Manado – Sistem birokrasi serta pengelolaan keuangan di Pemkot Manado dinilai mulai kalah dan tertinggal dibanding sejumlah daerah pemekaran di Sulawesi Utara.
Salah satu faktor penyebab, banyak pejabat pemkot ogah membantu tugas-tugas walikota.
“Nah secara tidak langsung, mereka (pejabat) seperti membiarkan pak wali kerja sendiri. Jika ada persoalan, musti pak wali yang turun tangan. Ini tentunya tidak baik. Walikota kerja sendiri, pemkot akan makin ketinggalan,” kata Hanny Leihitu, Senin (22/09/2014).
Ia pun mengaku prihatin melihat perkembangan yang terjadi belakangan ini di Pemkot Manado.
“Sungguh memperihatinkan bagaimana pusat pemerintahan Sulut sampai saat ini belum mampu menyajikan laporan keuangan yg mendapatkan opini WTP dari BPK RI. Apalagi sampai-sampai Ketua KPK turut menyorotinya. LHP BPK menunjukan banyaknya temuan dalam pengelolaan keuangan SKPD. Sementara daerah-daerah pemekaran justru sudah selangkah di depan, sebut saja Sitaro, Kotamobagu, Tomohon dan Boltim yang meraih WTP,” urainya.
Sebagai praktisi hukum, Leihitu melihat bahwa salah satu penyebab rentetan masalah di pemkot adalah lemahnya fungsi pengawasan Inspektorat.
Seharusnya menurut dia Inspektorat bertindak sebagai mata dan telinga walikota untuk mendeteksi potensi penyimpangan di SKPD-SKPD secara dini.
“Karena muara dari permasalahan-permasalahan ini akan mengarah kepada walikota. Kasihan pak wali yang jadi sasaran tembak opini negatif, seolah-olah pak wali yang harus bertanggung jawab,” ungkapnya.
Leihitu menyarankan agar walikota mengevaluasi kinerja Inspektorat.
“Selain itu ganti kepala SKPD yang tidak kompeten. Dewan juga harus mengawasi secara ketat pelaksanaan APBD ke depan, agar tidak terjadi lagi keributan seperti persoalan pada penganggaran Solar Cell,” tandas Leihitu. (leriandokambey)
Manado – Sistem birokrasi serta pengelolaan keuangan di Pemkot Manado dinilai mulai kalah dan tertinggal dibanding sejumlah daerah pemekaran di Sulawesi Utara.
Salah satu faktor penyebab, banyak pejabat pemkot ogah membantu tugas-tugas walikota.
“Nah secara tidak langsung, mereka (pejabat) seperti membiarkan pak wali kerja sendiri. Jika ada persoalan, musti pak wali yang turun tangan. Ini tentunya tidak baik. Walikota kerja sendiri, pemkot akan makin ketinggalan,” kata Hanny Leihitu, Senin (22/09/2014).
Ia pun mengaku prihatin melihat perkembangan yang terjadi belakangan ini di Pemkot Manado.
“Sungguh memperihatinkan bagaimana pusat pemerintahan Sulut sampai saat ini belum mampu menyajikan laporan keuangan yg mendapatkan opini WTP dari BPK RI. Apalagi sampai-sampai Ketua KPK turut menyorotinya. LHP BPK menunjukan banyaknya temuan dalam pengelolaan keuangan SKPD. Sementara daerah-daerah pemekaran justru sudah selangkah di depan, sebut saja Sitaro, Kotamobagu, Tomohon dan Boltim yang meraih WTP,” urainya.
Sebagai praktisi hukum, Leihitu melihat bahwa salah satu penyebab rentetan masalah di pemkot adalah lemahnya fungsi pengawasan Inspektorat.
Seharusnya menurut dia Inspektorat bertindak sebagai mata dan telinga walikota untuk mendeteksi potensi penyimpangan di SKPD-SKPD secara dini.
“Karena muara dari permasalahan-permasalahan ini akan mengarah kepada walikota. Kasihan pak wali yang jadi sasaran tembak opini negatif, seolah-olah pak wali yang harus bertanggung jawab,” ungkapnya.
Leihitu menyarankan agar walikota mengevaluasi kinerja Inspektorat.
“Selain itu ganti kepala SKPD yang tidak kompeten. Dewan juga harus mengawasi secara ketat pelaksanaan APBD ke depan, agar tidak terjadi lagi keributan seperti persoalan pada penganggaran Solar Cell,” tandas Leihitu. (leriandokambey)