Manado – Debat perdana pasangan Capres-Cawapres pasangan nomor urut 01 Jokowi-Amin dan nomor urut 2 Prabowo-Sandi yang ditunggu-tunggu publik telah dilaksanakan KPU RI, Kamis (17/1/2019) malam.
Meski demikian harapan masyarakat debat berlangsung ‘panas’ seperti yang ditunjukkan masing-masing pasangan dan pendukung calon di luar arena ternyata tidak terjadi pada debat semalam.
Paling tidak pendapat tersebut sama dengan penilaian pengamat politik, Dr. Ferry Daud Liando.
“Debat tidak sebagaimana yang ditunggu publik. Alasanya, kedua pasangan sepertinya ingin datar tidak saling menyerang,” jelas Ferry Liando melalui pesan WA kepada BeritaManado.com, Jumat (18/1/2019).
Lanjut Ferry Liando, kedua pasangan calon mengangkat sisi kemanusiaan cukup tinggi tapi pesan politis tidak tersentuh. Sengaja tidak mau menyerang tajam karena sepertinya takut untuk diserang.
“Secara umum proses debat tidak sebagiama yang didambakan publik. Proses debat berjalan monoton, tidak ada pembeda, dan tidak ada sesuatu yang baru yang sebetulnya menjadi referensi masyarakat untuk bersimpati pada calon,” tandas Ferry Liando.
Ada 3 hal yang menjadi catatan evaluasi di debat pertama yakin mekanisme debat, gestur pasangan calon dan materi. Mekanisme sepetinya tidak optimal terutama soal waktu Paslon menanggapi pertanyaan.
“Ada pertanyaan tentang merujuk pada kasus-kasus tertentu namun waktu yang tersedia hanya 2 menit,” tulis Liando.
Menyangkut gestur, baik Joko Widodo dan Prabowo Subianto sepertinya tampil bukan sepertinya biasanya. Jokowi berbicara dengan intonasi sedikit meninggi sementara Prabowo kelihatan lebih tenang.
Terkait dengan materi, kedua Paslon tidak memanfaatkan 3 menit pertama untuk menjawab permintaan moderator tentang visi dan misi. Jokowi tidak fokus pada tema yakni korupsi, HAM, teroris dan hukum.
Hal yang sama terjadi ketika Jokowi bertanya. Pertanyaan bukan soal tema tapi soal pemberdayaan perempuan.
Sementara Prabowo ketika di 3 menit pertama tidak menyampaikan visi misi tetapi strategi.
Jawaban-jawaban yang disajikan Paslon tidak ada yang berbeda tapi mirip. Hanya kata-katanya berbeda, tapi strategi atau apa yang hendak mau dicapai, keduanya mirip sehinga membingungkan pemilih untuk melihat di mana pembeda dari keduanya.
Isu-isu pokok belum banyak terangkat baik pertanyaan dari panelis maupun tanggapan calon.
“Mantan narapidana masih bisa dipilih jadi Caleg dan kepala daerah tidak diperdebatkan, koruptor yang merajalela tidak melahirkan strategi baru dalam perdebatan, tidak ada janji bagaimana menuntaskan masalah HAM di masa lalu. Tidak ada janji soal masalah penyidik KPK Novel bawesdan,” jelas Liando.
Apa yang telah menjadi kebijakan selama ini, itu juga yang masih disebut. Tidak ada inovasi baru yg dikemukakan oleh kedua Paslan.
Prabowo Subianto tidak memanfaatkan posisinya sebagai penantang. Sebab melawan calon incumbet harusnya Prabowo mengeksplorasi isu-isu pemerintahan di masa Presiden Jokowi. Apa yang belum dilakukan pemerintahan sebelumnya.
Prabowo-Sandi menawarkan konsep pencegahan, tapi pencegahan itu sudah dilakukan pemerintah sebelumnya.
Evaluasi atas jawaban keduanya adalah cenderung abstrak dan normatif belum dalam tataran operasional. Perdebatan seperti hanya diskusi biasa. Yang Satu menjawab yang lain menambahkan, bukan membantah atau meluruskan.
“Perdebatan malam ini jauh dari ekspektasi publik. Tak sekedar seperi latihan berpidato. Materinya disajikan terkesan sudah dihafal dan jawabannya datar. Sehingga debat malam saya pesimis dapat memengaruhi pemilih,” urai Liando.
Hal yang perlu dievaluasi di debat kedua adalah sebaiknya kisi-kisi pertanyaan jangan dibocorkan ke calon supaya ketika tampil di debat tidak seperti sedang menghafal.
“Sebaiknya panelis berinteraksi langsung dengan calon. Harus ada debat antara panelis dengan calon,” pungkas Liando.
(JerryPalohoon)