Angkatan Kerja Manado Belum Merdeka. Pertumbuhan Lapangan Kerja Minim.
Kita bisa berbangga bahwa saat ini kita sudah merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke 70.
Ayo Kerja, merupakan slogan yang kita lihat terpampang di seantero jagad raya Indonesia ini, termasuk di Manado dan sekitarnya.
Sayangnya, menurut data Badan Pusat Statistik Kota Manado bahwa laki-laki umur produktif usia 15-54 tahun di Manado ada sekitar 10.043 orang nentau mo beking apa alias ndak ada pekerjaan atau bahasa kerennya pengangguran.
Jadi untuk situasi saat ini apakah laki-laki di Manado torang bisa kategorikan so Merdeka?
Tentunya angka pengangguran ini bisa dibandingkan dengan angka pengangguran kaum perempuan di usia produktif yang sama berjumlah 6.748.
Total untuk Kota Manado sendiri mempunyai koleksi sebanyak 16.791 penganggur.
Untuk ukuran Kota Manado, dengan ribuan penganggur akan menciptakan masalah-masalah social lainnya, seperti keamanan, kesehatan, ekonomi, hubungan masyarakat yang tidak harmonis, penggunaan sarana umum dan kualitas hidup masyarakat serta issue kemasyarakatan lainnya.
Dilihat dari latar belakang pendidikan, sebagian besar penganggur ini mempunyai pendidikan level sarjana, yang berarti penggangguran intelektual sangat tinggi.
Tingkat pendidikan yang tinggi tidak dibarengi dengan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai, apalagi orang Manado terkenal dengan ‘gengsi’.
So sekolah tinggi-tinggi cuma dorang mosuru-suru, itulah kebanyakan ungkapan yang kita bisa dengar di sekeliling kita.
Di lain pihak harusnya ini menjadi perhatian Pemerintah baik Eksekutif maupun Legislatif untuk memikirkan ketersediaan lapangan kerja dengan situasi masyarakatnya.
Banyak lapangan pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki oleh pencari kerja di Manado, dimana akhirnya didatangkan pekerja dari tempat lain. Walaupun memang untuk urusan ‘merantau’ saat ini bukan zamannya lagi.
Selain Manado sudah banyak pembangunannya, generasi produktif sekarang so lebe sayang daerah sendiri yang menyebabkan so panako mo merantau.
Takut merantau karena banyak faktor, di mana saat ini di Indonesia sudah tidak senyaman beberapa decade lalu untuk bekerja di pulau lain atau kota lain, karena lebe aman di Manado.
Manado aman dan damai menjadi daya tarik bagi para perantau untuk mengadu nasib ke Kota Manado ini.
coba lihat saja perkembangan kuliner dari pulau-pulau lain sudah merambah sampai ke desa-desa di Manado. Lidah orang Manado so mulai rasa kecap. Kuliner Manado banyak yang somo ilang. Tunggu satu dua generasi lagi dan kuliner Manado tidak Merdeka lagi.
Kemampuan untuk berkreasi dan keunggulan dalam mental berusaha sudah tergerus oleh ‘pemanjaan salah’ orang tua kita yang tidak mau anaknya hidup bersusah payah, padahal hidup susah payah itu bukan berarti miskin, yang seharusnya ditakutkan adalah hidu pmiskin.
Zaman sudah berubah, saat ini dibutuhkan orang bersusah payah dalam bekerja untuk menghidupi keluarganya. Hidup bersusah payah dan hidup miskin itu jauh berbeda.
Dari segi penyedia lapangan pekerjaan juga tidak mau susah dan berbeban berat, karena dalam undang-undang tenaga kerja kita di NKRI ini pada saat menerima laki-laki sebagai pegawainya maka penyedia pekerjaan harus menanggung anak-anak serta istrinya (tunjangan kesehatan dll), berbeda dengan terima pegawai perempuan hanya menanggung dirinya sendiri.
Hal-hal diatas sebisanya bisa menjadi cambuk untuk angkatan kerja di Manado berbenah diri dan berpikir positif dalam menyikapi situasi dan kondisi yang ada di Manado.
Mungkin sekiranya bisa menyesuaikan dengan ketersediaan lapangan kerja dan etos kerja yang solid bukan pancuri tulang style tapi benar-benar untuk pekerjaan yang berkesinambungan.
Kreatifitas dan Inovasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang Manado sangat-sangat dibutuhkan. Gengsi harus dikesampingkan, kerjakanlah apa yang bisa dikerjakan tanganmu pada saat ini, yang akan menjadi batu loncatan untuk pekerjaan yang lebih baik.
Semoga angkatan kerja Manado bisa menyadari akan situasi mereka. (*)
(*) Oleh Jusuf Kalengkongan
Angkatan Kerja Manado Belum Merdeka. Pertumbuhan Lapangan Kerja Minim.
Kita bisa berbangga bahwa saat ini kita sudah merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke 70.
Ayo Kerja, merupakan slogan yang kita lihat terpampang di seantero jagad raya Indonesia ini, termasuk di Manado dan sekitarnya.
Sayangnya, menurut data Badan Pusat Statistik Kota Manado bahwa laki-laki umur produktif usia 15-54 tahun di Manado ada sekitar 10.043 orang nentau mo beking apa alias ndak ada pekerjaan atau bahasa kerennya pengangguran.
Jadi untuk situasi saat ini apakah laki-laki di Manado torang bisa kategorikan so Merdeka?
Tentunya angka pengangguran ini bisa dibandingkan dengan angka pengangguran kaum perempuan di usia produktif yang sama berjumlah 6.748.
Total untuk Kota Manado sendiri mempunyai koleksi sebanyak 16.791 penganggur.
Untuk ukuran Kota Manado, dengan ribuan penganggur akan menciptakan masalah-masalah social lainnya, seperti keamanan, kesehatan, ekonomi, hubungan masyarakat yang tidak harmonis, penggunaan sarana umum dan kualitas hidup masyarakat serta issue kemasyarakatan lainnya.
Dilihat dari latar belakang pendidikan, sebagian besar penganggur ini mempunyai pendidikan level sarjana, yang berarti penggangguran intelektual sangat tinggi.
Tingkat pendidikan yang tinggi tidak dibarengi dengan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai, apalagi orang Manado terkenal dengan ‘gengsi’.
So sekolah tinggi-tinggi cuma dorang mosuru-suru, itulah kebanyakan ungkapan yang kita bisa dengar di sekeliling kita.
Di lain pihak harusnya ini menjadi perhatian Pemerintah baik Eksekutif maupun Legislatif untuk memikirkan ketersediaan lapangan kerja dengan situasi masyarakatnya.
Banyak lapangan pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki oleh pencari kerja di Manado, dimana akhirnya didatangkan pekerja dari tempat lain. Walaupun memang untuk urusan ‘merantau’ saat ini bukan zamannya lagi.
Selain Manado sudah banyak pembangunannya, generasi produktif sekarang so lebe sayang daerah sendiri yang menyebabkan so panako mo merantau.
Takut merantau karena banyak faktor, di mana saat ini di Indonesia sudah tidak senyaman beberapa decade lalu untuk bekerja di pulau lain atau kota lain, karena lebe aman di Manado.
Manado aman dan damai menjadi daya tarik bagi para perantau untuk mengadu nasib ke Kota Manado ini.
coba lihat saja perkembangan kuliner dari pulau-pulau lain sudah merambah sampai ke desa-desa di Manado. Lidah orang Manado so mulai rasa kecap. Kuliner Manado banyak yang somo ilang. Tunggu satu dua generasi lagi dan kuliner Manado tidak Merdeka lagi.
Kemampuan untuk berkreasi dan keunggulan dalam mental berusaha sudah tergerus oleh ‘pemanjaan salah’ orang tua kita yang tidak mau anaknya hidup bersusah payah, padahal hidup susah payah itu bukan berarti miskin, yang seharusnya ditakutkan adalah hidu pmiskin.
Zaman sudah berubah, saat ini dibutuhkan orang bersusah payah dalam bekerja untuk menghidupi keluarganya. Hidup bersusah payah dan hidup miskin itu jauh berbeda.
Dari segi penyedia lapangan pekerjaan juga tidak mau susah dan berbeban berat, karena dalam undang-undang tenaga kerja kita di NKRI ini pada saat menerima laki-laki sebagai pegawainya maka penyedia pekerjaan harus menanggung anak-anak serta istrinya (tunjangan kesehatan dll), berbeda dengan terima pegawai perempuan hanya menanggung dirinya sendiri.
Hal-hal diatas sebisanya bisa menjadi cambuk untuk angkatan kerja di Manado berbenah diri dan berpikir positif dalam menyikapi situasi dan kondisi yang ada di Manado.
Mungkin sekiranya bisa menyesuaikan dengan ketersediaan lapangan kerja dan etos kerja yang solid bukan pancuri tulang style tapi benar-benar untuk pekerjaan yang berkesinambungan.
Kreatifitas dan Inovasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang Manado sangat-sangat dibutuhkan. Gengsi harus dikesampingkan, kerjakanlah apa yang bisa dikerjakan tanganmu pada saat ini, yang akan menjadi batu loncatan untuk pekerjaan yang lebih baik.
Semoga angkatan kerja Manado bisa menyadari akan situasi mereka. (*)
(*) Oleh Jusuf Kalengkongan