
Jakarta, BeritaManado.com — Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Retno Marsudi, menyoroti tantangan yang semakin kompleks dalam perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri.
Dalam acara Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award atau HWPA 2023 yang digelar Kementerian Luar Negeri di Kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024), Retno mengungkap bahwa jumlah WNI yang bekerja di luar negeri terus meningkat secara signifikan.
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, Retno di awal penyampaiannya memberikan sedikit refleksi terhadap penyelenggaraan HPWA.
“Refleksi pertama, tantangan ke depan semakin kompleks. Dari waktu ke waktu, jumlah WNI di luar negeri kian meningkat. Pada tahun 2022, jumlahnya mencapai 35.149. Jumlah ini melonjak lebih dari 50 persen, menjadi 53.598 kasus pada tahun 2023,” kata Retno.
Lanjut dikatakannya, selain peningkatan pekerja migran, masalah lainnya yang tak kalah penting yang menjadi perhatian yakni situasi dunia saat ini.
“Kondisi dunia kian diwarnai berbagai dinamika, mulai dari bencana alam, konflik bersenjata, hingga perkembangan modus kejahatan transnasional yang semakin canggih,” tuturnya.
Sepanjang 2023, kata dia, pihaknya telah melakukan repatriasi atau pemulangan sekitar 1.119 WNI dari berbagai situasi darurat di luar negeri.
“Termasuk dari zona konflik dan bencana alam, termasuk gempa bumi yang dahsyat di Turki dan Suriah, serta konflik di Sudan dan krisis kemanusiaan di Gaza, Palestina,” ujarnya.
Dirinya kemudian menekankan pentingnya kerja sama seluruh pemangku kepentingan untuk memitigasi masalah WNI di luar negeri.
“Ibu Bapak yang saya hormati, refleksi peningkatan, kolaborasi semua kita harus terus diperkuat. Pelindungan WNI tidak terbatas pada penanganan dan penyelesaian kasus, namun juga harus menjangkau aspek pencegahan. Citizen protection starts at home. Kita harus mewujudkan pelindungan WNI yang holistic,” ujarnya.
“Proses dihilir dilakukan dengan kolaborasi erat, pusat dan perwakilan RI, beserta insan pelindungan dalam penyelesaian kasus, fasilitasi repatriasi, evakuasi dari daerah konflik, maupun fasilitasi layanan kesehatan dan psikologi. Di saat yang sama, proses dihilir juga perlu kita perkuat, di antaranya melalui edukasi publik,” sambungnya.
(jenlywenur)