Airmadidi – Terlibat konflik dengan orang berbeda agama dan kultur, itu sudah cukup sering dialami masyarakat Sulawesi Uatara. Namun mengapa persoalan tersebut tidak sampai berdampak pada hal-hal yang menyangkut suku, agama, ras, antar golongan (SARA)? Hal ini diakui Pastor Joseph Ansow Pr kepada BeritaManado.com, Selasa (8/11/2016).
Menurut Pastor Joseph ada dua hal yang membuat masyarakat Sulut tidak mudah diadu domba dengan menggunakan isu SARA. Pertama bahwa masyarakat Sulut emiliki paham tentang manusia sebagai saudra. Itulah sebabnya ada slogan yang sangat popular “Torang Samua Basudara” yang diangkat mantan Gubernur Sulut Letjen (Purn) TNI EE Mangindaan.
Selain itu dalam konteks kultural, Sulut juga memiliki filosofi yang dicetuskan Pahlawan Nasional Dr Sam Ratulangi dengan “Si Tou Timou Tumow Tou”, yang artinya manusia hidup untuk menghidupkan manusia lain. Hal ini bahkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan budaya Minahasa.
“Dua paham kemanusiaan ini bila dicermati semakin dikuatkan pula oleh ajaran-ajaran agama yang ada di daerah Nyiur Melambai ini. Kecuali itu, paham tentang kemanusiaan ini tidak bertentangan dengan paham kemanusiaan dalam dasar Negara Pancasila,” jelas Pastor Joseph.
Ditambahkannya, kekuatan yang mengikat rasa persaudaraan antar umat beragama di Sulut membuat toleransi sangat terasa, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga ditunjang dengan eksadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kehidupan berkemanusiaan, berkebangsaan, bemasyarakat dan bernegara. Hal itu diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan formal, informal, nonformal. (frangkiwullur)
Airmadidi – Terlibat konflik dengan orang berbeda agama dan kultur, itu sudah cukup sering dialami masyarakat Sulawesi Uatara. Namun mengapa persoalan tersebut tidak sampai berdampak pada hal-hal yang menyangkut suku, agama, ras, antar golongan (SARA)? Hal ini diakui Pastor Joseph Ansow Pr kepada BeritaManado.com, Selasa (8/11/2016).
Menurut Pastor Joseph ada dua hal yang membuat masyarakat Sulut tidak mudah diadu domba dengan menggunakan isu SARA. Pertama bahwa masyarakat Sulut emiliki paham tentang manusia sebagai saudra. Itulah sebabnya ada slogan yang sangat popular “Torang Samua Basudara” yang diangkat mantan Gubernur Sulut Letjen (Purn) TNI EE Mangindaan.
Selain itu dalam konteks kultural, Sulut juga memiliki filosofi yang dicetuskan Pahlawan Nasional Dr Sam Ratulangi dengan “Si Tou Timou Tumow Tou”, yang artinya manusia hidup untuk menghidupkan manusia lain. Hal ini bahkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan budaya Minahasa.
“Dua paham kemanusiaan ini bila dicermati semakin dikuatkan pula oleh ajaran-ajaran agama yang ada di daerah Nyiur Melambai ini. Kecuali itu, paham tentang kemanusiaan ini tidak bertentangan dengan paham kemanusiaan dalam dasar Negara Pancasila,” jelas Pastor Joseph.
Ditambahkannya, kekuatan yang mengikat rasa persaudaraan antar umat beragama di Sulut membuat toleransi sangat terasa, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga ditunjang dengan eksadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kehidupan berkemanusiaan, berkebangsaan, bemasyarakat dan bernegara. Hal itu diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan formal, informal, nonformal. (frangkiwullur)