Kalawat-Tidak banyak yang tahu, penetapan lokasi (Penlok) pembangunan Tol Manado-Bitung yang membentang sepanjang 39 Kilometer (Km) dari titik Ring Road Manado, melewat Kabupaten Minahasa Utara (Minut) sampai ke kompleks pelabuhan Kota Bitung, rupanya sudah mengalami 3 kali perubahan.
Hal ini terungkap dalam audiens antara pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XV bersama sejumlah perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diantarany Barisan Garuda Indonesia (Badai) Sulut, LSM Pisok, LSM Laskar Manguni Indonesia (LMI), di kantor BPJN XV, Jumat (10/8/2017).
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Jalan Tol Manado-Bitung I Poulce Mawey, menjelaskan, penyaluran uang ganti rugi (UGR) lahan melalui empat tahapan yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Pada tahap perencanaan, dilakukan studi kelayakan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), termasuk Detail Engineering Design (DED) oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulut.
“Pada tahapan perencanaan, ada berapa kali review misalnya dari rencana awal tol akan dibangun sepanjang 42 Km, menjadi 39 Km,” kata Mawey.
Selanjutnya ia menjelaskan tahapan kedua yaitu persiapan, terdiri dari sosialisasi, konsultasi publik, sampai penetapan lokasi (Penlok) oleh Gubernur Sulut.
Disini diketahui, penlok pertama keluar pada tahun 2012 berdasarkan studi kelayakan (Basic Design) dan bukan DED.
“DED itu lebih teknis sampai memikirkan tentang kenyamanan, keselamatan pengguna tol dan sebagainya. DED baru diterbitkan setelah ada surat keputusan dari menteri (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” tambahnya.
Atas dasar DED tersebut terjadi perubahan trase atau penetapan lokasi (Penlok), yang mana paling signifikan terjadi di simpang susun Airmadidi yang dulunya hanya dirancang memiliki 1 pintu exit menjadi 2 pintu exit pada penlok tahun 2015, kemudian berefek besar-besaran di Desa Paslaten dan Lembean sehingga tahun 2016 kembali dilakukan penlok.
Konsekuensi dari perubahan itu membuat awalnya sejumlah bidang tanah masuk penlok, menjadi tidak masuk penlok sehingga, tanah yang tidak masuk penlok, tidak berhak menerima UGR.
“Sebelum memberi UGR, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi dan identifikasi, pengumuman, penilaian (appraisal), musyawarah terkait bentuk kerugian, lalu pemberian UGR. Kalau pemilik lahan setuju menerima UGR, lalu tahap akhir pelepasan hak oleh warga. Dan kami memberi UGR berdasarkan penlok terakhir. Ssehingga untuk sekarang, beberapa tanah tidak bisa dibayar,” urainya lagi.
Adapun perubahan penlok, menurut Mawey harus melalui kajian DED misalnya untuk pengembangan wilayah seperti rest area, dan sebagainya.
Kajian DED dilakukan oleh Pemprov Sulut dan Pemkab Minut, tergantung investasi apa yang akan dibangun di seputaran jalan tol.
“Perubahan itu memungkinkan disamping secara teknis, efisien, ekonomis atau kearifan lokal. Contohnya di wilayah Tendeki ada mata air, sehingga trasenya disorong. Kalau di daerah air terang, kena di daerah hutan lindung sehingga ada penolakan warga sehingga diubah lagi,” kata Mawey.
Tol Manado-Bitung dibiayai lewat dana APBN mulai dari titik nol sampai kilometer 14, selanjutnya di kilometer 14 sampai 39 yaitu dari airmadidi sampai Pelabuhan Bitung, dibangun sesuai keperluan investasi Kota Manado, Kabupaten Minut dan Kota Bitung.
Sesuai penlok terakhir untuk wilayah Minut yaitu Desa Maumbi sampai Desa Watudambo II terdapat 1.341 bidang yang harus dibebaskan dengan UGR sebesar Rp690 miliar.
Dimana yang sudah teralisasi sekitar 800 bidang dengan nominal UGR sebesar Rp457 miliar dan menyisahkan 541 bidang tanah dengan jumlah UGR mencapai Rp233 miliar.
“Progresnya untuk pembebasan lahan di Minut sudah 77,44 persen, yaitu dari nol sampai 25 kilometer,” kunci Mawey.(findamuhtar)
Baca juga:
LSM Demo BPJN XV, Tuntut Pembayaran Tanah di Lembean
Kalawat-Tidak banyak yang tahu, penetapan lokasi (Penlok) pembangunan Tol Manado-Bitung yang membentang sepanjang 39 Kilometer (Km) dari titik Ring Road Manado, melewat Kabupaten Minahasa Utara (Minut) sampai ke kompleks pelabuhan Kota Bitung, rupanya sudah mengalami 3 kali perubahan.
Hal ini terungkap dalam audiens antara pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XV bersama sejumlah perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diantarany Barisan Garuda Indonesia (Badai) Sulut, LSM Pisok, LSM Laskar Manguni Indonesia (LMI), di kantor BPJN XV, Jumat (10/8/2017).
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Jalan Tol Manado-Bitung I Poulce Mawey, menjelaskan, penyaluran uang ganti rugi (UGR) lahan melalui empat tahapan yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Pada tahap perencanaan, dilakukan studi kelayakan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), termasuk Detail Engineering Design (DED) oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulut.
“Pada tahapan perencanaan, ada berapa kali review misalnya dari rencana awal tol akan dibangun sepanjang 42 Km, menjadi 39 Km,” kata Mawey.
Selanjutnya ia menjelaskan tahapan kedua yaitu persiapan, terdiri dari sosialisasi, konsultasi publik, sampai penetapan lokasi (Penlok) oleh Gubernur Sulut.
Disini diketahui, penlok pertama keluar pada tahun 2012 berdasarkan studi kelayakan (Basic Design) dan bukan DED.
“DED itu lebih teknis sampai memikirkan tentang kenyamanan, keselamatan pengguna tol dan sebagainya. DED baru diterbitkan setelah ada surat keputusan dari menteri (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” tambahnya.
Atas dasar DED tersebut terjadi perubahan trase atau penetapan lokasi (Penlok), yang mana paling signifikan terjadi di simpang susun Airmadidi yang dulunya hanya dirancang memiliki 1 pintu exit menjadi 2 pintu exit pada penlok tahun 2015, kemudian berefek besar-besaran di Desa Paslaten dan Lembean sehingga tahun 2016 kembali dilakukan penlok.
Konsekuensi dari perubahan itu membuat awalnya sejumlah bidang tanah masuk penlok, menjadi tidak masuk penlok sehingga, tanah yang tidak masuk penlok, tidak berhak menerima UGR.
“Sebelum memberi UGR, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi dan identifikasi, pengumuman, penilaian (appraisal), musyawarah terkait bentuk kerugian, lalu pemberian UGR. Kalau pemilik lahan setuju menerima UGR, lalu tahap akhir pelepasan hak oleh warga. Dan kami memberi UGR berdasarkan penlok terakhir. Ssehingga untuk sekarang, beberapa tanah tidak bisa dibayar,” urainya lagi.
Adapun perubahan penlok, menurut Mawey harus melalui kajian DED misalnya untuk pengembangan wilayah seperti rest area, dan sebagainya.
Kajian DED dilakukan oleh Pemprov Sulut dan Pemkab Minut, tergantung investasi apa yang akan dibangun di seputaran jalan tol.
“Perubahan itu memungkinkan disamping secara teknis, efisien, ekonomis atau kearifan lokal. Contohnya di wilayah Tendeki ada mata air, sehingga trasenya disorong. Kalau di daerah air terang, kena di daerah hutan lindung sehingga ada penolakan warga sehingga diubah lagi,” kata Mawey.
Tol Manado-Bitung dibiayai lewat dana APBN mulai dari titik nol sampai kilometer 14, selanjutnya di kilometer 14 sampai 39 yaitu dari airmadidi sampai Pelabuhan Bitung, dibangun sesuai keperluan investasi Kota Manado, Kabupaten Minut dan Kota Bitung.
Sesuai penlok terakhir untuk wilayah Minut yaitu Desa Maumbi sampai Desa Watudambo II terdapat 1.341 bidang yang harus dibebaskan dengan UGR sebesar Rp690 miliar.
Dimana yang sudah teralisasi sekitar 800 bidang dengan nominal UGR sebesar Rp457 miliar dan menyisahkan 541 bidang tanah dengan jumlah UGR mencapai Rp233 miliar.
“Progresnya untuk pembebasan lahan di Minut sudah 77,44 persen, yaitu dari nol sampai 25 kilometer,” kunci Mawey.(findamuhtar)
Baca juga:
LSM Demo BPJN XV, Tuntut Pembayaran Tanah di Lembean