Manado, BeritaManado.com — Akademisi Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Ferry Daud Liando mengungkap potensi kejahatan yang bakal terjadi pada penerapan sistem proporsional tertutup yang rencananya akan diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang.
Ferry Liando, yang aktif sebagai Dosen Ilmu Politik dan Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado ini mengatakan, sistem proporsional tertutup akan efektif jika semua peserta pemilu dalam hal ini Partai Politik (Parpol) memiliki kelembagaan politik yang kuat.
“Indikatornya adalah mapan secara ekonomi, tidak konflik dan seleksi calon dilakukan secara terbuka dan transparan,” ungkap Ferry Sabtu, (31/12/2022) kepada BeritaManado.com
Lanjut Ferry, jika kelembagaan parpol masih sangat lemah, maka sistem proporsional tertutup akan lebih jahat ketimbang proporsional terbuka.
“Proporsional tertutup berpotensi hanya menjadikan pemilu itu sebagai industri politik ketimbang politik kesejahteraan. Parpol berpotensi akan memperjualbelikan nomor urut calon serta memperjualbelikan kursi DPR, DPRD kepada pemilik modal,” cetus Ferry.
Tak hanya itu, Ferry juga mengatakan bahwa hal ini memungkinkan terjadi karena Undang-undang pemilu tidak mengatur harus berapa lama seseorang menjadi anggota parpol sebagai syarat menjadi calon DPR maupun DPRD.
“Kekosongan norma ini menyebabkan siapa saja boleh dicalonkan parpol meski yang bersangkutan bukan anggota resmi parpol, karena syarat menjadi caleg itu harus punya KTA (Kartu Tanda Anggota) parpol, maka KTA itu kerap diperjualbelikan,” beber Ferry.
Namun demikian Ferry Liando memaklumi jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan wacana proporsional tertutup.
“Sebab secara teknis proporsional tertutup memudahkan KPU dalam menyiapkan logistik terutama surat suara dimana selama ini banyak surat suara yang rusak karena pemilih kesulitan membuka, mencoblos, melipat dan memasukannya ke kotak suara,” jelas Ferry.
Menurutnya, surat suara yang mencantumkan nama-nama calon dalam surat suara menyebabkan ukurannya sangat panjang dan lebar.
“Tentu ini sulit. Dalam hal kompetisi, sistem proporsional terbuka kerap memicu money politik dan konflik internal parpol,” timpal Ferry.
Dijelaskannya juga bahwa, masing-masing anggota dalam satu parpol yang sama saling bersaing satu sama lain bahkan ada yang saling melaporkan.
Namun demikian yang jadi persoalan dalam sistem pemilu bukan soal sitem apakah proporsional terbuka atau tertutup.
“Tapi persoalannya adalah buruknya parpol dalam proses rekrutmen, kaderisasi dan seleksi calon. Jika parpolnya ketat dalam proses seleksi maka apa pun sistem yang dipilih tetap akan efektif,” terang Ferry.
(Erdysep Dirangga)