Bitung, BeritaManado.com – Pengacara muda, Michael Jacobus SH MH menyorot menagement Rumah Sakit (RS) Budi Mulia yang diduga melindungi dan mempekerjakan oknum dokter “bermasalah”.
Sorotan itu bukan tanpa dasar, akibat hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh salah satu dokter di RS Budi Mulia, klienya harus menjalani proses hukum kendati surat visum itu sangat janggal.
Dan itu kata Michael, sudah terungkap di persidangan, namun pihak RS Budi Mulai enggan untuk menanggapi tiga surat permintaan klarifikasi yang dilayangkan dengan harapan surat visum et repertum atas nama Landi Rares mendapat kejalasan.
“Kami minta RS Budi Mulia jangan terkesan seolah-olah melindungi oknum dokter yang bekerja tidak profesional. Kami hanya minta pejelasan terkait visum yang dikeluarkan tanggal 20 Februari 2020,” kata Michael, Senin (11/07/2021).
Michael menjelaskan, ada sejumlah hal yang sangat janggal dengan visum et repertum yang dijadikan dasar proses hukum terhadap kliennya.
Pertama, kata dia, visum et repertum bermasalah. Karena dalam diagnosa ditulis Luka Gores+Lebam dan Memar, sedangkan kesimpulan dokter, luka-luka disebabkan rudapaksa benda tajam. Pertanyaannya, dapatkah Benda Tajam menyebabkan memar dan bengkak? Sementara dari hasil pemeriksaan saksi bahkan saksi korban tidak ada benda tajam yang dibawa terdakwa.
Kedua, dari semua saksi dijelaskan kalau terdakwa mencekik leher korban. Dan perbuatan kekerasan yang nampak dan sinkron hanya itu, tapi dalam visum tadak ada luka di leher, bahkan tidak ada lebam di leher. Lantas luka di dahi, luka di pelipis, luka di tangan dan di dada, siapa yang sebabkan?
“Sementara penyebab luka tidak terang benderang dalam fakta persidangan. Besar dugaan kami, korban melukai diri sendiri. Apalagi sesuai saksi meringankan yang kami ajukan, saat hari yang sama, saat kejadian ternyata korban datang dan bertemu di Kantor Polisi dalam keadaan aman-aman saja. Baik-baik saja dan tadak terlihat luka. Ini kan aneh?,” katanya.
Ketiga, korban sengaja membuat dirinya tidak bekerja dan seolah-olah terhambat melakukan pekerjaan saat setelah kejadian. Atas dasar korban menyampaikan ijin ke atasannya untuk tadak bekerja, bukan atas dasar keterangan dokter.
“Nah, yang menilai korban sakit parah dan tadak bisa beraktivitas, harusnya dokter bukan diri korban sndiri. Ini kan namanya rekayasa untuk membuat kasus ini terlihat berat,” katanya.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan itu, Michael menyurat ke RS Budi Mulia tapi sampai saat ini tadak ada tanggapan.
“Pihak rumah sakit belum ada tanggapan sama sekali, padahal kami sangat membutuhkan penjelasan resmi terkait hasil visum itu,” katanya.
Sementara itu, upaya konfirmasi ke pihak RS Budi Mulia belum membuahkan hasil. Upaya konformasi via WhatsApp ke Wakil Direktur RS Budi Mulia, dr Henry terkait permintaan klarifikasi Michael tidak direspon.
(abinenobm)