Manado, BeritaManado.com — Imbas Pandemi Covid-19 dirasakan global bahkan di berbagak sektor ekonomi bangsa.
Di Indonesia, banyak pengamat menilai dampak ini bukan hanya mengacaukan lini kesehatan melainkan akan berakibat pada krisis ekonomi dan budaya.
Warga Sulut pun diminta tidak panik namun harus mulai mempersiapkan diri.
Apalagi, hal paling mendasar dalam ketahanan ekonomi adalah makan dan minum alias menjaga kondisi ‘kampung tenga’.
Joppie H.E. Worek, seorang wartawan senior di Sulut menilai masa krisis seperti sekarang, membuat makanan dan minuman jauh lebih bernilai dari uang dan mobil mewah.
Olehnya, ia menyarankan semua unit sosial harus memiliki ketahanan pangan.
“Mulai dari rumah tangga hingga negara perlu mengusahakan ketahanan pangan tersebut,” kata Joppie Worek.
Joppie Worek menjelaskan, negara melalui Presiden Jokowi akan menyalurkan dana sekira Rp400 triliun untuk mengatasi krisis Covid19.
Tujuannya antara lain menjaga stabilitas ekonomi rakyat.
“Namun 10 atau 20 Kilogram beras tidaklah cukup. Rakyat juga harus tetap berjuang mengusahakan ketersediaan pangan bagi keluarganya demi bertahan hidup,” tegasnya.
Ia pun meminta warga Sulut mulai berpikir untuk terjun langsung ke sektor produksi pangan semisal bertani dan melaut.
Terkhusus mereka yang telah dirumahkan.
Apalagi wilayah kerja itu sedikit kurang berisiko dari penyebaran Covid-19.
Manfaat lahan tidur dan mulai gerakan menanam, berkebun, dan melaut
“Manjo bakobong deng ka lao (Ayo berkebun dan ke laut). Kita manfaat lahan tidur dan mulai gerakan menanam, berkebun, dan melaut,” ajaknya.
Ketahanan budaya, lanjut Joppie, menjadi penting sebagai sikap mental menghadapi masa krisis.
“Tetap diperlukan daya juang, semangat kerja, tegar, sabar dan penuh harap,” jelasnya.
Dikatakan, sikap positif untuk tetap bertahan hidup menjadi penting hingga menghindari letupan-letupan emosi yang bisa menekan daya juang dan kreatifitas.
Selain itu, diperlukan pemikiran dan perilaku efisien yakni hemat dalam konsumsi sehingga bisa memangkas biaya hidup.
Kini masyarakat dituntut memiliki kreatifitas dan inovasi kerja, melakukan hal-hal baru.
Kerahkan semua sumber daya dalam keluarga. Anak-anak dilatih efisien dan bekerja hal-hal sederhana.
“Satu hal lagi, mari kita hangatkan kembali kearifan lokal, solidaritas sosial antar warga. Saling peduli dan tolong-menolong,” tandasnya.
(rds)
Baca juga:
- Catatan JOPPIE WOREK: Air Bah, Bahtera Nuh, Pelangi Perjanjian, dan COVID-19
- Catatan JOPPIE WOREK: Politik Kekuasan, Melahirkan Pemuja-Pemuja Liar
- Catatan JOPPIE WOREK: Demokrasi dan Dekorasi Pemilu