Bitung, BeritaManado.com – Empat orang kuasa hukum AGT secara bergantian membacakan materi gugatan praperadilan (praper) di hadapan hakim tunggal, Rustam SH MH, Rabu (24/03/2021).
Empat orang kuasa hukum AGT itu diantaranya, Irwan S Tanjung SH MH dan Michael Jacobus SH MH.
Sidang praper itu diajukan AGT sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Pemkot Bitung.
Suasana sidang praper perdana sendiri berjalan tegang dan panas karena kuasa hukum AGT dan Kejaksaan sebagai termohon saling mengklaim benar serta saling menyudutkan satu sama lain.
Bahkan, dalam membacakan materi praper, kuasa hukum AGT berulang-ulang menyebutkan kata perkosa dan kebiri yang diduga dilakukan pihak Kejaksaan terhadap kliennya selama proses pemeriksaan, penetapan tersangka hingga penahanan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bitung, Frenkie Son SH MM MH yang hadir langsung dalam sidang hanya tesenyum simpul setiap mendengar kata perkosa dan kebiri disebut kuasa hukum AGT.
Usai persidangan, kuasa hukum AGT menggelar Konferensi Pers dan kembali mempertanyakan prosedur yang dipakai Kejaksaan Negeri Kota Bitung dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kliennya.
“Dalam penilaian kami penetapan tersangka terhadap AGT sangat terburu-buru. Selain itu kesan mengenyampingkan ketentuan dan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan sangat terasa,” kata Irwan.
Salah satu indikasinya kata dia, proses penyelidikan yang dianggap mengabaikan peran aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sebelum proses hukum berjalan.
“Apalagi tadi disampaikan ada 20 kegiatan pengadaan yang belum diperiksa Inspektorat. Itu artinya mekanisme di tingkat APIP belum tuntas tapi Kejaksaan sudah turun tangan. Itu overlapping namanya. Dan parahnya itu tidak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” katanya.
Dirinya yakin jika APIP dilibatkan hasilnya akan lain dan AGT tidak akan pernah ada dan menjadi tersangka karena jika betul ditemukan kerugian sanksinya hanya TGR.
“Itu kalau Kejaksaan ikut aturan mainnya. Dan memang mekanisme yang ada seperti itu. Harusnya klien kami hanya dikenakan TGR kalau betul ada kesalahan,” katanya.
Selain itu, Irwan juga mengaku banyak kejanggalan lain yang didapat terkait proses penyelidikan dan penyidikan Kejaksaan.
Seperti terkait dengan penggeledahan, proses pemeriksaan, hingga penentuan kerugian negara. Karena itu, ia optimis jika praper yang diajukan akan berbuah hasil asalkan persidangan berjalan secara fair, gugatan mereka akan dikabulkan.
Sudah Sesuai Prosedur
Kajari sendiri membantah semua tudingan yang disampaikan kuasa hukum AGT dan menyatakan proses hukum yang dijalankan sudah sesuai dengan aturan.
“Kami justru sangat hati-hati dan teliti menangani kasus ini. Bahkan kami selalu mengedepankan hati nurani dalam mengambil keputusan. Jadi perlu ditegaskan proses hukum yang kami jalankan sudah benar,” kata Frenkie.
Frenkie juga menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap AGT didasari dengan bukti yang cukup. Salah satunya adalah pengakuan tersangka saat menjalani pemeriksaan.
“Tersangka sudah mengakui dia yang melaksanakan semua pengadaan barang. Total ada 42 kegiatan pengadaan dan itu semua dia yang laksanakan. Selain itu, sudah ada juga pengembalian kerugian negara yang nominalnya mencapai ratusan juta rupiah. Jadi clear-kan, kita mengikuti prosedurnya dengan benar,” katanya.
Terkait pelibatan APIP sebelum proses hukum dimulai, Frenkie menyatakan ketentuan menyangkut hal itu tidak wajib dipatuhi. Ia mengakui ada aturan yang menyatakan demikian namun bisa diabaikan.
“Ini terkait dengan hirarki aturan perundang-undangan. Yang paling tinggi kan Undang-Undang Dasar 1945, lalu undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, baru masuk ke peraturan pemerintah yang di bawahnya. Nah, di sini yang kita pakai undang-undang sehingga aturan yang di bawahnya tidak perlu. Dalam hukum kan begitu. Hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi,” jelasnya.
(abinenobm)