Kombi – Tahun ajaran baru 2016-2017 telah bergulir beberapa pekan. Meski demikian ada cerita dibalik keputusan kontroversial dari SMP Kristen Kredo Kolongan Kecamatan Kombi yang menyatakan salah seorang siswa bernama Jurivo Singale tidak naik kelas. Buntut dari keputusan yang dinilai sepihak itu, Boy Singale selaku orangtua menuding sekolah tidak menjalankan fungsing dengan baik.
Kepada BeritaManado.com, Senin (1/8/2016), ayah Jurivo menuturkan bahwa informasi dari pihak sekolah bahwa yang bersangkutan sering tidak mengerjakan tugas rumah yang diberikan, belum lagi dengan ketidakhadiran di kelas. Namun hal itu tidak begitu saja diterimanya.
“Selama satu tahun ajaran ini, saya maupun isteri selaku orangtuanya tidak pernah sekalipun menerima pemberitahuan dari pihak sekolah terkait apa dan bagaimana anak kami itu. Tiba-tiba saja saat menghadiri penerimaan raport mendapatkan informasi bahwa anak kami tidak naik kelas. Persoalannya bukan naik kelas atau tidak, akan tetapi sejauh mana sekolah mengajak orangtua untuk sama-sama mencari solusi atas kekurangan anak kami,” katanya.
Tak hanya itu, raport Jurivo sampai saat ini menurut pengakuan sang ayah masih ditahan oleh kepala sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Sedangkan menurut anggota Komite Sekolah SMP N 1 Bitung ini bahwa apapun hasil akademik seorang siswa raport harus diberikan kepada orangtua sebagai bukti hasil belajar seorang siswa.
Atas hal itu, Boy mengaku sangat keberatan dengan sikap sekolah dalam hal ini Kepala Sekolahnya yang tetap ngotot menyatakan bahwa anaknya itu tetap tidak naik kelas. Informasi terkini lain menyebutkan pernyataan kepala sekolah bahwa Jurivo bisa naik kelas asalkan pidah sekolah saja.
“Intinya saya keberatan dengan tidak adanya kerja sama antara sekolah dan orangtua. Kalaupun Jurivo dinyatakan bisa naik kelas asalkan pindah sekolah, berarti pada dasarnya anak saya bisa naik kelas, kenapa harus dipindahkan. Ada apa sebenarnya dengan sekolah ini,” ujar Boy dengan nada kesal.
Boy sendiri menegaskan bahwa dirinya tetap akan menuntut sampai masalah ini benar-benar tuntas terutama terkait dengan sikap sekolah yang dinilai sepihak dalam menetapkan keputusan kelulusan seorang siswa.
Sementara dari informasi yang diperoleh, sekolah tersebut hanya dihuni seorang kepala sekolah dan empat orang guru. Satu orang guru kabarnya memegang tanggung jawab untuk mengajar mata pelajaran lebih dari satu. (frangkiwullur)
Kombi – Tahun ajaran baru 2016-2017 telah bergulir beberapa pekan. Meski demikian ada cerita dibalik keputusan kontroversial dari SMP Kristen Kredo Kolongan Kecamatan Kombi yang menyatakan salah seorang siswa bernama Jurivo Singale tidak naik kelas. Buntut dari keputusan yang dinilai sepihak itu, Boy Singale selaku orangtua menuding sekolah tidak menjalankan fungsing dengan baik.
Kepada BeritaManado.com, Senin (1/8/2016), ayah Jurivo menuturkan bahwa informasi dari pihak sekolah bahwa yang bersangkutan sering tidak mengerjakan tugas rumah yang diberikan, belum lagi dengan ketidakhadiran di kelas. Namun hal itu tidak begitu saja diterimanya.
“Selama satu tahun ajaran ini, saya maupun isteri selaku orangtuanya tidak pernah sekalipun menerima pemberitahuan dari pihak sekolah terkait apa dan bagaimana anak kami itu. Tiba-tiba saja saat menghadiri penerimaan raport mendapatkan informasi bahwa anak kami tidak naik kelas. Persoalannya bukan naik kelas atau tidak, akan tetapi sejauh mana sekolah mengajak orangtua untuk sama-sama mencari solusi atas kekurangan anak kami,” katanya.
Tak hanya itu, raport Jurivo sampai saat ini menurut pengakuan sang ayah masih ditahan oleh kepala sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Sedangkan menurut anggota Komite Sekolah SMP N 1 Bitung ini bahwa apapun hasil akademik seorang siswa raport harus diberikan kepada orangtua sebagai bukti hasil belajar seorang siswa.
Atas hal itu, Boy mengaku sangat keberatan dengan sikap sekolah dalam hal ini Kepala Sekolahnya yang tetap ngotot menyatakan bahwa anaknya itu tetap tidak naik kelas. Informasi terkini lain menyebutkan pernyataan kepala sekolah bahwa Jurivo bisa naik kelas asalkan pidah sekolah saja.
“Intinya saya keberatan dengan tidak adanya kerja sama antara sekolah dan orangtua. Kalaupun Jurivo dinyatakan bisa naik kelas asalkan pindah sekolah, berarti pada dasarnya anak saya bisa naik kelas, kenapa harus dipindahkan. Ada apa sebenarnya dengan sekolah ini,” ujar Boy dengan nada kesal.
Boy sendiri menegaskan bahwa dirinya tetap akan menuntut sampai masalah ini benar-benar tuntas terutama terkait dengan sikap sekolah yang dinilai sepihak dalam menetapkan keputusan kelulusan seorang siswa.
Sementara dari informasi yang diperoleh, sekolah tersebut hanya dihuni seorang kepala sekolah dan empat orang guru. Satu orang guru kabarnya memegang tanggung jawab untuk mengajar mata pelajaran lebih dari satu. (frangkiwullur)