Manado, BeritaManado.com — Calon tunggal berpotensi terjadi pada pemilihan serentak di Sulut.
Meskipun terlalu dini membicarakannya, namun peluang calon melawan kotak kosong menjadi topik hangat dengan melihat kondisi politik terkini.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi (Samrat), Ferry Daud Liando menilai terdapat sejumlah sebab sehingga terjadi calon tunggal pada pilkada.
Pertama, kata Ferry Daud Liando, karena tidak ada pemberlakuan ambang batas parliement treshold di DPRD.
Alhasil, ada banyak parpol masuk parlemen.
Kondisi ini lanjut Ferry, menyebabkan kursi-kursi di legislatif terbagi pada banyak parpol.
“Sangat jarang memperoleh jumlah kursi 20 persen dari total kursi di DPRD sebagai syarat mengusung calon,” terang Ferry kepada BeritaManado.com, Rabu (12/8/2020).
Penyebab kedua, lanjut Liando, kewajiban mundur bagi ASN atau anggota DPRD jika menjadi calon.
Dikatakan, banyak figur bagus di birokrat dan DPRD namun tak bersedia jika harus menanggalkan jabatannya.
“Selanjutnya, parpol mandul. Ini sering terjadi, dimana ada parpol memenuhi syarat mengusung, namun tidak bisa menyediakan calon tersebut,” ujar Koordinator Nasional Gerakan Masyarakat untuk Pemilu Beretika (GEMPITA) ini.
Terakhir, dugaan jual-beli parpol kepada calon.
“Jika jumlah kursi parpol itu tak capai ambang batas. Peluang tawar-menawar rawan terjadi,” tuturnya.
Ferry berpendapat, demi menjaga kualitas demokrasi, harusnya calon tunggal dihindari.
Sebab salah satu prinsip demokrasi adalah kompetisi merebut kekuasaan.
“Jika lawannya kotak kosong, prinsip kompetisi ini diabaikan,” tandasnya.
(Alfrits Semen)