Manado – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) menggelar Lokakarya Sertifikasi Insinyur Profesional (LSIP) Angkatan II dan Workshop Sertifikasi Insinyur Profesional (WSIP), Sabtu (13/10/2018) di salah satu hotel bintang Manado.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Ketua Pengurus Wilayah PII Sulut, Ir. Royke Oktavian Roring M.Si, IPM. Adapun maksud kegiatan LSIP, untuk menjalankan amannat UU no 11 tahun 2014 tentang keinsinyuran. Dimana, setiap orang yang melakukan kegiatan keinsinyuran harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) yang dikeluarkan organisasi profesi PII.
Menurut, Ketua Panitia LSIP dan WSIP Sulut, Ir. Chris Hombokau MT, setiap lulusan S1 dan D4 dibidang keteknikan mesti memiliki STRI. Untuk mendapatkan STRI, seorang wajib menjadi anggota PII dengan mengikuti LSIP serta WSIP.
“Setelah mengikuti LSPI dan WSIP, seorang insinyur mesti mengisi Formulir Aplikasi Insinyur Profesional (FAIP). Karena kalau hanya bergelar ST dan tidak memiliki STRI tidak bisa ikut proyek apa saja yang berhubungan dengan teknik. Apalagi melanggar bakal dikenakan denda sesuai UU yang berlaku,” kata Chris Hombokau kepada BeritaManado.com
Tambahnya, mulai tahun 2019, untuk mendapatkan gelar insinyur harus kuliah 2 semester di perguruan tinggi yang ditunjuk, dengan memiliki Program Studi Program Profesi Insinyur (PS PPI).
“Untuk Indonesia baru 40 penguruan tinggi yang sebagai penyelenggara PS PPI salah satunya Fakultas teknik Unsrat, dengan Ketua PS PPI Fatek Unsrat, Ir. Audie Rumayar, M.Eng., IPU,” katanya.
Tampil Pemateri, Ir Audie Rumayar, M.Eng., IPU tentang organisasi PII serta AD/ART. Ir. Rudianto Handojo, IPM mengenai Sosialisasi UU No 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dan Etika Maupun Advokasi Profesi. Toar N. Palilingan, SH, MH tentang Implementasi UU No 11 tahun 2014 di Lingkungan Birokrat/ASN dan Aspek Hukum. Rudy Aryanto tentang pengenalan sistem Sertifikasi Insinyur Profesional (ASEAN Engineering, ACPE, APEC) dan Tatacara Pengisian FAIP serta Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
(Anes Tumengkol)
Manado – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) menggelar Lokakarya Sertifikasi Insinyur Profesional (LSIP) Angkatan II dan Workshop Sertifikasi Insinyur Profesional (WSIP), Sabtu (13/10/2018) di salah satu hotel bintang Manado.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Ketua Pengurus Wilayah PII Sulut, Ir. Royke Oktavian Roring M.Si, IPM. Adapun maksud kegiatan LSIP, untuk menjalankan amannat UU no 11 tahun 2014 tentang keinsinyuran. Dimana, setiap orang yang melakukan kegiatan keinsinyuran harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) yang dikeluarkan organisasi profesi PII.
Menurut, Ketua Panitia LSIP dan WSIP Sulut, Ir. Chris Hombokau MT, setiap lulusan S1 dan D4 dibidang keteknikan mesti memiliki STRI. Untuk mendapatkan STRI, seorang wajib menjadi anggota PII dengan mengikuti LSIP serta WSIP.
“Setelah mengikuti LSPI dan WSIP, seorang insinyur mesti mengisi Formulir Aplikasi Insinyur Profesional (FAIP). Karena kalau hanya bergelar ST dan tidak memiliki STRI tidak bisa ikut proyek apa saja yang berhubungan dengan teknik. Apalagi melanggar bakal dikenakan denda sesuai UU yang berlaku,” kata Chris Hombokau kepada BeritaManado.com
Tambahnya, mulai tahun 2019, untuk mendapatkan gelar insinyur harus kuliah 2 semester di perguruan tinggi yang ditunjuk, dengan memiliki Program Studi Program Profesi Insinyur (PS PPI).
“Untuk Indonesia baru 40 penguruan tinggi yang sebagai penyelenggara PS PPI salah satunya Fakultas teknik Unsrat, dengan Ketua PS PPI Fatek Unsrat, Ir. Audie Rumayar, M.Eng., IPU,” katanya.
Tampil Pemateri, Ir Audie Rumayar, M.Eng., IPU tentang organisasi PII serta AD/ART. Ir. Rudianto Handojo, IPM mengenai Sosialisasi UU No 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dan Etika Maupun Advokasi Profesi. Toar N. Palilingan, SH, MH tentang Implementasi UU No 11 tahun 2014 di Lingkungan Birokrat/ASN dan Aspek Hukum. Rudy Aryanto tentang pengenalan sistem Sertifikasi Insinyur Profesional (ASEAN Engineering, ACPE, APEC) dan Tatacara Pengisian FAIP serta Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
(Anes Tumengkol)