen).
“Kami mengapresiasi komitmen Tim Seleksi di enam provinsi tersebut yang berkomitmen untuk menerapkan tindakan afirmasi dalam proses seleksi di tiap tahapannya,” ucap Beni.
Namun demikian kata Beni, proses di enam provinsi tersebut juga harus tetap dikawal oleh seluruh pihak.
Beni mengungkapkan pada seleksi Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/kota periode 2017-2019, capaian keterwakilan perempuan secara keseluruhan baru mencapai 20,2 persen untuk tingkat provinsi dan 16,5 persen untuk tingkat kabupaten/kota.
Masyarakat kata Beni, menaruh kepercayaan penuh kepada Bawaslu RI periode 2022-2027 untuk mengubah kondisi keterwakilan perempuan yang masih memprihatinkan ini.
Namun, hasil yang ditunjukkan oleh proses seleksi di 25 provinsi belum menunjukkan perhatian serius Bawaslu RI terhadap keterwakilan perempuan.
“Pengalaman seleksi Bawaslu di beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang tidak menghadirkan satupun representasi perempuan menjadi kemunduran demokrasi dan kemunduran terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan gender,” ungkap Beni.
Karenanya pihaknya mengharapkan agar kegagalan menerapkan prinsip afirmasi dengan mengawal keterwakilan perempuan tidak terjadi lagi untuk seleksi Bawaslu selanjutnya, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Mengingat kata dia, lembaga penyelenggara pemilu adalah garda terdepan untuk mewujudkan pemilu yang inklusif dan sangat penting untuk memulainya dari proses seleksi penyelenggara pemilu.
Yakni mulai dari regulasi teknis yang inklusif, seleksi timsel, seleksi penyelenggara, hingga mekanisme dan muatan dalam proses seleksi.
Lebih lanjut Koalisi Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu kata Beni meminta Bawaslu memastikan terpenuhinya keterwakilan perempuan 30 persen dalam hasil akhir seleksi anggota Bawaslu di 18 provinsi.
“Menunjukan spirit dan komitmen untuk menegakkan keadilan gender dan pemilu inklusif saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan Bawaslu provinsi,” ungkap Beni.
Selain itu, pihaknya juga meminta Bawaslu melakukan evaluasi dan teguran kepada tim seleksi yang tidak menjalankan amanat UU dan Perbawaslu.
“(Bawaslu) Melakukan evaluasi dan teguran keras terhadap Tim Seleksi yang tidak menjalankan amanat UU dan Perbawaslu terkait kebijakan afirmasi dengan tidak meloloskan atau hanya meloloskan satu orang perempuan dalam penentuan enam besar,” katanya.
Koalisi Kawal Keterwakilan Perempuan tersebut terdiri dari Puskapol LPPSP Fisip Universitas Indonesia, Pusat Studi Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi, Perludem, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Koalisi Perempuan Indonesia, dan Maju Perempuan Indonesia dan lainnya.
(Hendra Usman)