Manado, BeritaManado.com — Direktur Project PT Bangun Minanga Lestari, Micky Rori menyikapi aksi penolakan warga terhadap pembangunan perumahan subsidi di Desa Sea.
“Sulit memahami, membayangkan dan menelisik alasan dan tujuan dari penolakan sekelompok masyarakat desa Sea terhadap pembangunan perumahan Lestari 5 di desa Sea,” kata Micky Rori saat konferensi pers, Selasa (27/7/2021).
Dijelaskannya, setidaknya ada 2 alasan yang berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup yang terus menerus digaungkan oleh sekelompok masyarakat tersebut tanpa dasar informasi dan penelitian yang akurat.
Pertama adalah penebangan hutan mata air desa Sea dan yang kedua adalah jaminan keberlangsungan mata air Kolongan yang terletak di desa Sea jaga 1.
“Dasar yang perlu sama-sama kita perhatikan sebelum kita berbicara tentang kisruh cerita dan provokasi tentang penebangan hutan mata air dan keberlangsungan mata air tersebut adalah peruntukan tata ruang dan pertimbangan teknis Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Minahasa,” ungkapnya didampingi kuasa hukum PT BML, Firman Mustika SH, MH.
Menurut Perda Kabupaten Minahasa Nomor 1 tahun 2014 tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten Minahasa Tahun 2014-2034, lahan rencana pembangunan perumahaan Lestari 5 berada pada kawasan peruntukan pemukiman perkotaan kawasan Metropolitan Bimindo Klaster Manado-Pineleng-Tomohon.
“Artinya, pembangunan dan pengembangan di lahan tersebut telah direncanakan oleh pemerintah daerah sejak tahun 2014,” ujarnya.
Dan perumahaan Lestari 5 bukanlah satu-satunya pihak yang dapat melaksanakan pembangunan perumahan di wilayah tersebut.
Badan hukum dan perorangan mana saja, bisa membangun di kawasan tersebut berdasarkan Perda nomor 1 tahun 2014.
“Tidak benar apabila dikatakan bahwa wilayah tersebut dipaksakan dan dibuat-buat ataupun pembangunan baru direncanakan,” ucapnya.
Perijinan Perumahan PT BML Memperhatikan Kelestarian Mata Air
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Minahasa pun, telah memperhatikan faktor alam dan keberlangsungan alam dalam pertimbangan teknis yang diberikan untuk perijinan perumahaan ini.
“Perlu disampaikan, permohonan PT BML untuk ijin lokasi seluas 30 hektar, tidak dikabulkan seluruhnya,” ujarnya.
Dalam pertimbangan teknis BPN Minahasa, ditegaskan bahwa BPN Minahasa menyetujui luasan 29,08 ha dan tidak menyetujui luasan 0,9 ha.
Alasan penolakan BPN dalam pertimbangan teknis tersebut adalah bahwa lahan seluas 0,9 ha yang dimohonkan oleh PT BML berada dalam daerah sempadan mata air (radius 200 meter dari titik mata air).
“Jadi, khalayak ramai perlu mengetahui bahwa kelestarian mata air Kolongan desa Sea sudah dibahas sejak 19 Mei 2020 dalam proses PT BML melaksanakan pengurusan ijin,” jelasnya.
Pemkab Minahasa sudah memperhatikan hal tersebut dan melarang PT BML untuk beroperasi di daerah sempadan mata air.
“ljin yang saat ini dimiliki oleh PT BML, membatasi PT BML untuk hanya dapat beroperasi diluar sempadan mata air yang berada di desa Sea,” tuturnya.
Kelestarian mata air kolongan desa Sea sangat-sangat diperhatikan oleh Pemkab Minahasa dalam pembahasan ijin lokasi PT BML.
Pemkab Minahasa Sudah 6 Kali Sosialisasi
Sekalipun pemerintah kabupaten Minahasa telah melaksanakan setidaknya 6 kali sosialisasi tentang perijinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Minahasa, kelompok masyarakat ini seolah-olah menutup hati dan telinga dari masukan pihak pemerintah.
“Bahkan memancing kericuhan pada sosialisasi ke enam yang dilaksanakan pemerintah kabupaten,” katanya.
Dalam 2 minggu terakhir pun, kelompok masyarakat ini mulai meningkatkan
eskalasi dengan aksi main hakim sendiri.
Tercatat setidaknya sudah ada 4 laporan polisi yang terkait dengan aksi-aksi main hakim sendiri yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat ini.
Aksi tersebut seperti penutupan akses jalan umum secara paksa, pengeroyokan, pengancaman, dan perusakan alat berat.
“Alasan pertama aksi-aksi main hakim sendiri ini pun, tentang penebangan hutan
mata air desa Sea, sulit untuk dipahami,” terangnya.
Apabila alasannya adalah untuk pelestarian hutan mata air desa Sea, maka alasan masyarakat tersebut sulit untuk diterima dengan akal sehat.
“Karena PT BML justru telah membebaskan lahan untuk menambah luasan hutan mata air tersebut,” ujarnya.
Pada bulan Desember 2020, sebelum masalah ini muncul, PT BML telah membebaskan lahan seluas kurang lebih satu hektar untuk menambah luasan
hutan mata air tersebut demi kelestarian lingkungan di Desa Sea.
“Jadi, cerita-cerita tentang akan adanya penebangan hutan mata air justru terbalik dari kenyataan,” tegasnya
PT BML bahkan tidak berniat untuk melaksanakan penebangan pohon di lokasi tersebut.
“Justru PT BML berniat untuk melestarikan dan menambah luasan dari Kawasan hutan mata air desa Sea,” ucapnya.
Alasan kedua adalah kelestarian mata air kolongan, Desa Sea jaga 1.
Setidaknya sudah ada dua institusi pemerintah yang telah melaksanakan pengukuran di wilayah tersebut untuk memastikan bahwa PT BML tidak melanggar aturan tentang sempadan mata air.
Yang pertama adalah Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara dan Dinas PU Kabupaten Minahasa.
Hasil pengukuran ini pun telah dipaparkan dalam rapat dengar pendapat di DPRD Minahasa yang hasilnya PT BML tidak melanggar ketentuan dan harus dilindungi investasinya.
Ketentuan dimaksud adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 Pasal 11 yang berbunyi Garis sempadan mata air… ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.
“Hasil pengukuran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Minahasa yang dipaparkan kepada Ketua DPRD Kabupaten Minahasa menyebutkan bahwa jarak terdekat pembangunan PT BML adalah 206 meter dari titik mata air,” tandasnya.
(Benny Manoppo)