Bitung—Mungkin dikalangan PNS Pemkot tidak ada yang mengenal nama Ibrahim Yusuf, tapi jika menyebut nama Aba’ semua pasti mengangguk mengenalnya. Pasalnya, pria yang kini berusia 56 tahun ini sudah puluhan tahun menjadi honorer di Kantor Walikota Bitung dan sehari-hari dipercayakan untuk memegang kunci pintu sejumlah ruangan.
Salah satu ruangan yang menjadi tanggungjawabnya adalah Ruangan Pertemuan Umum (BPU) yang hampir setiap hari tidak pernah sepi dari kegiatan. Baik kegiatan Pemkot maupun instansi lain dan masyarakat umum yang meminjam ruangan tersebut untuk menggelar berbagai acara.
“Saya dari jamannya Sinyo Harry Sarundajang sebagai Walikota sudah menjadi honorer hingga kini. Jika dihitung-hitung sudah 40 tahun lebih saya menjadi honorer di Pemkot Bitung,” kata Aba’ yang memafaatkan salah satu ruangan di belakang BPU untuk tinggal bersama keluarganya.
Ia sendiri mengaku pernah mengikuti pengangkatan PNS, namun sayangnya namanya diganti dengan nama orang lain. Padahal pada papan pengumuman nomor ujian yang dipegangnya ada tapi telah diganti dengan nama lain.
“Waktu itu saya hanya bisa pasrah karena memang masih jamannya orde baru, jadi tidak dapat berbuat apa-apa,” katanya.
Aba’ sendiri mengaku, pada awalnya ia bekerja hanya digaji Rp40 ribu per bulan kemudian naik Rp100 ribu dan kini menjadi Rp1.1 juta. Namun ia mengaku tidak pernah mengeluh dan tetap mensyukuri gaji yang diterima kendati untuk menghidupi keluarga sangat pas-pasan bahkan boleh dikatakan tidak cukup.
“Saya mulai bekerja ketika Kantor Walikota masih berada di depan Pos I yang kini gedungnya dijadikan dealer motor Suzuki, waktu itu masih kantor Kecamatan Bitung,” katanya.
Bahkan menurutnya, ketika proses pembangunan jalan protokol dan gedung Kantor Walikota dimulai, ia ikut menjadi orang yang melakukan survey. “Waktu itu jalan di Kota Bitung hanya satu, yakni jalan yang ada di belakang lapangan Maesa. Itu adalah jalan satu-satunya yang menghubungkan Kota Bitung dengan daerah lain seperti Manado,” katanya.
Ia berharap, segala pengabdiannya selama puluhan tahun ke Pemkot Bitung bisa dihargai. Mengingat saat ini usianya semakin tua dan tenaganya tidak seperti 40 tahun silam yang masih bisa bekerja apa saja untuk menghidupi keluarganya jika suatu saat Pemkot tidak membutuhkannya lagi.(enk)
Bitung—Mungkin dikalangan PNS Pemkot tidak ada yang mengenal nama Ibrahim Yusuf, tapi jika menyebut nama Aba’ semua pasti mengangguk mengenalnya. Pasalnya, pria yang kini berusia 56 tahun ini sudah puluhan tahun menjadi honorer di Kantor Walikota Bitung dan sehari-hari dipercayakan untuk memegang kunci pintu sejumlah ruangan.
Salah satu ruangan yang menjadi tanggungjawabnya adalah Ruangan Pertemuan Umum (BPU) yang hampir setiap hari tidak pernah sepi dari kegiatan. Baik kegiatan Pemkot maupun instansi lain dan masyarakat umum yang meminjam ruangan tersebut untuk menggelar berbagai acara.
“Saya dari jamannya Sinyo Harry Sarundajang sebagai Walikota sudah menjadi honorer hingga kini. Jika dihitung-hitung sudah 40 tahun lebih saya menjadi honorer di Pemkot Bitung,” kata Aba’ yang memafaatkan salah satu ruangan di belakang BPU untuk tinggal bersama keluarganya.
Ia sendiri mengaku pernah mengikuti pengangkatan PNS, namun sayangnya namanya diganti dengan nama orang lain. Padahal pada papan pengumuman nomor ujian yang dipegangnya ada tapi telah diganti dengan nama lain.
“Waktu itu saya hanya bisa pasrah karena memang masih jamannya orde baru, jadi tidak dapat berbuat apa-apa,” katanya.
Aba’ sendiri mengaku, pada awalnya ia bekerja hanya digaji Rp40 ribu per bulan kemudian naik Rp100 ribu dan kini menjadi Rp1.1 juta. Namun ia mengaku tidak pernah mengeluh dan tetap mensyukuri gaji yang diterima kendati untuk menghidupi keluarga sangat pas-pasan bahkan boleh dikatakan tidak cukup.
“Saya mulai bekerja ketika Kantor Walikota masih berada di depan Pos I yang kini gedungnya dijadikan dealer motor Suzuki, waktu itu masih kantor Kecamatan Bitung,” katanya.
Bahkan menurutnya, ketika proses pembangunan jalan protokol dan gedung Kantor Walikota dimulai, ia ikut menjadi orang yang melakukan survey. “Waktu itu jalan di Kota Bitung hanya satu, yakni jalan yang ada di belakang lapangan Maesa. Itu adalah jalan satu-satunya yang menghubungkan Kota Bitung dengan daerah lain seperti Manado,” katanya.
Ia berharap, segala pengabdiannya selama puluhan tahun ke Pemkot Bitung bisa dihargai. Mengingat saat ini usianya semakin tua dan tenaganya tidak seperti 40 tahun silam yang masih bisa bekerja apa saja untuk menghidupi keluarganya jika suatu saat Pemkot tidak membutuhkannya lagi.(enk)