Hal ini dikatakan Fadly Rahman dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sulawesi Utara (Sulut) dalam Bimbingan Teknis Pelaksanaan Regulasi Kampanye dan Pelaporan Dana Kampanye untuk Mewujudkan Pemilihan Serentak Nasional 2024 yang Partisipatif, Terbuka dan Berakuntabilitas Publik, yang digelar KPU Sulut di Hotel The Sentra, Senin (16/9/2024).
Airmadidi, BeritaManado.com – Pemantauan dan pengawasan dibutuhkan untuk memastikan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada berjalan adil dan berintegritas.
“KIPP salah satu yang berperan, namun disayangkan kami memiliki banyak keterbatasan akses. Selain masyarakat, pengawasan dilakukan pihak penyelenggara dalam hal ini Bawaslu,” tukas Fadly.
Ia menambahkan, politik uang jadi salah satu indikator kerusakan demokrasi.
“Keakuratan data dana kampanye bisa mengukur potensi kerusakan demokrasi akibat politik uang,” tukas Fadly Rahman.
Sementara, Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Rendy Umboh, mengungkapkan sumber dan penggunaan dana kampanye jadi isu krusial dalam setiap pelaksanaan Pemilu. Dibutuhkan partisipasi publik dan stake holder mengawasi dana kampanye.
“Partisipasi termasuk masyarakat dan pemantau, mengingatkan soal tahapan, memastikan penerimaan dan pemanfaatan dana kampanye sesuai aturan,” kata Rendy Umboh.
Dijelaskan Rendy, penyelenggara Pemilu bisa lakukan pembatalan calon jika menerima dana kampanye dari sumber tidak jelas.
“Termasuk yang dilarang dari negara, LSM, swasta dan WNA asing,” tandas Rendy dalam pemaparan materi ‘Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye Melalui Pengawasan Partisipatif’.
Kata Rendy, dana kampanye dalam bentuk uang, barang dan jasa. Uang wajib disetor dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).
“Barang dan jasa harus dicatat berdasarkan harga pasar dengan nilai yang wajar,” tukas Rendy dalam Bimtek yang dimoderatori pejabat KPU Sulut, Raymond Mamahit.
(JerryPalohoon)